Tolak Presidential Threshold, Fadli Zon: Pemilih Capres itu Rakyat

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengkritisi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Diketahui, syarat parpol peserta Pemilu dalam mengusung pasangan capres-cawapres harus memperoleh kursi sebanyak 20 persen di parlemen atau perolehan suara nasional sebanyak 25 persen berdasarkan hasil Pemilu anggota DPR sebelumnya.
"Ya sekarang kan kalau secara prinsip masih (menolak presidential threshold)," ujar dia dalam diskusi Disposisi yang digelar Prodewa dan Total Politik bertajuk 'Dilema Pilpres 2024: Presidential Threshold dan Syarat Minimal Usia Capres-Cawapres' di Jakarta Pusat, Sabtu (1/10/2022).
1. Fadli kenang sikap Gerindra tolak presidential threshold

Fadli menjelaskan, beberapa tahun lalu anggota DPR Fraksi Gerindra sempat walk out bersama fraksi lainnya menolak RUU Penyelenggara Pemilu yang di dalamnya membahas presidential threshold.
"Lima tahun yang lalu atau lewat, saya memimpin sidang paripurna penyelenggaraan pemilu, Fraksi Gerindra keluar walk out bersama kalau tidak salah tiga fraksi lain," kata dia.
"Jadi kita termasuk yang pioner menolak RUU Penyelenggaraan Pemilu, salah satunya presidential treshold, ini sejarah ini," sambung dia.
2. Presidential threshold membuat demokrasi semakin sempit

Fadli menilai, ambang batas Presiden membuat demokrasi di Indonesia semakin sempit dan mudah dikendalikan oligarki.
"(Presidential threshold) membuat demokrasi kita ini sangat sempit dan sangat prosedural dan mudah di-capture oleh oligarki," kata dia.
3. Ambang batas presiden seakan mendorong adanya batasan pemilihan

Dia menegaskan, seharusnya yang memilih calon presiden berdasarkan permintaan rakyat. Namun aturan presidential threshold mendorong adanya pembatasan oleh elite partai politik.
"Jadi yang memilih calon presiden itu kan seharusnya rakyat. Tapi ini ada semacam pemilihan, pembatasan oleh para elite," ucap dia.