Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Profil Paulus Tannos, Buronan Korupsi E-KTP yang Ditangkap di Singapura

Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin
Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. (Dok. Tangkapan layar di laman KPK)
Intinya sih...
  • Paulus Tannos buronan korupsi KTP elektronik
  • Paulus Tannos berganti identitas menjadi WN Afrika Selatan
  • Paulus Tannos sedang diproses untuk diekstradisi ke Indonesia

Jakarta, IDN Times - Pelarian buron kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos berakhir dua hari lalu di Singapura. Ia ditangkap oleh otoritas Negeri Singa.

Kepastian penangkapan Paulus itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra. 

"Yang bersangkutan sudah ditangkap oleh otoritas Singapura dua hari lalu," ujar Yusril di gedung Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jakarta, Jumat (24/1/2025). 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Paulus dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021 lalu. Tetapi, ia sudah dinyatakan sebagai tersangka korupsi pengadaan paket KTP Elektronik pada periode 2011-2013 dan 2019. 

Sementara, Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB) menyatakan, penangkapan terhadap Paulus dilakukan usai Pemerintah Indonesia mengajukan permohonan penangkapan sementara. Apa peran Paulus dalam salah satu kasus korupsi terbesar di Tanah Air itu? Berikut informasi lengkap tentang profil Paulus Tannos.

1. Paulus Tannos buronan korupsi KTP elektronik

Foto buronan Paulus Tannos (tengah) dan berhasil ditangkap di Singapura. (IDN Times/Gregorius Aryo Damar)
Foto buronan Paulus Tannos (tengah) dan berhasil ditangkap di Singapura. (IDN Times/Gregorius Aryo Damar)

Dilansir laman KPK, Paulus Tannos memiliki nama asli Thian Po Tjhin. Paulus adalah pria kelahiran Jakarta, 8 Juli 1954. Komisi antirasuah mencatat Paulus sudah berstatus buron atau dalam pencarian tim penyidik sejak 19 Oktober 2021.

Paulus Tannos diduga terlibat korupsi terkait pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional tahun 2011 sampai 2013 pada Kemendagri.

Paulus selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lain pada 2019 lalu. Ketiga tersangka lainnya, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya; anggota DPR 2014-2019 Miriam S. Haryani; dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

2. Paulus Tannos berganti identitas menjadi WN Afrika Selatan

Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. (Dok. Tangkapan layar di laman KPK)
Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. (Dok. Tangkapan layar di laman KPK)

Paulus berpotensi menjadi salah satu tersangka kunci dalam kasus ini. Sebab, perusahaan milik Paulus mendapat proyek besar terkait e-KTP ini meski menjadi anggota konsorsium terakhir yang bergabung.

PT Sandipala Arthaputra mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun. PT Sandipala Arthaputra mendapat pekerjaan sekitar 44 persen dari total keseluruhan proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

Sebelumnya, KPK telah berhadap-hadapan dengan Paulus. Salah satunya, ketika Paulus berada di Thailand. Namun, KPK tidak bisa membawa buronan itu ke Indonesia lantaran Paulus sudah mengubah identitasnya.

Pada Agustus 2023, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Paulus Tannos mempunyai dua kewarganegaraan. Satu di antaranya Afrika Selatan.

3. Paulus Tannos sedang diproses untuk diekstradisi ke Indonesia

Sementara, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, pemerintah tengah memproses ekstradisi Paulus Tannos ke Indonesia. Proses ekstradisi sedang diproses Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) berdasarkan surat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

"Permohonan dari Kejaksaan Agung kami sudah terima. Karena itu, lagi diproses oleh otoritas pusat dalam hal ini adalah Direktorat OPHI (Otoritas Pusat dan Hukum Internasional) di Ditjen AHU,” katanya.

Menurut dia, masih ada sejumlah dokumen yang dibutuhkan untuk memuluskan ekstradisi itu. ”Baik dari Kejaksaan Agung maupun dari Mabes Polri, terutama yang Interpol, ya, jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah, karena itu, Direktur OPHI, saya sudah tugaskan, untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan,” tuturnya. 

Sementara, otoritas Singapura memberikan waktu 45 hari bagi pemerintah untuk menyelesaikan permohonan ekstradisi. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Mohamad Aria
3+
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us