Akui Kedaulatan, Chili Akan Buka Kedutaan Besar di Palestina

Jakarta, IDN Times – Presiden Chili, Gabriel Boric, memutuskan untuk membuka kedutaan besarnya di Palestina. Hal itu disampaikan secara langsung pada Rabu (21/12/2022) malam, ketika menghadiri acara yang diselenggarakan komunitas Palestina.
“Saya mengambil risiko (mengatakan) ini. Kami akan meningkatkan perwakilan resmi kami di Palestina dari memiliki kuasa usaha. Sekarang kita akan membuka kedutaan,” katanya, dilansir Al Jazeera.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Chili, Antonia Urrejola, mengonfirmasi langkah tersebut. Namun dia tidak memberikan rincian kapan kedutaan akan mulai beroperasi. Ia juga menekankan bahwa negaranya akan tetap mengakui kedaulatan kedua negara, baik Israel maupun Palestina.
1. Disambut baik oleh Palestina

Di mata Boric, keputusan pemerintahnya untuk membuka kedutaan di Palestina adalah bentuk penghormatan terhadap hukum internasional.
Dalam laporan Kantor Berita WAFA, Kamis (22/12/2022), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Palestina turut menyambut baik rencana tersebut.
“Keputusan itu menegaskan posisi berprinsip Chili dan presidennya dalam mendukung hukum internasional dan hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka,” ungkap laporan tersebut.
2. Lokasi kedutaan belum ditentukan

Kedekatan hubungan kedua negara disebabkan banyaknya ekspatriat Palestina di Chili. Al Jazeera melaporkan, komunitas Palestina Chili mencakup lebih dari 300 ribu orang. Banyak dari mereka yang keluarganya berasal dari Betlehem, Tepi Barat.
Pada 1998, Chili membuka kantor perwakilan Otoritas Palestina di kota Ramallah, Tepi Barat. Dan pada 2011, negara tersebut juga mengakui Palestina sebagai negara dan mendukung keanggotaannya di UNESCO.
Pada Rabu, Boric mengatakan kedutaan yang diusulkan di wilayah Palestina yang diduduki juga dimaksudkan untuk memberikan representasi yang layak bagi warga Palestina. Belum jelas di mana kedutaan akan dibangun.
Pada 1967, dalam perang enam hari, Israel berhasil mencaplok Jalur Gaza di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur yang diinginkan Palestina untuk dijadikan sebagai ibu kotanya. Dengan latar belakang tersebut, lokasi kedutaan dan pos diplomatiknya masih diperdebatkan.
3. Kuasa AS di Yerusalem Timur

Pada 2017, mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengakui klaim bahwa Yerusalem Timur sebagai bagian dari Israel. Ia memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke wilayah itu. Langkah itu memicu kemarahan warga Palestina.
Trump, seorang pendukung setia Israel, juga menutup konsulat AS di Yerusalem Timur yang diduduki yang selama bertahun-tahun berfungsi sebagai kedutaan de facto untuk Palestina.
Di masa kepemimpinan Joe Biden, ia berjanji akan membuka kembali konsulat tersebut. Namun belum dilakukan karena menghadapi hambatan dari Israel. Biden juga tetap mempertahankan kedutaan AS untuk Israel di Yerusalem Timur.