Sekretaris Jenderal NATO: Persekutuan Tidak Mencoba Isolasi Rusia

Brussels, IDN Times - Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, pada hari Rabu (04/04/2018) menyampaikan sebuah pernyataan jika aliansi NATO tidak mencoba untuk mengisolasi Rusia setelah kejadian serangan racun saraf di Salisbury. Kebijakan NATO yang dianggap terlalu kasar dalam menghadapi serangan yang dituduhkan ke Rusia, menjadi perkara utama yang mengancam hubungan NATO bersama Federasi Rusia, seperti yang dilansir dari Reuters.
1. Tindakan NATO sebagai bentuk 'ketidakbahagiaan' terhadap aksi Rusia

Menanggapi aksi yang dituduhkan Inggris (anggota NATO) kepada Rusia yang dianggap terlibat dan melaksanakan serangan racun saraf Salisbury, NATO secara bulat setuju untuk melakukan pembalasan. Aliansi Keamanan Eropa ini setidaknya sudah mengusir 7 Diplomat, dan memotong kuota delegasi Rusia untuk NATO menjadi 20 dari 30 orang.
NATO menyatakan hal ini diperlukan sebagai jawaban atas aksi Rusia yang di luar batas toleransi. Kremlin yang sudah menyangkal keterlibatannya untuk membunuh mantan agen ganda Rusia Sergei Skripal di Salisbury, tetapi tetap saja NATO mencap Rusia sebagai dalang utama.
Meskipun begitu, NATO bersikeras bahwa sanksi yang mereka lakukan terhadap Rusia bukanlah sebuah cara untuk mengisolasi Rusia dari Eropa.
"Kami terus berusaha membuat hubungan yang lebih baik bersama Rusia karena Rusia adalah tetangga kami, Rusia disana untuk menetap. Kami tidak bertujuan untuk mengisolasi Rusia." ujar Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg.
2. Khawatir dengan ekspansi militer dan pengaruh Rusia ke seluruh negara di dunia

Pernyataan Jens Stoltenberg yang sudah jelas menyatakan bahwa NATO tidak berindikasi mengisolasi Rusia, sebenarnya sedikit berbanding terbalik dari kenyataan yang ada. Melihat ekspansi Federasi Rusia di bidang militer dan pengaruh politik, membuat NATO kebakaran janggut untuk menentukan bagaimana cara menghentikan "agresi" Rusia.
Dari aneksasi Krimea, de-stabilisasi keamanan Ukraina Timur, mendukung Presiden Suriah Bashar al Assad, dan ikut mencampuri urusan negara lain di dunia, hal-hal inilah yang menjadi kekhawatarian utama NATO. Maka dari itu, aksi pengusiran Diplomat dan memotong kuota delegasi Federasi Rusia untuk NATO, menjadi salah satu strategi terbaik untuk menangkal serta menunjukkan ketegasan dari seluruh aksi yang telah Rusia lakukan.
Jens Stoltenberg mengatakan, "Itulah mengapa NATO dan mitra bereaksi sebagaimana mereka bereaksi setelah serangan Salisbury. Karena semua itu bukan peristiwa tunggal," ujarnya.
3. Hubungan yang jarang bisa terlihat lensa kamera

Hubungan Rusia dan NATO bisa dikatakan sedikit mistis karena sangat jarang sekali terekspos oleh lensa kamera. Kendati suka bertengkar dan saling menjatuhkan sanksi antar satu dengan lainnya, masih tidak jelas apakah mereka benar-benar mencoba untuk saling menghancurkan.
NATO mulai berkutik menghadapi Rusia di era modern ketika Federasi Rusia melakukan aneksasi terhadap Pulau Krimea dari tangan Ukraina, dan terlibat penyokongan pasukan pemberontak di Ukraina Timur yang sampai sekarang keadaannya masih belum stabil. Dilansir dari DW, pada awalanya NATO hanya memberikan peringatan kepada Rusia, tetapi seiring waktu berjalan pola perilaku Rusia yang semakin terlihat memaksa NATO bertindak lebih jauh.
Pola perilaku yang terindikasi agresif, NATO akhirnya mulai bertindak sedikit demi sedikit untuk membantu sekutunya menangkal ekspansi pengaruh Rusia. Pemerintah Rusia pun membalasnya dengan menyatakan bahwa penimbunan tentara dan peralatan militer di perbatasan Rusia bersama negara Baltik, Estonia dan Latvia (anggota NATO), seharusnya menjadi cermin NATO sebelum mencoba mengkritik dan menghentikan aksi Rusia.
Pengamat menyimpulkan apabila ketegangan terus berlangsung, kemungkinan terjadinya "Perang Dingin" baru antara NATO bersama Rusia dapat terjadi dalam waktu dekat.