Polandia Pecat Para Pemimpin Media Pemerintah

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Perdana Menteri (PM) Polandia Donald Tusk, memecat sejumlah direktur saluran televisi, radio serta kantor berita yang dikelola pemerintah. Tindakan itu bertujuan membangun kembali media yang independen.
Kabinet PM Tusk baru mulai menjabat pekan lalu. Kabinet yang pro-Uni Eropa (UE) tersebut, berupaya membebaskan media pemerintah dari kekuatan kendali politik pemerintahan sebelumnya, yakni Partai Hukum dan Keadilan (PiS).
1. Protes pemecatan para pemimpin media pemerintah

Sebelum Tusk terpilih sebagai PM, pemerintahan partai PiS sebelumnya telah berkuasa selama delapan tahun. Mereka dituduh menggunakan media pemerintah sebagai alat propaganda agresif, menyerang Tusk dan oposisi, serta menyebarkan pandangan Euroskeptis.
Pemecatan para direktur media memicu protes dari pemimpin partai PiS, salah satunya Jaroslaw Kaczynski. Dia mengajak melakukan demonstrasi besar di depan kantor televisi pemerintah sebagai protes.
"Tidak ada demokrasi tanpa pluralisme media atau media anti-pemerintah yang kuat, dan di Polandia ini adalah media publik," kata Kaczynski.
"Instruksi partai adalah agar semua anggota parlemen PiS datang ke sini, kata Senator PiS Marek Pek dikutip dari Euro News.
"Kita harus menunjukkan melalui kehadiran kita bahwa kita sangat menentang tindakan yang melanggar hukum dan brutal ini," tambahnya.
2. Mengembalikan media publik
Selama delapan tahun berkuasa, PiS dituduh telah mengambil jalan pintas. Mereka juga dianggap mengabaikan beberapa prosedur untuk mendapatkan kendali badan pengawas media serta memperketat cengkeramannya.
"Kami memerlukan waktu tepat 24 jam untuk mengembalikan TV PiS menjadi TV publik. Percayalah pada kata-kata saya," kata Tusk ketika kampanye, dikutip dari The Guardian.
Pada Selasa, parlemen baru Polandia yang terpilih, mengadopsi resolusi yang menyerukan bahwa semua otoritas negara untuk segera mengambil tindakan.
Tujuannya untuk memulihkan tatanan konstitusional dalam hal akses warga negara terhadap informasi yang dapat dipercaya dan berfungsinya media publik.
3. Kekhawatiran tentang tindakan pengambilalihan media pemerintah

Beberapa pihak mempertanyakan legalitas tindakan kabinet Tusk. Mereka juga memperingatkan pemerintahan Tusk berisiko menciptakan jaringan televisi publiknya sendiri yang dipolitisasi.
Pada Rabu, sinyal dan situs televisi pemerintah dinonaktifkan.
"Menonaktifkan sinyal televisi dan situs TVP Info adalah tindakan pelanggaran hukum dan mengingatkan masa-masa terburuk darurat militer," kata Maciej Swirski, kepala Dewan Penyiaran Nasional dikutip dari Al Jazeera.
Kritik lain juga muncul atas tindakan pemerintahan Tusk. Tindakan itu disebut seperti tindakan balas dendam yang nantinya melupakan ihwal penting seperti reformasi penyiaran publik.
"Pengambilalihan politik seperti ini tampaknya berulang setiap empat atau delapan tahun setelah pemilu," kata Dominika Bychawska-Siniarska, seorang pengacara dan pembela hak asasi manusia.
"Kekhawatiran saya adalah bahwa setelah pengambilalihan ini, mungkin tidak ada motivasi politik yang cukup untuk melanjutkan reformasi penting dalam undang-undang penyiaran publik, yang penting untuk memastikan bahwa lembaga penyiaran nasional tetap independen dari pengaruh politik," tambahnya.