Platform Media Sosial Dituduh Menyensor Konten Gaza

Jakarta, IDN Times - Media sosial dan platform digital berperan penting dalam mempublikasikan perang di Gaza, namun kini menghadapi tuduhan terkait bias algoritmik dan sensor konten.
Selama setahun terakhir, masyarakat Palestina telah memanfaatkan konten digital untuk menyampaikan tragedi di Gaza kepada khalayak luas, yang kemudian memicu demonstrasi dan dukungan di seluruh dunia. Namun, para ahli percaya bahwa algoritma platform media sosial telah membatasi penyebaran konten terkait Palestina.
1. Israel targetkan tokoh media sosial terkemuka, pemilik saluran YouTube, dan jurnalis
Dilansir dari Anadolu, Abdoulhakim Ahmine, pakar media dan komunikasi Maroko, mengatakan bahwa aktivitas digital yang intens di kalangan pemuda Palestina telah mendorong Israel menargetkan tokoh media sosial terkemuka, pemilik saluran YouTube, dan jurnalis yang melakukan siaran langsung dari Gaza.
“Beberapa negara, terutama Prancis dan Jerman, pada awalnya memberlakukan semacam pembatasan digital, namun terpaksa mundur karena meningkatnya dukungan masyarakat terhadap Palestina,” kata Ahmine.
Dia juga mengungkapkan adanya tekanan komunikatif terhadap generasi muda yang mengekspresikan diri mereka di platform tersebut.
2. Algoritma platform digital menyensor dan membatasi distribusi konten terkait Palestina
Hassan Kharjouj, seorang peneliti teknologi, mengatakan bahwa algoritma platform digital sangat menyensor konten yang berkaitan dengan Palestina dan membatasi distribusinya. Hal ini menyebabkan para pengguna mengembangkan teknik untuk menghindari penghapusan konten.
“Ketika saya menulis ‘Palestina’ atau ‘pembersihan etnis’ atau ‘apartheid’, saya memecah kata tersebut dengan titik atau garis miring. Saya mengganti huruf ‘A’ dengan ‘@’. Beginilah cara saya mulai mengelabui algoritma," kata seorang aktivis Palestina, yang tidak ingin disebutkan namanya, kepada Al Jazeera
Sada Social, pusat penelitian yang berbasis di Palestina, mendokumentasikan lebih dari 5.450 pelanggaran terhadap konten digital yang berkaitan dengan Palestina selama empat bulan pertama 2024.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa Instagram menyumbang 32 persen dari pelanggaran, Facebook 26 persen, WhatsApp 16 persen, TikTok 14 persen, dan X 12 persen.
3. Meta juga membatasi pengguna Palestina dalam perang Israel-Gaza sebelumnya
Ini bukan pertama kalinya platform media sosial dituduh menyensor suara-suara Palestina.
Laporan independen yang diinisiasi oleh Meta setelah perang Israel di Gaza pada 2021 dan dipublikasikan setahun kemudian menemukan bahwa perusahaan tersebut telah berdampak negatif terhadap hak asasi manusia pengguna Palestina dalam berbagai aspek, seperti kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, partisipasi politik, dan non-diskriminasi.
Menurut temuan 7amleh, kelompok aktivis hak digital dan hak asasi manusia untuk Palestina, Facebook menerima 913 permohonan dari pemerintah Israel untuk membatasi atau menghapus konten di platformnya dari Januari hingga Juni 2020. Facebook menyetujui 81 dari persen permintaan tersebut.