Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus COVID-19 Tinggi, Pemkot Depok Didesak Lakukan Tes Swab Massal

Ilustrasi (IDN Times/Bagus F)

Depok, IDN Times - Kota Depok berstatus sebagai wilayah kedua tertinggi penyebaran virus corona COVID-19 di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), setelah DKI Jakarta. Hingga Kamis (23/4), terdapat 231 warga Depok terjangkit virus corona, di mana 17 orang di antaranya meninggal dunia.

Bahkan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan, laju penyebaran virus corona di Depok belum juga bisa dibendung. Sejak PSBB mulai berlaku Rabu (15/4) lalu, justru kasus positif virus corona bertambah 72 orang.

Kerja Pemerintah Kota (Pemkot) Depok lantas disorot. Pemkot dinilai lamban membendung penularan virus yang kian meluas. Intervensi medis yang minim disebut-sebut jadi penyebabnya.

1. Sudah saatnya bagi Pemkot Depok melakukan skrining massal tes swab PCR

Ilustrasi tenaga medis (Dok. Humas Jabar)

Terkait kondisi tersebut, Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Depok Alif Noeriyanto Rahman mengatakan, Pemkot Depok semestinya melakukan tindakan medis berupa skrining massal melalui tes swab PCR (Polymerase Chain Reaction). Langkah ini perlu sebagai salah satu cara memutus mata rantai penyebaran virus corona jenis SARS-CoV-2 itu.

Menyoal tes swab massal itu, ia berkaca pada pengalaman negara-negara lain yang dianggap berhasil menekan jumlah kasus dengan skrining massal berbasis PCR.

“Karena ketika kita tidak mau lockdown seperti Jepang, Korea, yang awalnya tidak mau lockdown, tapi mereka melakukan skrining massal hingga akhirnya kasus menurun,” ucap Alif kepada IDN Times, Kamis.

Tes swab PCR ini, menurutnya, efektif bagi Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan tentunya pasien terkonfirmasi positif sebagai tolok ukur pihak rumah sakit dalam bertindak, dan hasil tesnya jadi rujukan pencarian sumber penularan, entah itu imported case atau transmisi lokal.

“Kalau sekarang dengan jumlah PDP yang sudah 700-an orang terus yang positif tembus 200-an, harusnya kita bisa PCR 200-300 itu sudah bagus sekali. Tapi itu yang belum dilakukan oleh teman-teman di pemerintahan,” ujarnya.

2. Pemkot harus segera memperbanyak tes swab PCR

ilustrasi tenaga medis (IDN Times/Candra Irawan)

Menurut Alif, Pemkot Depok masih dihadapkan dengan masalah infrastruktur medis yang belum memadai dalam penanganan COVID-19.

Karena sejauh ini, hanya ada Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) yang mampu melakukan pemeriksaan dengan metode PCR.

“Idealnya, sebetulnya bukan hanya dua. Menurut saya malah harusnya 10, terdiri dari rumah sakit, laboratorium, dan puskesmas untuk melakukan tes PCR. Dengan 10 laboratorium itu, kita bisa cepat melakukan skrining massal,” tutur dia.

Semakin masif tes swab PCR dilakukan, lanjut Alif, risiko jatuhnya korban jiwa semakin bisa dihindari. Sebab, ketika pihak rumah sakit bisa cepat mengetahui hasil tes, maka mereka bisa menentukan intervensi medis selanjutnya, terlebih bagi penanganan PDP. 

Sejauh ini, rumah sakit rujukan di Depok bergantung pada Kemenkes (selain RSUI dan Labkesda) untuk kiriman hasil pengujian tes swab. Akibatnya, tak sedikit PDP yang nyawanya tak tertolong, lantaran rumah sakit belum bisa menentukan sikap, sebelum mendapatkan hasil tes. Sedikitnya ada 46 PDP yang meninggal dunia hingga Kamis. 

3. Daripada rapid test, Pemkot Depok disarankan lebih baik tambah fasilitas kesehatan

Ilustrasi rapid test yang merupakan salah satu alat yang dibutuhkan di tengah pandemik COVID-19. IDN Times/Nofika Dian Nugroho)

Tidak hanya itu, kata Alif, Pemkot Depok semestinya juga mengalokasikan anggaran lebih dalam penambahan fasilitas kesehatan, dibanding sibuk melakukan rapid test atau tes cepat, sebab ujung-ujungnya harus divalidasi ulang memakai metode PCR.

“Makanya sebetulnya yang bisa dilakukan adalah memperbanyak infrastruktur untuk tes PCR dengan bio safety chamber untuk keamanan tenaga medis,” kata Alif.

Alif menyadari, untuk pengadaan fasilitas kesehatan di Depok tak semudah membalikan telapak tangan, lantaran masalah yang dihadapi sama dengan pemerintah pusat, yaitu birokrasi dan regulasi.

“Masalah sekarang ini pengadaan kan terkait problemnya dengan birokrasi dan regulasi. Di saat pandemik seperti ini birokrasi dan regulasi harusnya bisa diperlunak lah,” ujarnya.

4. Pemkot perlu bersinergi dengan swasta untuk tangani COVID-19

Dok. BPPT

Masih kata Alif, pemerintah semestinya bisa membuka keran kerja sama dengan pihak swasta. Caranya, memberikan mereka kebebasan untuk membeli mesin PCR, namun ada kompensasi di ujungnya.

“Jadi, dikasih aja kebebasan pada rumah sakit swasta, tapi dikasih harga patokannya, berapanya nanti diganti,” ucap Alif.

Dia menilai, kolaborasi pemerintah-swasta bisa menambah daya jangkau penanganan COVID-19 dalam hal tes swab PCR. 

“Kalau kita mau beli sendiri mesinnya kemudian beli cetakannya dan VTM-nya dan memberikan kebebasan untuk swasta, diberikan juklak dan juknis yang jelas,” kata dia.

“Kalau semua rumah sakit swasta bisa, itu akan jauh lebih indah untuk kota Depok," dia menambahkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us