Presiden Georgia Tolak Hadir Panggilan Dugaan Kecurangan Pemilu

- Presiden Georgia menolak hadir panggilan Kejaksaan terkait dugaan kecurangan pemilu parlemen.
- Zourabichvili menilai Kejaksaan Georgia fokus pada masalah politik dan meminta investigasi independen.
- Komisi Pemilihan Umum Pusat setuju perhitungan ulang suara pemilu parlemen setelah protes besar-besaran.
Jakarta, IDN Times - Presiden Georgia, Saloma Zourabichvili, pada Rabu (30/10/2024) menolak hadir panggilan Kantor Kejaksaan Georgia terkait dugaan kecurangan pemilu parlemen. Pemanggilan itu terkait pengambilan keterangan dan bukti untuk proses investigasi kecurangan pemilu.
Pada Senin (28/10/2024), ribuan warga Georgia sudah turun ke jalan untuk memprotes dugaan kecurangan pemilu yang memenangkan Partai Georgian Dream. Demonstrasi itu atas seruan dari Zourabichvili setelah menolak mengakui hasil pemilu dan menolak Georgia menjadi budak Rusia.
1. Klaim investigasi tidak membutuhkan keterangan dari presiden

Zourabichvili mengungkapkan bahwa Kantor Kejaksaan Georgia seharusnya langsung memulai investigasi terkait dugaan kecurangan pemilu. Ia mengklaim Kejaksaan Georgia cenderung fokus pada masalah politik di Georgia.
"Saya menyarankan agar Kantor Kejaksaan Georgia memiulai pekerjaannya dan menghincari retribusi politik terhadap presiden. Seluruh rekan kami akan mengawasi apakah Kantor Kejaksaan dapat berjalan independen atau setengah-setengah," terangnya, dikutip RFE/RL.
Presiden Georgia itu menyebut pemanggilan dari Kejaksaan Georgia ini bersamaan dengan komentar dari Wakil Kepala Dewan Kemanaan Rusia, Dmitry Medvedev, yang mengatakan Zourabichvili seharusnya diturunkan dari jabatannya dan ditangkap.
Ia menambahkan, Kantor Kejaksaan Georgia punya tanggung jawab kepada rakyat yang mendesak investigasi secara langsung. Ia menyebut, investigasi kecurangan pemilu parlemen ini tidak membutuhkan bukti dan keterangan dari presiden.
2. Komisi Pemilu Georgia setujui perhitungan suara ulang parsial

Pada Selasa (29/10/2024), Komisi Pemilihan Umum Pusat Georgia akhirnya menyetujui perhitungan ulang sebagian suara pemilu parlemen. Putusan ini setelah protes besar-besaran terkait dugaan kecurangan pemilu.
"Untuk memastikan transparansi dalam pemilu parlemen, semua perwakilan yang sudah diotorisasi akan diundang untuk melihat dan mengobservasi secara langsung proses perhitungan suara ulang ini," tuturnya, dilansir Reuters.
Koalisi pengawas pemilu di Georgia, My Vote mengaku sudah menemukan bukti kecurangan pemilu skala besar di Georgia. Pihaknya akan memublikasikan foto, video, dan saksi mata untuk kepentingan observasi.
Berdasarkan hasil saat ini, Partai Georgian Dream berhasil memperoleh suara 54 persen atau 1,12 juta suara. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan gabungan perolehan suara beberapa partai oposisi di Georgia.
3. Swedia tangguhkan hubungan diplomatik dengan Georgia

Pada hari yang sama, Swedia memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Georgia di bawah pimpinan Partai Georgian Dream. Stockholm mendesak penyelenggaraan pemilu demokratik di negara Kaukasus Selatan tersebut.
"Swedia bersedia kembali membuka pintu jika Georgia mengarah kepada pembangunan demokratik. Namun, untuk sementara itu, Swedia menangguhkan hubunga diplomatik dengan pemerintah Georgia terkait masalah ini," ungkapnya, dilansir Politico.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan dan Kerja sama Internasional Swedia, Benjamin Dousa, mengatakan putusan ini sebenarnya sudah direncanakan sebelum penyelenggaraan pemilu parlemen di Georgia.
Sejauh ini, hanya beberapa negara yang bersedia mengakui klaim kemenangan Partai Georgian Dream dalam pemilu parlemen, termasuk di antaranya Azerbaijan, Armenia, Turki, Hungaria, dan China.