Trump Ancam BRICS: Tak Pakai Dolar, Kena Tarif 100 Persen!

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara BRICS jika mereka mencoba menggantikan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
Ancaman ini disampaikan melalui Truth Social pada Kamis (30/1/2025), mengulangi pernyataan serupa yang ia buat pada November 2024 setelah memenangkan pemilu.
“Kami akan meminta komitmen dari negara-negara ini agar mereka tidak menciptakan mata uang BRICS baru atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan dolar AS. Jika mereka melakukannya, mereka akan menghadapi tarif 100 persen,” tulis Trump dalam pernyataannya, dikutip dari NDTV.
1. BRICS dorong penggunaan mata uang lokal

BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, sedang mencari cara untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS. Meskipun belum memiliki mata uang bersama, pembahasan mengenai hal ini semakin serius setelah negara-negara Barat menjatuhkan sanksi terhadap Rusia akibat perang di Ukraina.
Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menyatakan, BRICS perlu memperluas penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan.
“BRICS harus meningkatkan transaksi dengan mata uang sendiri dan mempererat kerja sama antarbank,” kata Putin dalam KTT BRICS ke-15 pada 2023.
Upaya ini semakin mendapat dukungan dalam pertemuan menteri luar negeri BRICS di Rusia pada Juni 2024. Negara-negara anggota menyatakan bahwa mereka ingin lebih banyak menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral dan multilateral.
Selain itu, BRICS juga berkembang dengan menambah anggota baru. Pada 2023, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab bergabung dengan kelompok ini. Indonesia kemudian menjadi anggota terbaru pada Januari 2025.
2. Dominasi dolar AS masih kuat
Meskipun ada upaya BRICS untuk mengurangi peran dolar, data menunjukkan bahwa mata uang AS masih mendominasi sistem keuangan global.
Studi Atlantic Council’s GeoEconomics Center menyimpulkan, dolar AS tetap menjadi mata uang cadangan utama dunia. Sementara, euro dan mata uang BRICS belum mampu mengurangi ketergantungan global terhadap dolar.
Menurut laporan tersebut, faktor utama yang mempertahankan dominasi dolar adalah pertumbuhan ekonomi AS, kebijakan suku bunga yang ketat, serta meningkatnya ketidakpastian geopolitik. Hal ini justru memperkuat daya tarik dolar AS sebagai aset yang dianggap stabil.
Sementara itu, BRICS sendiri awalnya dibentuk sebagai wadah kerja sama ekonomi. Konsep awalnya diperkenalkan oleh ekonom Goldman Sachs, Jim O’Neill, pada 2001 sebagai akronim bagi Brasil, Rusia, India, dan China. Kelompok ini kemudian berkembang menjadi BRICS setelah Afrika Selatan bergabung pada 2010.
3. Trump gunakan tarif sebagai instrumen politik

Dilansir The Hindu, ancaman Trump terhadap BRICS sejalan dengan strateginya yang kerap menggunakan tarif sebagai alat negosiasi dalam kebijakan luar negeri. Selain menargetkan BRICS, ia juga berencana menerapkan tarif 25 persen terhadap Meksiko dan Kanada mulai 1 Februari 2025.
Langkah ini bertujuan menekan kedua negara tersebut agar lebih aktif dalam menghentikan perdagangan narkoba, khususnya fentanyl, serta mengurangi arus imigrasi ilegal ke AS.
Trump sebelumnya juga menuduh India sebagai “penyalahguna besar” dalam kebijakan perdagangan dan kini mengarahkan kritik serupa kepada negara-negara BRICS. Ia berpendapat bahwa dengan menaikkan tarif terhadap negara lain, AS dapat menurunkan pajak domestik serta mendorong perusahaan-perusahaan untuk kembali berinvestasi di dalam negeri.
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari para ekonom. Mereka memperingatkan bahwa tarif tinggi dapat meningkatkan harga barang bagi konsumen AS, terutama di sektor yang bergantung pada bahan baku impor.
Sementara itu, Kanada dan Meksiko masih menunggu keputusan akhir Trump mengenai tarif ini, yang berisiko berdampak besar pada perdagangan Amerika Utara.
4. Dampak global dari kebijakan Trump

Ancaman tarif yang disampaikan Trump tidak hanya menargetkan BRICS tetapi juga mencerminkan kebijakan proteksionis yang lebih luas. Jika diterapkan, kebijakan ini dapat mempengaruhi hubungan dagang AS dengan berbagai negara serta mendorong negara-negara lain untuk mencari alternatif perdagangan yang lebih menguntungkan.
Di sisi lain, dominasi dolar AS tetap kuat meskipun ada upaya de-dolarisasi dari BRICS. Dengan ekonomi AS yang masih stabil dan dolar tetap menjadi mata uang utama dalam perdagangan global, upaya negara-negara BRICS untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar kemungkinan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai hasil yang signifikan.