Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Maladewa Kritik Biaya Perang Tinggi: Dana Iklim Harus Lebih Besar! 

Presiden Maladewa, Mohamed Muizzu, saat melakukan peresmian bandara internasional baru di Velana. Foto diunggah pada 8 November 2024. (x.com/@MACLmedia)

Jakarta, IDN Times – Maladewa, pada Selasa (12/11/2024), mengkritik tingginya biaya perang yang dialokasikan oleh beberapa negara dunia saat ini.

Presiden Maladewa, Mohamed Muizzu, dalam pidatonya di Konferensi iklim COP29, mengatakan bahwa dana iklim untuk negara kecil seharusnya lebih besar mengingat urgensinya yang semakin tinggi.

"Kami melihat dana mengalir bebas untuk berperang, tetapi jika diawasi untuk adaptasi iklim, kami perlu memprioritaskan kembali dan merevisi sistem keuangan internasional. Kita harus memilih jalan yang mengubah kehidupan," kata Muizzu di Baku, Azerbaijan, dilansir Anadolu Agency.

Ia menambahkan bahwa kurangnya pendanaan menghambat ambisi negara-negara kecil untuk melindungi diri mereka dari kerusakan akibat perubahan iklim.

"Tujuan pendanaan iklim yang baru harus mencerminkan skala sebenarnya dari krisis iklim," katanya.

1. Diperlukan triliunan dolar untuk pembiayaan iklim

Pelaksanaan KTT COP-29 di Baku, Azerbaijan, pada Selasa 12 November 2024. (x.com/@COP29_AZ)

Muizzu juga mengatakan, kebutuhan pembiayaan untuk perubahaan iklim saat ini cukup tinggi. Bukan hanya miliaran, tetapi hingga triliunan dolar AS.

”Target tersebut harus mempertimbangkan keadaan khusus negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, harus mencakup adaptasi, mitigasi, kerugian dan kerusakan, serta meningkatkan kontribusi untuk hal tersebut," ungkapnya.

Dilansir The Guardian, setidaknya 1 triliun dolar AS saat ini dibutuhkan untuk membantu negara-negara miskin mengurangi emisi gas rumah kaca. Mereka diharapkan bisa beralih ke ekonomi rendah karbon dan beradaptasi dengan dampak bencana iklim.

Harry Boyd-Carpenter, direktur pelaksana ekonomi hijau dan aksi iklim di Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (EBRD), mengatakan bahwa pada 2030 angkanya diprediksi melebihi 2 triliun dolar AS.

2. Bantuan dalam bentuk pinjaman bukan solusi yang bagus

Ilustrasi polusi yang menyebabkan perubahan iklim (Unsplash/Chris LeBoutillier)

Pembiayaan dalam bentuk utang atau pinjaman disebut bukan solusi yang cocok untuk negara-negara miskin dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, mengatakan bahwa diperlukan pendefinisian ulang terkait kerangka kerja untuk memenuhi negara-negara yang rentan.

Dalam konferensi meja bundar COP29, Sharif mengatakan bahwa pembiayaan iklim dalam bentuk pinjaman menambah utang negara-negara berkembang dan mendorong mereka menuju perangkap utang yang meningkat.

“Meskipun telah ada janji dan komitmen selama bertahun-tahun, kesenjangannya semakin besar, yang menyebabkan hambatan agregat dalam mencapai tujuan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),” katanya.

Sharif mengatakan, negara-negara berkembang membutuhkan sekitar 6,8 triliun dolar AS pada 2030 untuk melaksanakan kurang dari setengah kontribusi yang ditetapkan secara nasional saat ini.

3. KTT COP29 dimaksudkan untuk mengumpulkan pendanaan iklim

Ilustrasi uang (Unsplash.com/Ibrahim Boran)

KTT COP29 difokuskan pada pengumpulan pendanaan transisi global ke sumber energi yang lebih bersih dan membatasi kerusakan iklim yang disebabkan oleh emisi karbon.

"Dunia harus membayar, atau umat manusia akan menanggung akibatnya. Kita sedang dalam hitungan mundur terakhir untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius, dan waktu tidak berpihak pada kita," kata Guterres dalam pertemuan puncak itu.

Namun, pada hari acara yang dirancang untuk mempertemukan para pemimpin dunia, banyak petinggi negara tidak hadir untuk mendengar pidato Guterres.

Tahun ini diperkirakan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Para ilmuwan memperingatkan bahwa pemanasan global dan dampaknya terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Umat manusia kini menanti terobosan negara-negara dunia untuk mengatasi masalah ini bersama.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us