Presiden Yoon Minta Maaf ke Publik soal Pernyataan Darurat Militer

- Presiden Yoon meminta maaf atas dekrit darurat militer yang dicabut setelah 6 jam karena tekanan publik dan parlemen.
- Yoon merilis dekrit tersebut karena merasa putus asa dihadapi upaya penggulingan pemerintahannya oleh oposisi.
- Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang menaungi Yoon memboikot pemungutan suara mosi pemakzulan, menghentikan prosesnya.
Jakarta, IDN Times - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol meminta maaf kepada publik lantaran pada 3 Desember 2024 mengeluarkan dekrit darurat militer. Itu merupakan dekrit darurat militer pertama yang dikeluarkan dalam waktu 50 tahun terakhir. Namun, beberapa jam kemudian dekrit darurat militer itu dicabut.
"Saya benar-benar menyesal dan meminta maaf kepada publik yang pasti sangat terkejut," ujar Yoon dalam pidato yang disiarkan secara nasional di televisi dan dikutip dari kantor berita Yonhap pada Sabtu (7/12/2024).
Ia berjanji tidak akan pernah lagi mengeluarkan dekrit tersebut. Permohonan maaf itu disampaikan oleh Yoon beberapa jam jelang pemungutan suara untuk memakzulkan Yoon dari kursi presiden.
Ini merupakan pernyataan perdana yang disampaikan secara langsung oleh Yoon usai mengeluarkan dekrit darurat militer. Status darurat militer itu dicabut oleh Yoon enam jam usai dirilis. Hal itu lantaran Majelis Nasional tidak setuju terhadap dekrit darurat militer.
1. Presiden Yoon siap terima konsekuensi dari perbuatannya

Lebih lanjut, Yoon mengaku terpaksa merilis dekrit darurat militer karena merasa putus asa. Dalam pidato yang disampaikan pada Selasa malam, ia menuduh pihak oposisi berupaya menggulingkan pemerintahannya. Maka, ia nyatakan darurat militer untuk menghadapi kekuatan anti negara yang dianggap merusak.
Di sisi lain, keputusannya yang mendadak itu diakui membuat publik khawatir dan merasa tidak nyaman. Oleh sebab itu, ia mengaku siap bertanggung jawab secara politik usai mengeluarkan dekrit darurat militer.
"Saya tidak akan menghindar konsekuensi hukum dan tanggung jawab politik dari keluarnya dekrit darurat militer ini," kata mantan Jaksa Agung Korsel itu.
Yoon mengaku menyerahkan nasibnya kepada Partai Kekuatan Rakyat, tempatnya bernaung menjadi politisi.
2. Voting untuk memakzulkan Presiden Yoon berlangsung alot

Sementara, parlemen Korea Selatan tetap menggelar pemungutan suara untuk mengajukan mosi pemakzulan terhadap Presiden Yoon pada Sabtu sore. Namun, Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang menaungi Yoon memboikot prosses pemungutan suara tersebut dengan cara walk out. Hampir seluruh anggota parlemen dari PPP memilih hengkang.
Tidak diketahui secara jelas apakah tersedia suara yang cukup untuk meloloskan mosi pemakzulan usai anggota parlemen usai anggota PPP memilih hengkang. Berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen agar bisa meloloskan mosi pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Artinya dibutuhkan sekitar 200 dari 300 anggota parlemen.
3. Perbedaan pendapat tak boleh diberangus dengan dekrit darurat militer

Sementara, peneliti Asia Timur dari Amnesty International, Boram Jang, dekrit darurat militer tak boleh serampangan dikeluarkan. Sebab, hal itu erat kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Presiden Yoonm, kata Boram, seharusnya menjelaskan sejak awal alasan mengapa ia memberlakukan darurat militer. Seandainya dekrit darurat militer benar-benar dibiarkan berlaku maka akan menjadi ancaman terhadap kemajuan yang sudah dicapai Negeri Ginseng selama puluhan tahun.
"Bahkan jika keadaan darurat publik ditetapkan, supremasi hukum harus tetap berlaku. Darurat militer tidak dapat dan tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menekan perbedaan pendapat atau membatasi kebebasan fundamental. Tindakan Presiden Yoon harus mematuhi standar internasional mengingat ancaman serius terhadap supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia" ujar Boram seperti dikutip dari laman Amnesty International pada Sabtu (7/12/2024).