LKBH FHUI Minta Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dituntut Sanksi Etik

Jakarta, IDN Times - Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH FHUI) dan LBH APIK mengadukan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan (DKPP).
Hasyim diduga telah melanggar sumpah dan integritas anggota KPU dengan mendekati dan merayu anggota PPLN, bahkan diduga melakukan perbuatan asusila.
LKBH FHUI dan LBH APIK menekankan perlunya sanksi maksimal yang diberikan DKPP, yaitu pemberhentian tetap Hasyim Asy'ari dari jabatan Ketua dan Anggota KPU. Mereka memandang pentingnya memberikan sanksi tegas sebagai pembelajaran dan hukuman atas pelanggaran etik yang telah dilakukan. Hal itu dilakukan guna mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
"Kami meminta sanksi etik maksimal kepada DKPP berupa pemberhentian tetap Hasyim Asy'ari dari Ketua sekaligus Anggota KPU. Hal itu sebagai pembelajaran sekaligus hukuman atas pelanggaran etik berat yang telah dilakukan teradu," kata LKBH FHUI dalam keterangannya, dikutip Jumat (19/4/2024).
1. Pengaduan ini ditujukkan untuk jaga harkat dan martabat

Pengaduan tersebut dilakukan demi menjaga harkat dan martabat perempuan serta untuk memastikan kredibilitas KPU.
Utamanya KPU sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab menjaga integritas, profesionalitas dalam penyelenggaraan pemilu, serta memastikan terwujudnya pemilu yang jujur dan adil tanpa kekerasan berbasis gender.
“Penting kami nyatakan bahwa tujuan dilakukannya pengaduan ini semata-mata adalah demi memperjuangkan harkat dan martabat perempuan, menjaga kredibilitas KPU sebagai lembaga negara pengawal demokrasi Indonesia dan mendorong terwujudnya pemilu yang jujur adil tanpa kekerasan berbasis gender,” kata LKBH FHUI.
2. Mencakup penyalahgunaan jabatan dan kewenangan

Laporan ini, kata LKBH FHUI, didasarkan pada serangkaian peristiwa yang melibatkan Ketua KPU dan seorang anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang merupakan klien mereka.
“Sepanjang bulan Agustus 2023 sampai Maret 2024, Ketua KPU diduga telah melakukan tindakan yang melanggar sumpah/janji anggota KPU serta integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu untuk tujuan dan nafsu pribadinya. Tindakan pelanggaran kode etik oleh Ketua KPU dilakukan dengan cara mendekati, merayu sampai melakukan perbuatan asusila kepada klien kami anggota PPLN yang memiliki hubungan pekerjaan dengan Ketua KPU. Padahal, Ketua KPU telah terikat dalam pernikahan yang sah,” kata LKBH FHUI
LKBH FHUI dan LBH APIK mengungkapkan, dugaan pelanggaran kode etik ini juga mencakup penyalahgunaan jabatan dan kewenangan oleh Ketua KPU untuk mempengaruhi anggota PPLN dengan berbagai janji dan manipulasi informasi.
3. Mengingatkan kasus wanita emas

Pelanggaran ini dianggap melanggar Pasal 6 Ayat 2 huruf a dan c Jo Pasal 10 huruf a; Pasal 6 Ayat 3 huruf e Jo Pasal 12 huruf a Jo Pasal 14 huruf a dan d; Pasal 6 Ayat 3 huruf f Jo Pasal 15 huruf a dan d dari Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
“Bahwa perlu diingat, tipologi pelanggaran kode etik serupa pernah diadukan sebelumnya oleh Hasnaeni atau wanita emas dalam kasus pelanggaran asusila oleh Ketua KPU,” katanya.
Kasus tersebut telah diputus DKPP melalui Putusan No.35-PKE-DKPP/II/2023 dan No.39-PKE- DKPP/II/2023 tertanggal 3 April 2023. Putusan tersebut menjatuhkan Sanksi Peringatan Keras Terakhir kepada Hasyim Asy'ari.