Terhalang Dokumen, Ribuan Pengungsi Sudan Terjebak di Perbatasan Mesir

Jakarta, IDN Times - Puluhan ribu orang yang melarikan diri dari konflik di Sudan terjebak di perbatasan Mesir karena tidak membawa dokumen perjalanan. Akibatnya, mereka tidak dapat menyeberang ke negara tersebut.
Abdel-Rahman Sayyed, salah seorang warga Sudan, mengaku terkejut bahwa pihak berwenang Mesir tidak mengizinkan dia dan keluarganya masuk. Ia mengatakan bahwa mereka tidak membawa paspor lantaran dokumen tersebut terkubur di bawah reruntuhan rumah mereka di ibu kota Khartoum, yang merupakan salah satu garis terdepan dalam konflik sengit antara tentara dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF).
“Saya pikir kami akan diizinkan masuk sebagai pengungsi,” kata pria 38 tahun itu melalui telepon dari Wadi Halfa, salah satu kota di Sudan yang dekat dengan perbatasan Mesir, dikutip dari AP.
Sayyed dan keluarganya tiba di Wadi Halfa setelah menempuh perjalanan dua hari dari Khartoum. Dia berlindung di sebuah gedung sekolah bersama lebih dari 50 keluarga lainnya. Mereka semua bergantung pada bantuan kemanusiaan dari badan amal dan masyarakat setempat untuk bertahan hidup.
Menurut seorang pejabat migrasi Sudan, lebih dari 120 ribu warga Sudan tanpa dokumen perjalanan terjebak di Wadi Halfa dan sekitarnya. Beberapa dari mereka tidak pernah memiliki paspor sama sekali, dan sebagian lainnya mempunyai paspor, namun telah kadaluwarsa atau hilang saat melarikan diri.
1. Pemerintah Mesir perketat aturan masuk ke wilayahnya minggu lalu
Sementara itu, warga Sudan yang memiliki paspor juga masih memadati Wadi Halfa untuk mengurus pengajuan visa sebagai syarat melintasi perbatasan. Namun, proses mendapatkan visa bisa memakan waktu berhari-hari atau bahkan lebih lama, membuat banyak keluarga berebut akomodasi dan makanan.
Menyikapi situasi tersebut, sejumlah pihak telah meminta Mesir untuk mengesampingkan persyaratan masuk. Namun sebaliknya, pemerintah minggu lalu memperkenalkan aturan baru yang lebih ketat dengan mewajibkan semua orang Sudan untuk memperoleh visa sebelum melintasi perbatasan. Sebelumnya, hanya pria Sudan berusia 16-45 tahun yang membutuhkan visa untuk masuk ke Mesir.
Ahmed Abu Zaid, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, mengatakan kebijakan tersebut bertujuan untuk mencegah aktivitas ilegal oleh kelompok-kelompok di sisi perbatasan Sudan, yang memalsukan visa masuk untuk mendapatkan keuntungan, dilansir dari Al Jazeera.
Dalam pernyataannya, kementerian luar negeri Mesir juga menekankan bahwa konsulatnya di Sudan telah dilengkapi dengan perangkat elektronik yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan tersebut secara tepat, cepat dan aman, dan memastikan warga Sudan dapat masuk secara teratur.
2. Banyak paspor di kantor kedutaan asing di Sudan terpaksa dimusnahkan untuk alasan keamanan
Banyak paspor warga Sudan juga tertahan di kantor kedutaan asing saat proses pengajuan visa sebelum perang meletus. Berhubung hampir semua kedutaan besar di Khartoum telah dievakuasi, seringkali dokumen tersebut dihancurkan demi alasan keamanan.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah menghancurkan paspor yang tertinggal di kantor kedutaannya alih-alih meninggalkan dokumen penting tersebut tanpa jaminan.
“Kami menyadari bahwa kurangnya dokumentasi perjalanan menjadi beban bagi mereka yang ingin meninggalkan Sudan. Kami telah dan akan terus melakukan upaya diplomatik dengan negara mitra untuk menemukan solusi," kata Departemen Luar Negeri AS.
3. Kantor imigrasi di Wadi Halfa punya akses terbatas dalam pengurusan paspor
Al-Samaul Hussein Mansour juga merupakan salah satu warga Sudan yang meninggalkan dokumen perjalanannya dirumah di tengah kepanikan melarikan diri dari pertempuran di Khartoum.
Konflik yang masih berlanjut membuat perjalanan kembali ke kota tersebut untuk mengambil dokumennya menjadi sangat berbahaya.
“Kembali ke Khartoum berarti kematian bagi Samaul,” kata Ibn Sina Mansour, adik dari Samaul.
Petugas imigrasi mengatakan, kantor imigrasi cabang di Wadi Halfa tidak memiliki akses ke arsip komputer, sehingga hanya dapat memperbarui paspor yang sudah kadaluwarsa secara manual dan tidak mengeluarkan yang baru atau mengganti yang hilang.
Sementara itu, paspor baru biasanya hanya dikeluarkan dari kantor imigrasi utama di Khartoum, yang telah berhenti berfungsi sejak awal perang.