Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Program JKN Permudah Akses Terapi bagi Anak Down Syndrome

WhatsApp Image 2025-08-14 at 10.34.02 (1).jpeg
Lani (41), seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmen Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN). (Dok. BPJS Kesehatan)
Intinya sih...
  • Anak Lani dirawat di ICU RS Undata setelah mengalami kejang, namun berhasil melewati masa kritis dengan dukungan keluarga dan pelayanan kesehatan yang baik.
  • Terapi okupasi dan terapi wicara yang dijalani anaknya membantu dalam perkembangan kemampuan beraktivitas dan berkomunikasi secara optimal.
  • Lani mengapresiasi kinerja para tenaga kesehatan yang menangani anaknya, serta mengajak orang tua untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palu, IDN Times - Cinta seorang ibu terhadap anaknya tak pernah mengenal batas, terlebih ketika anak membutuhkan perhatian khusus. Hal itulah yang dirasakan Lani (41), seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari segmen Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN). 

Lani membagikan kisah perjuangannya mendampingi anak semata wayangnya yang didiagnosis mengidap down syndrome sejak bayi.

Anak Lani, yang kini berusia enam tahun, pertama kali menunjukkan gejala saat berumur enam bulan. Saat itu, ia mengalami kejang-kejang atau step yang membuat Lani dan keluarganya panik dan langsung membawanya ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Undata Palu.

“Waktu itu anak Saya masih bayi, tiba-tiba kejang dan langsung kami bawa ke RS Undata. Setelah diperiksa dan melalui serangkaian observasi, dokter menyampaikan bahwa anak saya mengidap down syndrome. Rasanya campur aduk, tapi saya tahu Saya harus kuat,” ungkap Lani saat ditemui, Selasa (4/3).

1. Semua proses bisa dijalani berkat adanya JKN

ilustrasi layanan BPJS Kesehatan (dok. bpjskesehatan.go.id)
ilustrasi layanan BPJS Kesehatan (dok. bpjskesehatan.go.id)

Setelah mengalami kejang tersebut, anak Lani sempat dirawat selama satu minggu penuh di ICU RS Undata. Masa-masa itu menjadi momen paling menegangkan dalam hidupnya. Namun, dengan dukungan keluarga dan pelayanan kesehatan yang baik, anaknya berhasil melewati masa kritis. 

Seiring waktu, Lani terus memantau perkembangan anaknya dan aktif berkonsultasi dengan dokter. Ia kemudian disarankan untuk memberikan terapi rutin, terutama terapi okupasi dan terapi wicara, yang dapat membantu anak-anak dengan down syndrome mengembangkan kemampuan beraktivitas dan berkomunikasi secara optimal.

“Mulai Desember 2024, anak saya mulai menjalani terapi di Klinik Manggala. Sebelumnya kami melalui prosedur pemeriksaan di Puskesmas Bulili, lalu dirujuk ke RS Undata, dan akhirnya ke Klinik Manggala. Semua proses ini bisa kami jalani berkat adanya JKN. Terapi dilakukan dua kali seminggu, setiap Rabu dan Sabtu,” jelasnya.

2. Lani sangat bersyukur dengan keberadaan JKN

Ilustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)
Ilustrasi BPJS Kesehatan (IDN Times/Rahmat Arief)

Terapi okupasi yang dijalani anak Lani bertujuan agar anaknya dapat lebih mandiri dalam aktivitas sehari-hari, seperti makan sendiri, mengenakan pakaian, atau melakukan gerakan motorik dasar. 

Sementara itu, terapi wicara ditujukan untuk membantu anaknya dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal.

“Saya melihat perkembangan yang cukup signifikan. Dulu anak saya sulit sekali memahami instruksi sederhana, sekarang perlahan mulai bisa merespons dan menunjukkan ketertarikan terhadap lingkungan sekitar. Artikulasi bicaranya juga mulai membaik, meskipun masih terbatas,” ungkap Lani.

Down syndrome merupakan kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya mengalami keterlambatan perkembangan dan gangguan kecerdasan. Gejalanya bisa dilihat dari ciri fisik seperti ukuran kepala kecil, mata yang miring ke atas, telinga kecil, dan kelainan bentuk tangan. Selain itu, anak dengan kondisi ini juga sering mengalami keterlambatan dalam berbicara, berjalan, hingga membaca dan berhitung.

Meskipun tidak bisa disembuhkan, anak dengan down syndrome tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal jika mendapatkan intervensi dan terapi sejak dini. Inilah yang membuat Lani sangat bersyukur dengan keberadaan JKN, yang telah menjadi penyokong utama dalam proses terapi anaknya.

“Kalau tanpa BPJS Kesehatan, mungkin saya akan kesulitan untuk membiayai terapi rutin ini. Apalagi terapi okupasi dan wicara itu butuh waktu panjang dan konsistensi. Saya sangat berterima kasih karena semua bisa diakses dengan mudah dan gratis lewat Program JKN," tambahnya.

3. Salah satu bentuk bantuan nyata melalui JKN

ilustrasi pegawai BPJS Kesehatan (antaranews.com/M Risyal Hidayat)
ilustrasi pegawai BPJS Kesehatan (antaranews.com/M Risyal Hidayat)

Lani juga mengapresiasi kinerja para tenaga kesehatan yang menangani anaknya. Menurutnya, mereka sangat profesional dan sabar dalam menangani anak-anak dengan kebutuhan khusus. Ia juga mendapat banyak informasi dan edukasi tentang cara memberikan stimulasi yang tepat di rumah.

“Para terapis dan dokter benar-benar memperhatikan setiap detail perkembangan anak saya. Mereka tidak hanya menangani secara teknis, tapi juga membimbing saya sebagai orang tua untuk tetap semangat dan tidak menyerah,” ucapnya.

Pada akhir perbincangan, Lani mengajak para orang tua yang memiliki anak dengan kondisi serupa agar tidak ragu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia.

“Jangan malu dan jangan menyerah. Anak-anak spesial kita butuh dukungan lebih, dan Program JKN adalah salah satu bentuk bantuan nyata yang sangat bisa diandalkan. Jangan tunda terapi, karena semakin cepat dimulai, semakin besar peluang perkembangan anak,” tutupnya. (tm/aq/WEB)

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ezri Tri Suro
EditorEzri Tri Suro
Follow Us