Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

DPR Nilai Wacana Rotasi Eselon 1 dan 2 oleh Presiden Tak Salahi Aturan

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Wacana mutasi hingga pemberhentian eselon 2 ke atas dilakukan oleh presiden tak menyalahi aturan, akan diperjuangkan dalam revisi UU ASN.
  • ASN seringkali tidak netral dalam pemilihan legislatif, pilpres, dan pilkada, disebabkan oleh tuntutan untuk netral namun juga loyal ke kepala daerah.

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai NasDem Rifqinizamy Karsayuda menilai wacana mutasi hingga pemberhentian eselon 2 ke atas dilakukan oleh presiden tak menyalahi aturan. Adapun, wacana ini akan diperjuangkan dalam revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Menurut dia, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sudah mengisyaratkan skema ini. Di sisi lain, Rifqy menyampaikan dalam ketentuan konstitusi, kekuasaan tertinggi terkait dengan pemerintahan ada di tangan Presiden.

"Dalam konteks aparatur negara, presiden kemudian bisa melakukan kekuasaan itu, termasuk melakukan mutasi, promosi, dan seterusnya," kata Rifqy di Gedung Nusantara DPR, Jakarta, Senin (21/4/2025).

1. Berangkat dari ketidaknetralan ASN

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Rifqy menyampaikan, dalam pelaksanaan pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada), ASN seringkali tidak netral. Dia pun tak heran karena eselon 2, para kepala dinas, sekda dituntut untuk netral, tapi di sisi lain, mereka harus loyal ke kepala daerah.

"Apakah karena kepala daerah itu nyalon lagi, atau karena ada calon yang didukung oleh kepala daerah tersebut," kata dia. 

2. Alasan lainnya soal meritokrasi

Pelaksanaan tes kejiwaan dan psikologi ASN di Kota Kediri. (IDN Times/Istimewa)

Alasan lainnya, kata dia, terkait meritokrasi sistem di pemerintahan daerah. Sebab, ia menilai, selama ini meritokrasi di daerah jomplang antara satu daerah dengan daerah lainnya, apalagi jika dibanding dengan kementerian/lembaga.

Dia menyontohkan, ASN yang mendapatkan beasiswa S2 atau S3 di luar negeri setelah pulang ke daerah dan kembali ke pemerintah daerah (pemda), harusnya dengan pengalaman itu bisa berada di pemerintah pusat.

"Nah, orang-orang seperti ini kan harus kita kasih ruang, agar kemudian dia memungkinkan untuk menjadi pejabat dengan kapasitas yang baik secara nasional," katanya.

"Karena dua hal inilah, kemudian ada pikiran untuk menarik pengangkatan, pemberhentian, termasuk mutasi eselon 2 ke atas, itu dilakukan oleh pemerintah pusat," sambung Rifqy . 

3. RUU ASN hanya mengubah satu pasal

Apel ASN Pemprov NTB pada hari pertama masuk kerja usai libur lebaran. (dok. Biro Adpim NTB)

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin sebelumnya mengatakan, RUU ASN akan mengubah satu pasal terkait mutasi ASN. Nantinya, pemindahan, pengangkatan, dan pemberhentian pimpinan tinggi madya dan pratama akan menjadi kewenangan penuh Presiden Republik Indonesia.

"Yang saya dengar dari badan keahlian memang itu, memang lebih ke sana," ujar dia.

Arse mengatakan, secara administrasi, urusan pemerintahan umum, presiden bertindak sebagai kepala pemerintahan. Namun, ketika disentralisasi, kewenangan itu didelegasikan ke daerah.

"Pada awalnya kan begitu kalau negara kesatuan consentration of power and responsibility upon president. Dulu sebelum ada amandemen tapi setelah ada amandemen lain cerita," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us