Krisis Makanan, Warga Gaza Bertahan Hidup dari Pakan Ternak dan Beras

Jakarta, IDN Times - Warga di wilayah terpencil di Gaza mengatakan bahwa anak-anak mereka tidak mendapat makanan selama berhari-hari karena banyaknya jumlah truk bantuan yang dilarang masuk.
Mahmoud Shalabi, seorang pekerja bantuan medis setempat di Beit Lahia, mengatakan bahwa warga terpaksa menggiling pakan ternak menjadi tepung untuk bertahan hidup. Namun, stok biji-bijian tersebut kini semakin berkurang.
“Orang-orang tidak menemukannya di pasar. Saat ini biji-bijian tersebut tidak tersedia di bagian utara Gaza dan Kota Gaza," katanya kepada BBC, seraya menambahkan bahwa stok makanan kaleng juga sudah habis.
“Makanan yang kami miliki sebenarnya berasal dar enam atau tujuh hari gencatan senjata (pada November) dan bantuan apa pun yang diizinkan masuk ke utara Gaza sebenarnya telah dikonsumsi sekarang. Apa yang dimakan orang-orang saat ini pada dasarnya adalah nasi, dan hanya nasi."
1. Kekurangan gizi di kalangan anak-anak di Gaza utara berada di atas ambang batas kritis
Duha al-Khalidi, ibu empat anak di Beit Lahia, mengatakan bahwa bahwa dia harus berjalan kaki sejauh 9,5 km ke rumah saudara perempuannya di Kota Gaza demi mencari makanan. Anak-anaknya sudah tidak makan selama tiga hari.
“Saya tidak punya uang, dan kalaupun saya punya, tidak ada apa-apa di pasar utama kota ini. (Saudara perempuan saya) dan keluarganya juga menderita. Dia membagikan pasta terakhir yang ada di rumahnya kepada saya," kata al-Khalidi.
PBB mengatakan bahwa kekurangan gizi akut di kalangan anak-anak di wilayah utara Gaza telah meningkat tajam, dan kini berada di atas ambang batas kritis sebesar 15 persen.
Sementara itu, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (Ocha) melaporkan adanya peningkatan tajam terkait jumlah misi bantuan yang tidak diizinkan masuk ke Gaza utara. Sebesar 56 persen pengiriman ditolak aksesnya pada Januari, naik dari 14 persen pada Oktober hingga Desember.
Bulan lalu, seorang juru bicara badan militer Israel yang bertugas mengoordinasikan akses bantuan di Gaza membantah adanya kelaparan di wilayah itu. Badan tersebut, COGAT, berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak membatasi jumlah bantuan kemanusiaan yang dikirim ke sana.
2. Warga terpaksa gali tanah untuk mendapatkan air
Data terbaru dari PBB menunjukkan bahwa lebih dari separuh lahan pertanian di wilayah tengah Deir al-Balah telah rusak akibat perang, termasuk perkebunan zaitun dan lahan pertanian milik Bassem Younis Abu Zayed.
"Kehancurannya sangat besar, meliputi bangunan-bangunan disekitarnya dan hewan-hewan ternak. Bahkan jika kita berhasil memulihkan pabrik tersebut, 80-90 persen buah zaitun telah hilang. Ini bukan hanya kerugian tahun ini, tapi kerugian untuk beberapa tahun ke depan," ujarnya.
Tak hanya makanan, masyarakat di Gaza utara juga kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. Mereka kini terpaksa menggali tanah untuk mengambil air dari pipa.
“Banyak dari kami sekarang meminum air yang tidak dapat diminum. Tidak ada pipa; kami harus menggali untuk mendapatkan air,” jelas Mahmoud Salah di Beit Lahia.
“Kami mendapatkan air di sini setiap 15 hari sekali. Airnya kotor. Anak-anak kami meradang dan giginya terkikis karena air kotor. Ada pasir di dalamnya, dan asin sekali," kata Yusuf al-Ayoti.
3. Tiga ratus ribu orang di Gaza utara bergantung pada bantuan kemanusiaan
Kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, mengatakan bahwa 300 ribu orang di Gaza utara bergantung pada bantuan kemanusiaan, yang belum mereka dapatkan sejak 23 Januari.
“Sejak awal tahun, setengah dari permintaan misi kami ke utara ditolak. Mencegah akses berarti menghambat bantuan kemanusiaan yang bisa menyelamatkan nyawa. Dengan kemauan politik yang diperlukan, hal ini dapat dengan mudah dibatalkan,” katanya dalam sebuah postingan di media sosial X pada Kamis (8/2/2024).
Selain pertempuran, birokrasi, atau puing-puing, kepala regional WFP Matt Hollingworth mengatakan bahwa pengiriman bantuan juga bisa terhambat karena meningkatnya keputusasaan masyarakat.
Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah truk makanan dilaporkan kerap dijarah oleh orang-orang yang kelaparan sebelum truk tersebut mencapai tujuannya.
“Kita perlu penyelesaian masalah hukum dan ketertiban, sehingga kita tidak perlu bernegosiasi untuk melewati kerumunan orang yang sangat kelaparan, untuk menjangkau orang-orang lain yang belum kita jangkau,” kata Hollingworth.
“Mungkin tingkat ketidakberdayaanlah yang membuat saya khawatir. Orang-orang sudah kehilangan harapan.”