Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rusia Sebut AS Gak Mau Perang di Ukraina Berakhir

Ilustrasi Kremlin, Rusia (unsplash.com/Eluoec)

Jakarta, IDN Times - Juru bicara Rusia Dmitry Peskov, pada Selasa (7/3/2023), mengatakan bahwa Amerika Serikat (AS) yang mendorong konflik tetap berlangsung di Ukraina.

Komentar tersebut menyusul pernyataaan Menteri Luar Negeri China, Qin Gang, yang mengungkapkan bahwa ada tangan tak terlihat yang memanfaatkan krisis Ukraina untuk melayani agenda geopolitik tertentu. Gang tidak mengindikasikan pihak mana yang dimaksud.

"Di sini kita mungkin tidak setuju dengan rekan-rekan China kita. Ini tentu saja sebuah lelucon. Anda tahu apa leluconnya, ini bukan tangan yang tidak terlihat, ini adalah tangan Amerika Serikat, ini adalah tangan Washington," kata Peskov, dilansir Reuters.

"Washington tidak ingin perang ini berakhir. Washington ingin dan sedang melakukan segalanya untuk melanjutkan perang ini. Ini adalah tangan yang terlihat," tambahnya. 

Moskow telah berulang kali menyatakan bahwa AS dan sekutunya sengaja menggunakan Ukraina untuk berperang melawan Kremlin. Namun, Kiev dan Barat yang menolak tuduhan tersebut, mengatakan Ukraina berjuang untuk mempertahankan tanahnya dari Moskow.

1. Moskow dan China makin kompak

Menanggapi inisiatif gencatan senjata yang diserukan China beberapa waktu lalu, Peskov mengatakan Moskow terus berkomunikasi dengan Beijing.

"Negara besar, raksasa, kuat, dan berwibawa seperti China tidak bisa gagal untuk memiliki suaranya sendiri dalam masalah-masalah yang menjadi agenda dunia. Kami sangat memperhatikan semua ide yang kami dengar dari rekan-rekan kami di Beijing," kata Peskov.

Moskow telah menunjukkan rasa hormat yang besar terhadap China, pada saat Barat mencoba untuk mengisolasi Moskow dan menggempur ekonominya dengan berbagai sanksi.

Adapun Presiden Vladimir Putin dan Presiden Xi Jinping telah menandatangani kemitraan tanpa batas, tiga minggu sebelum Putin mengirim pasukannya ke Ukraina.

2. Kerja sama meningkat antara dua negara

Data perdagangan yang diterbitkan pada Selasa membuktikan bahwa hubungan China-Rusia semakin dekat. 

Melansir CNA, ekspor China ke Rusia melonjak 19,8 persen dalam dua bulan pertama 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara, impor melonjak 31,3 persen yang mengakibatkan defisit perdagangan China dengan Rusia sebesar 3,6 miliar dolar AS pada Januari dan Februari.

Perdagangan China dengan Rusia mencapai rekor tertinggi pada 2022. Beijing mengambil kesempatan untuk membeli minyak Moskow dengan harga diskon, setelah pasar Barat tidak lagi membeli migas dari Rusia. 

3. Beijing bantah kirim senjata ke pihak yang bertikai

Menanggapi komentar AS yang akan menjatuhkan sanksi ke China jika terbukti mengirim bantuan ke Rusia, Qin menegaskan bahwa Beijing tidak akan memasok senjata ke kedua pihak yang terlibat konflik, melansir Al Jazeera. 

“(China) bukan pihak yang terlibat dalam krisis dan tidak memberikan senjata kepada kedua pihak yang berkonflik. Jadi atas dasar apa menyalahkan, menjatuhkan sanksi, dan memberi ancaman terhadap China? Ini benar-benar tidak dapat diterima," kata Qin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us