Israel Bebaskan Petugas Medis yang Selamat dari Serangan di Gaza

- Assaad al-Nassasra, petugas medis Palestina yang selamat dari serangan Israel, dibebaskan bersama 9 tahanan lainnya.
- Militer Israel menembak konvoi kendaraan darurat di Rafah, Gaza selatan, menewaskan 15 orang termasuk paramedis dan anggota tim Pertahanan Sipil Gaza.
- Militer Israel awalnya mengklaim serangan karena kendaran bergerak mencurigakan, namun video menunjukkan lampu menyala; PRCS mengecam hasil penyelidikan militer Israel.
Jakarta, IDN Times - Seorang petugas medis Palestina yang ditahan oleh militer Israel usai serangan mematikan terhadap petugas darurat di Gaza bulan lalu telah dibebaskan. Ia merupakan salah satu dari dua orang yang selamat dalam pembantaian tersebut.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan bahwa Assaad al-Nassasra, seorang sopir ambulans, termasuk di antara 10 tahanan yang dibebaskan pada Selasa (29/4/2025). Mereka diserahkan melalui pos pemeriksaan Kissufim, sebelum kemudian dibawa ke sebuah rumah sakit di Deir el-Balah, Gaza tengah, untuk pemeriksaan medis.
Video yang dibagikan oleh PCRS di media sosial menunjukkan al-Nassasra memeluk rekan-rekannya setelah 37 hari ditahan Israel.
“Hari ini, pasukan pendudukan Israel membebaskan rekan kami Asaad (al-Nsasrah), yang selamat dari pembantaian yang menargetkan tim medis di Rafah,” kata PRCS dalam pernyataan di X.
“Dia telah ditahan selama 37 hari dan tiba dalam kondisi kesehatan yang buruk di Rumah Sakit Al-Amal, yang berafiliasi dengan asosiasi di Khan Younis, di mana dia menjalani pemeriksaan medis yang diperlukan,” tambah organisasi itu.
1. Nasib al-Nassasra baru diketahui setelah 3 pekan sejak serangan terjadi
Keberadaan al-Nsasrah tidak diketahui setelah militer Israel menembaki konvoi kendaraan darurat di Rafah, Gaza selatan, pada 23 Maret 2025. Sebanyak 15 orang tewas dalam serangan itu. Mereka terdiri dari delapan paramedis PRCS, enam anggota tim Pertahanan Sipil Gaza, dan seorang pegawai PBB. Tentara Israel mengubur jenazah mereka di sebuah kuburan dangkal bersama kendaraan yang mereka tumpangi.
“Pembantaian terhadap tim kami adalah sebuah tragedi, tidak hanya bagi kami di Palang Merah Palestina, tetapi juga bagi kerja kemanusiaan dan bagi kemanusiaan itu sendiri,” demikian pernyataan PCRS pada 30 Maret 2025.
Munther Abed, petugas medis PRCS yang juga selamat dalam serangan itu, mengatakan bahwa ia dibebaskan oleh tentara Israel setelah sempat ditahan bersama al-Nassasra. Tiga pekan setelah serangan itu, Komite Palang Merah Internasional (ICRC) akhirnya menerima informasi bahwa al-Nassasra berada dalam tahanan Israel.
2. PCRS tuntut penyelidikan independen oleh PBB
Dilansir dari CNN, militer Israel awalnya mengklaim bahwa pasukannya menyerang konvoi ambulans tersebut lantaran kendaran itu bergerak secara mencurigakan tanpa lampu depan dan lampu darurat menyala. Mereka juga menyebutkan bahwa beberapa korban tewas adalah anggota Hamas.
Namun, sebuah video yang ditemukan di ponsel salah satu paramedis yang tewas menunjukkan bahwa konvoi ambulans tersebut melaju dengan lampu depan dan lampu darurat menyala. Badan-badan bantuan juga membantah adanya anggota Hamas di antara korban yang tewas.
Akibat kecaman internasional, militer Israel menyatakan akan menyelidiki insiden tersebut. Pekan lalu, mereka mengumumkan bahwa hasil penyelidikan menemukan sejumlah kegagalan profesional, namun tidak ada pelanggaran terhadap kode etik militer, dan satu prajurit diberhentikan.
PRCS mengecam temuan tersebut dan menyerukan dilakukannya penyelidikan independen oleh PBB.
3. 9.900 warga Palestina saat ini berada dalam tahanan Israel
Dilansir dari Al Jazeera, putra al-Nassasra, Mohamed, mengatakan bahwa keluarganya terakhir kali berkomunikasi dengan ayahnya pada malam saat serangan terjadi. Saat itu, al-Nassasra mengatakan bahwa dirinya sedang dalam perjalanan menuju markas PRCS untuk berbuka puasa Ramadan bersama rekan-rekannya.
Ketika keluarganya mencoba meneleponnya saat fajar, ayah enam anak tersebut tidak merespons. Mereka kemudian mendapat informasi dari PRCS bahwa badan tersebut telah kehilangan kontak dengan al-Nassasra maupun petugas darurat lainnya.
Mohamed mengatakan, ayahnya selalu memperingatkan keluarganya bahwa setiap kali ia pergi menjalankan misi kemanusaan, ada kemungkinan ia tidak akan kembali lagi. Namun, mereka berusaha untuk tidak memikirkan kemungkinan terburuk itu.
Israel telah melakukan penangkapan besar-besaran selama perang di Gaza, yang dimulai pada Oktober 2023. Menurut jaringan dukungan tahanan Palestina Addameer, sedikitnya 9.900 warga Palestina saat ini ditahan di fasilitas penahanan Israel, termasuk 400 anak-anak.
Lebih dari 3.400 orang ditahan tanpa dakwaan maupun proses peradilan. Mekanisme ini dikenal sebagai "penahanan administratif”, yang memungkinkan perpanjangan masa tahanan setiap enam bulan tanpa batas waktu.