Apa Tujuan Qatar Beri Jet Mewah untuk Pemerintah AS?

- Pentagon menerima pesawat Boeing 747 dari Qatar sebagai Air Force One baru Presiden Trump.
- Keputusan ini menuai kritik dari politisi AS karena diduga sebagai suap untuk mempengaruhi kebijakan AS.
- Proyek modifikasi pesawat dan pembangunan dua Air Force One baru senilai triliunan rupiah mengalami penundaan.
Jakarta, IDN Times - Pentagon resmi menerima hadiah pesawat Boeing 747 dari pemerintah Qatar untuk digunakan sebagai Air Force One baru Presiden Donald Trump. Juru bicara Pentagon Sean Parnell mengonfirmasi bahwa penerimaan hadiah telah sesuai aturan federal pada Rabu (21/5/2025).
Melansir NBC, pesawat mewah bernilai 200-400 juta dolar AS (Rp3,2-6,5 triliun) ini akan dimodifikasi untuk memenuhi standar keamanan.
Keputusan ini langsung memicu kritik dari politisi kedua partai di AS. Beberapa anggota Kongres Demokrat dan Republik mempertanyakan motif Qatar dan menyebut hadiah ini melanggar konstitusi AS. Mereka khawatir hadiah tersebut merupakan bentuk suap dari Qatar untuk mempengaruhi kebijakan AS.
1. Dituduh sebagai upaya suap dari pemerintah Qatar
Senator Demokrat Connecticut Chris Murphy mengecam hadiah ini. Dia menghubungkannya dengan kunjungan bisnis Trump ke Qatar, UEA, dan Arab Saudi minggu lalu.
"Trump memilih tiga negara ini bukan karena mereka sekutu terpenting kita, tapi karena mereka bersedia membayarnya. Setiap negara memberikan uang kepada Trump dan meminta konsesi keamanan nasional sebagai balasannya. Ini adalah definisi korupsi," kata Murphy, dilansir The Guardian.
Senator Demokrat New York Chuck Schumer bahkan memperkenalkan rancangan undang-undang untuk melarang penggunaan pesawat asing sebagai Air Force One. Schumer juga memblokir nominasi administrasi Trump ke Kementerian Kehakiman karena kekhawatiran tentang pengaruh Qatar.
Sebelumnya, Trump sendiri pernah mengkritik Qatar saat periode pertama jabatannya. Pada Juni 2017, Trump menyebut Qatar sebagai pendana terorisme dan mendukung blokade Arab Saudi serta UEA terhadap negara tersebut.
2. Qatar bantah tuduhan suap

Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani membantah tuduhan suap. Dia menyatakan hadiah ini dibuat dengan persetujuan pemerintah dan bukan untuk mempengaruhi kebijakan AS.
"Saya melihat ini sebagai hal normal antarsekutu. Saya tidak mengerti mengapa orang melihat ini sebagai suap. Kemitraan kedua negara adalah hubungan dua arah yang saling menguntungkan bagi Qatar dan AS," kata Sheikh Mohammed pada Qatar Economic Forum di Doha.
Selain tuduhan suap, beberapa pihak juga khawatir Trump akan menekan Angkatan Udara untuk mempercepat proses modifikasi. Gedung Putih sendiri menyatakan bahwa pesawat tersebut siap digunakan dalam satu tahun.
"Jika Presiden Trump memaksa mengubah pesawat ini menjadi Air Force One sebelum 2029, saya khawatir tekanan tersebut akan mengorbankan aspek keamanan operasional," kata Senator Tammy Duckworth, dilansir New York Times.
3. Modifikasi pesawat telan biaya cukup besar

Pesawat ini pertama kali terbang pada 2012 dan direnovasi dengan interior mewah untuk keluarga kerajaan Qatar. Pemerintah Qatar telah berusaha menjual pesawat ini selama lima tahun dan kesulitan menemukan pembeli.
Melansir NPR, modifikasi pesawat membutuhkan biaya sangat besar. Para ahli memperkirakan biaya mencapai 1 miliar dolar AS (Rp16,3 triliun), lebih dari dua kali nilai pesawat. Modifikasi mencakup sistem pertahanan rudal, komunikasi aman, dan perlindungan elektromagnetik.
Sementara itu, proyek Boeing untuk dua Air Force One baru senilai 3,9 miliar dolar AS (Rp63,7 triliun) sedang mengalami penundaan. Pesawat pertama dijadwalkan selesai 2027, padahal seharusnya rampung tahun lalu. Saat ini, Armada Air Force One yang aktif telah beroperasi lebih dari 30 tahun.