Profil David Perdue yang Digadang Jadi Dubes AS untuk China

- Senat AS mendukung David Perdue sebagai Duta Besar AS untuk China.
- Konfirmasi Perdue muncul di tengah ketegangan perdagangan dan geopolitik AS-China.
- Pengangkatan Perdue dipandang penting dalam menjaga komunikasi antara dua kekuatan di tengah persaingan ekonomi dan militer.
Jakarta, IDN Times - Senat Amerika Serikat (AS) mendukung mantan Senator Georgia, David Perdue, sebagai Duta Besar AS untuk China. Pemungutan suara Senat pada Selasa (29/4/2025), berjumlah 67-29 dengan empat senator tidak memberikan suara.
Selama sidang konfirmasi awal bulan ini, Perdue mengatakan bahwa AS harus mengambil pandangan yang bernuansa, non-partisan, dan strategis terhadap China. Ia dicalonkan oleh Presiden Donald Trump, yang mengatakan bahwa Perdue berperan penting dalam pelaksanaan hubungan kerja yang produktif dengan para pemimpin Negeri Tirai Bambu, dilansir BBC.
1. Perdue adalah seorang kritikus China
Konfirmasinya muncul di saat meningkatnya ketegangan antara Washington-Beijing, khususnya mengenai masalah perdagangan dan geopolitik. Pengangkatan Perdue dipandang penting, guna menjaga komunikasi antara dua kekuatan di tengah meningkatnya persaingan ekonomi dan militer. Ini termasuk masalah seputar Taiwan dan persaingan teknologi tinggi.
Perdue telah lama bersikap kritis terhadap Beijing. Dalam sebuah esai tahun lalu, ia menyebut Presiden China Xi Jinping sebagai 'kaisar modern'. Serta, menuduh negara itu berusaha menghancurkan kapitalisme dan demokrasi. Ia juga pernah dicap sebagai anti-Beijing oleh lembaga pemikir China saat bertugas di Kongres.
2. Latar belakang karier dan politik Perdue
Perdue menghabiskan sebagian besar karirnya di dunia bisnis. Ia pernah bekerja di sejumlah perusahaan, termasuk Dollar General dan Reebok. Pengalaman bisnisnya, termasuk waktu yang dihabiskan di Hong Kong selama 40 tahun, dipandang sebagai aspek kunci kualifikasinya.
Perdue pertama kali terjun ke dunia politik dengan keberhasilannya mencalonkan diri sebagai Senat dari Partai Republik pada 2014. Lalu, ia kehilangan kursinya dari Demokrat Jon Ossoff pada 2020.
Di tahun 2022, ia gagal untuk jabatan gubernur karena dikalahkan dari sesama Partai Republik, Brian Kemp. Selama pencalonannya, pria berusia 75 tahun itu mengulangi klaim palsu Trump tentang kecurangan pemilihan umum 2020.
3. Memanasnya hubungan AS-China

The Straits Times melaporkan, hubungan kedua negara menjadi tegang akibat penerapan tarif baru AS terhadap Beijing. Trump menjatuhkan tarif sebesar 145 persen pada sebagian besar barang China, atas apa yang dianggap pemerintahannya sebagai pelanggaran perdagangan oleh Beijing selama puluhan tahun. Merespons hal itu, China mengenakan tarif sebesar 125 persen pada produk AS.
Para ekonom secara umum memperingatkan bahwa tarif akan akan menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen AS, serta meningkatkan risiko resesi. Dampak dari perang dagang tersebut semakin terasa di dunia korporat.
Untuk meredakan ketegangan, Washington berulang kali memberi jaminan bahwa perundingan mengenai tarif sedang berlangsung. Namun, Beijing membantah perundingan tersebut.
"Izinkan saya menegaskan sekali bahwa China dan AS tidak terlibat dalam konsultasi atau negosiasi apapun mengenai tarif," kata Guo Jiakun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China pada konferensi pers awal pekan ini.