Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Negara Teluk Kompak Kutuk Taliban yang Larang Perempuan Kuliah

Pertemuan puncak antara AS dan negara-negara Arab di Jeddah, Arab Saudi pada Sabtu, 16 Juli 2022. (Twitter.com/Foreign Ministry of Saudi Arabia)

Jakarta, IDN Times – Negara-negara Timur Tengah bereaksi atas tindakan Taliban Afghanistan yang melarang perempuan untuk berkuliah.

Mahasiswi ditolak untuk masuk kampus pada Rabu (21/12/2022) usai beredarnya surat keputusan Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan pada Selasa malam, terkait penangguhan pendidikan untuk perempuan.

Langkah itu sontak mendapat kecaman dari berbagai negara dunia, termasuk dari kawasan Timur Tengah. Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA), dan Turki adalah beberapa negara yang mengeluarkan kecaman terhadap Taliban.

1. Respons negara-negara kawasan

Ilustrasi bendera Uni Emirat Arab (Unsplash.com/Saj Shafique)

Kementerian luar negeri (Kemlu) Arab Saudi mengaku terkejut dan menyesal atas keputusan Taliban. Mereka dengan tegas menyerukan Kabul untuk membatalkan langkah itu.

Wakil Duta Besar UEA kepada PBB juga mengeluarkan pernyataan serupa. Padahal, UEA telah menjadi sekutu utama pemerintahan Taliban, dengan membina hubungan dekat dengan faksi Haqqani.

Sementara itu, juru bicara kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin, menulis di Twitter bahwa larangan itu bertentangan dengan semangat Islam dan tidak memiliki tempat dalam agama, dikutip Middle East Eye.

2. Kekecewaan Doha terhadap Taliban

Qatar, yang telah memainkan peran kunci sebagai mediator antara Amerika Serikat dan Taliban, juga kecewa dan khawatir atas keputusan Taliban.

“Praktik negatif ini akan berdampak signifikan pada hak asasi manusia, pembangunan, dan ekonomi di Afghanistan,” kata Kemlu Doha.

Mereka juga menyerukan agar Taliban segera meninjau kembali keputusan itu, yang sejalan dengan ajaran agama Islam tentang hak-hak perempuan.

Selaras dengan itu, asisten sekretaris jenderal Dewan Kerja Sama Teluk, Abdel Aziz Hamad Aluwaisheg, juga menanggapi langkah Taliban sebagai aksi yang melanggar HAM.

“Melarang pendidikan anak perempuan 16+ jelas merupakan pelanggaran HAM, dan itu juga dapat menghancurkan masa depan ekonomi Afghanistan, menurunkan setengah dari rakyatnya untuk hidup dalam kemiskinan dan kebodohan,” ungkapnya dalam sebuah cuitan di Twitter.

3. Utopia pendidikan Afghanistan

Ilustrasi penggunaan burqa di Afghanistan (Pixabay.com/Army Amber)

Sejak Taliban berkuasa, kebijakan terhadap pendidikan menjadi salah satu masalah yang mendapat perhatian luas. Mereka mengizinkan anak perempuan untuk bersekolah sampai kelas enam, tetapi berupaya mencegah untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Mantan Menteri Pendidikan Tinggi Afghanistan, Abdul Baqi Haqqani, sempat mengizinkan perempuan untuk kuliah, meskipun dengan persyaratan yang ketat, yakni dengan mengenakan penutup wajah dan mematuhi aturan pemisahan yang ketat.

Namun pada Oktober, Haqqani digantikan oleh tokoh garis keras Nida Mohammad Nadim. Ia menentang kebijakan perempuan yang mengenyam pendidikan, dikutip NPR.

Kebijakan Taliban ini diprediksi akan memengaruhi ekonomi Afghanistan, yang banyak mengandalkan bantuan dari luar negeri. Para penyumbang dana di sektor pendidikan bahkan dikabarkan sudah menarik dana bantuan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us