Kepala BMKG Minta Masyarakat Lebih Peka Jika Ada Prakiraan Cuaca

BPPT gelar Teknologi Modifikasi Cuaca untuk atasi banjirwik

Jakarta, IDN Times - Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati  berharap masyarakat lebih percaya jika pihaknya memberi informasi mengenai peringatan dini atau prakiraan cuaca.

Hal ini terkait fenomena bencana di Indonesia, khususnya banjir yang menimpa beberapa titik di Jabodetabek. Menurutnya, sejak tanggal 23 Desember hingga 30 Desember 2019, peringatan dini itu sudah menginfokan mengenai cuaca ekstrem.

"Kami mencoba mendengar ke publik. (Tapi) publik masih mengira peringatan dini adalah perkiraaan, bukan prakiraan. Ini yang dipahami, padahal peringatan dini dari BMKG adalah prakiraaan," katanya di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta Pusat, Jumat (3/1).

1. BMKG memprakirakan cuaca berdasarkan satelit dan radar

Kepala BMKG Minta Masyarakat Lebih Peka Jika Ada Prakiraan CuacaKepala BMKG, Dwikorita Karnawati (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Dwikorita menjelaskan, pihaknya memprakirakan cuaca berdasarkan data. Data itu diperoleh dari satelit serta radar. Radar itu kata Dwikorita, tersebar di beberapa titik di tanah air.

"Kemudian data itu dihitung dengan matematis, modeling. Dengan modeling (saja) tidak cukup, harus diverifikasi dengan data lokal. Itulah bedanya data Indonesia dengan data Internasional. (Datanya) sudah diverifikasi dengan data lokal," jelasnya.

Baca Juga: Modifikasi Cuaca BPPT Bisa Kurangi Hujan Jabodetabek Hingga 50 Persen

2. Akurasi prakiraan BMKG mencapi 85 persen

Kepala BMKG Minta Masyarakat Lebih Peka Jika Ada Prakiraan CuacaBMKG

Dalam kesempatan itu, Dwikorita mengatakan bahwa prakiraan cuaca yang dilakukan BMKG mencapai 80 hingga 85 persen. Namun, ia tak memungkiri jika prakiraan itu tidak sepenuhnya tepat. Meski begitu, ia kembali menegaskan agar masyarakat lebih peka terhadap informasi prakiraan.

"Akurasi kami 80-85 persen. Jadi, kalau ada yang meleset sekitar 15-10 persen itu keterbatasannya. Namun, mohon sekali lagi prakiraan itu bukan perkiraan," katanya.

3. BPPT gelar Teknologi Modifikasi Cuaca untuk tanggulangi banjir

Kepala BMKG Minta Masyarakat Lebih Peka Jika Ada Prakiraan CuacaKepala BPPT, Hamman Riza (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Terjadinya peristiwa banjir pada awal tahun baru 2020 membuat BPPT membuat solusi dengan melakukan reduksi curah hujan. Hal itu dilakukan, guna meredam banjir di sejumlah wilayah di Jabodetabek.

Kepala BPPT, Hamman Riza mengatakan, reduksi curah hujan itu dilakukan melalui operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sejak pagi ini. BPPT juga bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG serta TNI Angkatan Udara (AU) dalam menggelar operasi tersebut.

"Ya modifikasi cuaca itu seperti sebuah proses untuk mempercepat terjadinya hujan. Jadi menyemai awan agar hujan cepat datang. Kita akan melakukan cloud seeding di daerah-daerah untuk mengantisipasi datangnya hujan yang lebat sebelum masuk ke Jabodetabek," ungkapnya.

4. Proses penyemaian dilakukan menggunakan pesawat

Kepala BMKG Minta Masyarakat Lebih Peka Jika Ada Prakiraan CuacaIDN Times/Lia Hutasoit

Dalam proses penyemaian, BPPT menggunakan pesawat jenis CASA 212-200 dengan registrasi A-2105 milik TNI Angkatan Udara dari skadron Udara 4 Abdurrachman Saleh Malang dan CN-295 registrasi A-2901 dari Skadron Udara 2 Halim PerdanakusumaJakarta. Untuk pesawat CN-295 mampu menampung garam mencapai 2,4 ton. Sedangkan CASA 212-200 bisa menampung 800 kg garam.

"Nah, dengan kita melihat prakiraan cuaca tersebut maka pesawat akan terbang dan menyemai awan tersebut. Sehingga, hujan tidak jatuh di Jabodetabek, tapi sebelum di Jabodetabek," katanya.

"Kita mencegah awan itu di Selat Sunda dan kita semai dengan garam dan dia akan turun hujan di Selat Sunda. Sehingga, curah hujan di Jabodetabek bisa berkurang. Kita juga tidak akan kebanjiran akibat debit atau volume air yang besar seperti yang kita alami dua tiga hari lalu," katanya.

Penyemaian itu kata Hamman, akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Hal itu juga melihat apakah ada awan cumulonimbus (CB).

"Sesuai kebutuhan. Awan itu kalau ada baru bisa kita semai. Gak ada awan (cumulonimbus) gak bisa kita semai.  Ini biasanya, garam ini semua kita semai bisa menghasilkan sekian juta kubik air hujan," ucapnya.

Baca Juga: Hari Ini BPPT Lakukan Modifikasi Cuaca dan Geser Hujan ke Selat Sunda

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya