Mengenal USAID, Lembaga Bantuan AS yang Ingin Ditutup Trump-Musk

Jakarta, IDN Times - Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) menghadapi ancaman penutupan dari Presiden AS Donald Trump dan CEO Tesla Elon Musk. Trump berniat memindahkan USAID ke bawah Departemen Luar Negeri AS sebagai bagian dari pemangkasan birokrasi federal.
Ribuan karyawan USAID dirumahkan dan diperintah bekerja jarak jauh menyusul pembekuan bantuan luar negeri AS secara global. Situasi ini memicu kekhawatiran serius mengingat USAID merupakan pemberi bantuan kemanusiaan terbesar di dunia.
Hakim federal Carl Nichols telah memblokir sementara upaya penutupan USAID pada Jumat (8/2/2025). Nichols memerintahkan penghentian rencana merumahkan 2.200 karyawan dan penarikan hampir semua pekerja USAID dari luar negeri. Hakim juga memerintahkan pengaktifan kembali 500 karyawan yang telah dirumahkan.
1. Apa itu USAID?
Melansir BBC, USAID didirikan mantan Presiden AS John F. Kennedy pada 1961 saat Perang Dingin. Lembaga ini awalnya bertujuan mengimbangi pengaruh Uni Soviet sekaligus menjalankan program bantuan luar negeri AS. Saat didirikan, USAID diyakini akan dapat meningkatkan keamanan AS melalui stabilitas dan kemajuan ekonomi negara-negara lain.
Saat ini, USAID mempekerjakan sekitar 10 ribu orang, dua pertiga di antaranya bekerja di luar negeri. Lembaga independen ini beroperasi di lebih dari 60 negara dan bekerja melalui berbagai organisasi mitra yang dikontrak untuk pelaksanaan program di lapangan. USAID juga memiliki fleksibilitas unik karena dapat membantu negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan AS seperti Iran.
Anggaran USAID mencapai 40 miliar dolar AS (sekitar Rp654 triliun) pada 2023. Angka ini kurang dari 1 persen total anggaran federal AS. Meski demikian, jumlah tersebut menjadikan AS sebagai penyumbang bantuan internasional terbesar dunia, jauh melampaui negara-negara lain termasuk Inggris yang berada di posisi keempat.
2. Apa saja program USAID?
USAID menjalankan beragam program vital mulai dari bantuan pangan, kesehatan, hingga perdamaian. Lembaga ini mengoperasikan sistem deteksi kelaparan berbasis data canggih yang dapat memprediksi risiko kekurangan pangan di berbagai wilayah dunia.
Melansir NBC News, program kesehatan USAID membantu 20 juta orang yang memerlukan pengobatan HIV. Lembaga ini juga aktif dalam upaya vaksinasi polio di negara-negara endemik dan pencegahan penyebaran virus yang berisiko menjadi pandemi.
Atul Gawande, pejabat senior USAID, memaparkan peran penting lembaga ini.
"Kami membangun jaringan pengawasan penyakit di lebih dari 50 negara di setiap benua. Jaringan ini bagaikan sistem pertahanan global yang mampu mendeteksi dan mengatasi ancaman penyakit menular sebelum menjadi pandemik," jelasnya, dilansir NYT.
USAID saat ini membantu korban perang di Ukraina, upaya perdamaian di Somalia, pengawasan penyakit di Kamboja, dan program kesehatan ibu di Zambia. Angka kematian di negara-negara penerima bantuan USAID dilaporkan turun lebih cepat dibanding negara lain.
Selain itu, USAID juga memiliki beberapa program di Indonesia seperti IUWASH Tangguh dan Jalan Sesama.
Para ahli kesehatan global menilai USAID telah mempraktikkan bentuk soft power AS di seluruh dunia. Kehadiran lembaga ini memungkinkan AS mempertahankan hubungan baik dengan negara-negara berkembang, termasuk sekutu strategis penting.
3. Kenapa Trump ingin menutup USAID?

Trump mengkritik pengeluaran luar negeri USAID sebagai pemborosan uang rakyat yang tidak selaras dengan pendekatan "America First". Gedung Putih merilis daftar proyek USAID yang disebut bukti pemborosan dan penyalahgunaan dana. Beberapa di antaranya adalah hibah 1,5 juta dolar AS (sekitar Rp24 miliar) untuk kelompok LGBTQ di Serbia, 2,5 juta dolar AS (sekitar Rp40 miliar) untuk kendaraan listrik di Vietnam, dan 6 juta dolar AS (sekitar Rp65 miliar) untuk pariwisata di Mesir.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang kini menjabat kepala sementara USAID, telah mengumumkan penghentian bantuan luar negeri selama 90 hari untuk ditinjau. Namun, kubu Demokrat AS menentang langkah tersebut dan menyebutnya ilegal serta membahayakan keamanan nasional.
"Pembongkaran USAID bersifat ilegal dan membuat kita kurang aman. USAID diciptakan oleh undang-undang federal dan didanai Kongres. Donald Trump dan Elon Musk tidak bisa menghapusnya begitu saja," ujar Senator Brian Schatz dari Hawaii.
Kelompok hak asasi manusia memperingatkan penutupan USAID akan memicu krisis kemanusiaan global. Penghentian mendadak program-program vital seperti pengobatan HIV, vaksinasi dan bantuan pangan berisiko menimbulkan gejolak di berbagai negara berkembang.