Tepi Barat Lumpuh Total, Warga Palestina Demo Bela Gaza
- Aktivitas di Tepi Barat lumpuh total saat warga Palestina mogok massal sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza, menarik perhatian dunia dan mendorong tekanan internasional.
- Solidaritas menjalar ke luar Palestina, dengan sekolah di Lebanon dan demonstrasi di Maroko, Aljazair, Tunisia, serta negara lainnya turun ke jalan untuk mendukung Gaza.
- Tekanan terhadap Israel kian membesar di tingkat internasional, dengan pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya.
Jakarta, IDN Times – Aktivitas di seluruh wilayah Tepi Barat lumpuh total pada Senin (7/4/2025) saat warga Palestina menggelar mogok aktivitas dan mogok kerja massal sebagai bentuk solidaritas terhadap Gaza. Seluruh toko, sekolah, kantor pemerintahan, hingga transportasi umum berhenti beroperasi.
Aksi ini merupakan bagian dari seruan mogok global yang bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Amerika Serikat (AS). Seruan tersebut digaungkan oleh gerakan solidaritas Palestina serta kekuatan nasional dan Islam yang mendesak penghentian agresi brutal Israel di Gaza.
“Saya berjalan melintasi kota hari ini dan tidak menemukan satu pun tempat yang buka,” kata Fadi Saadi, seorang pemilik toko di Betlehem, dikutip dari Middle East Eye, Selasa (8/4).
Warga Palestina berharap mogok ini dapat menarik perhatian dunia dan mendorong tekanan internasional untuk menghentikan serangan yang telah menewaskan lebih dari 50.700 orang di Gaza sejak Oktober 2023.
1. Kota-Kota Palestina sepi, semua aktivitas terhenti
Kota, desa, hingga kamp pengungsi di seluruh Tepi Barat berubah menjadi wilayah sunyi. Bahkan kawasan Timur Yerusalem yang biasanya sibuk pun lengang. Menurut laporan Middle East Eye, semua sektor kehidupan terhenti: toko tutup, sekolah diliburkan, dan perbankan berhenti beroperasi.
Solidaritas juga menjalar ke luar Palestina. Di Lebanon, sekolah-sekolah di kota Saida ikut ditutup. Sementara itu, di Maroko, Aljazair, Tunisia, dan sejumlah negara lainnya, ribuan warga turun ke jalan dengan spanduk dan nyanyian dukungan bagi Gaza.
“Kami tutup hari ini untuk keluarga kami di Gaza, untuk anak-anak kami di Gaza,” kata Imad Salman (68), pemilik toko suvenir di Kota Tua Yerusalem.
Ia menekankan bahwa di Yerusalem maupun Tepi Barat, aksi damai adalah satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan saat ini.
2. Netanyahu dikecam, ICC terbitkan surat penangkapan

Tekanan terhadap Israel kian membesar di tingkat internasional, tetapi Netanyahu tetap bergeming. Ia bahkan berjanji akan meningkatkan serangan ke Gaza, tak lama setelah Israel mematahkan gencatan senjata pada 18 Maret lalu.
Dalam pernyataan resmi yang dikutip Anadolu Agency, kelompok nasional dan Islam Palestina menuding Israel melakukan genosida dan menghancurkan Gaza secara sistematis. Mereka mendesak dunia untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel dan menyebut pemerintahnya sebagai rezim teroris.
Langkah hukum internasional juga mulai bergulir. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant. Keduanya didakwa atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Namun hingga kini, sejumlah negara anggota masih enggan menegakkan surat perintah tersebut.
3. Nablus dikepung, akses ditutup total oleh militer Israel
Di tengah aksi mogok, pasukan Israel memperketat kendali atas Tepi Barat. Kota Nablus menjadi sasaran pengepungan penuh. Semua pintu masuk dan keluar ditutup menggunakan gerbang serta pos pemeriksaan militer.
Menurut laporan Al Jazeera, langkah ini diambil untuk membatasi pergerakan warga selama aksi berlangsung. Namun, upaya pembungkaman itu gagal membendung gelombang protes. Demonstrasi tetap terjadi di berbagai kota Palestina.
Sejak agresi dimulai pada Oktober 2023, sedikitnya 918 warga Palestina di Tepi Barat telah tewas akibat serangan militer dan aksi kekerasan oleh pemukim Israel.