Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tentara Cadangan Israel Ogah Bertugas Lagi di Gaza 

ilustrasi tentara (unsplash.com/Diego González)
Intinya sih...
  • Jumlah tentara cadangan Israel yang bersedia bertugas di Gaza menurun drastis karena masalah politik.
  • Alasan keengganan termasuk pelanggaran kesepakatan pertukaran sandera, undang-undang pembebasan komunitas ultra-Ortodoks dari wajib militer, dan dorongan untuk melakukan kudeta yudisial.
  • Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza pada 18 Maret, menghancurkan gencatan senjata Israel-Hamas dan menyebabkan korban tewas lebih dari 50 ribu orang.

Jakarta, IDN Times - Jumlah tentara cadangan Israel yang bersedia kembali bertugas di Gaza dilaporkan telah menurun drastis karena masalah politik.

"Setelah Israel memutuskan untuk melanggar gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera serta melanjutkan pertempuran, militer mencatat penurunan motivasi di kalangan pasukan cadangan. Dalam 2 pekan terakhir, banyak prajurit cadangan memberi tahu komandan mereka bahwa mereka tidak akan melapor jika dipanggil kembali untuk bertugas," lapor surat kabar Israel, Haaretz, pada Jumat (28/3/2025).

Beberapa alasan di balik keengganan ini adalah keputusan pemerintah untuk memecat Kepala Shin Bet Ronen Bar, mengubah komposisi Komite Seleksi Yudisial, serta rencana pencopotan jaksa agung. Selain itu, para tentara juga khawatir atas tindakan pemerintah yang mengabaikan putusan Mahkamah Agung.

1. Penurunan mencapai 50 persen

Laporan menyebutkan bahwa jumlah tentara cadangan yang bersedia untuk kembali bertugas di Gaza turun hingga 50 persen. Banyak dari mereka menggunakan alasan kesehatan, finansal atau keluarga sebagai dalih untuk tidak bertugas.

"Alasannya adalah pelanggaran kesepakatan pertukaran sandera. Alasan kedua yang sering disebutkan adalah undang-undang yang membebaskan komunitas ultra-Ortodoks dari wajib militer dan dorongan untuk melakukan kudeta yudisial," ungkap seorang komandan senior cadangan.

Menurut hukum Israel, mereka yang menolak untuk memenuhi panggilan dinas militer dapat menghadapi hukuman penjara, denda, atau pemecatan. Namun, militer Israel menyadari bahwa memecat ratusan tentara cadangan setelah 18 bulan perang adalah hal yang sulit.

2. Israel dituding korbankan tentara dan sandera

Pekan lalu, Alon Gur, seorang navigator cadangan Angkatan Udara Israel selama 16 tahun, diberhentikan dari militer usai menyatakan kekhawatirannya terhadap berlanjutnya perang di Gaza.

“Saya bertemu dengan komandan skuadron saya dan memberi tahu dia bahwa saya sudah tidak bisa lagi. Batasnya terlewati ketika negara sekali lagi dengan sengaja menelantarkan warganya di siang bolong, pada titik di mana pertimbangan politik yang dingin dan sinis mengesampingkan segala pertimbangan lainnya,” tulis Gur di media sosialnya.

Ima Era, sebuah organisasi yang terdiri dari ibu-ibu tentara cadangan, juga mengkritik dimulainya kembali pertempuran. Mereka menuduh pemerintah sengaja mengorbankan para sandera dan tentara demi mengalihkan perhatian dari kasus korupsi dan kehancuran demokrasi Israel.

“Kita tidak bisa berdiam diri dan diam ketika anak-anak kita digunakan sebagai alat tawar-menawar politik dan sumber daya bagi kelangsungan hidup pemerintah yang telah kehilangan kepercayaan kita," kata organisasi tersebut, dilansir dari The Jerussalem Post. 

3. Korban tewas di Gaza capai lebih dari 50 ribu orang

Dilansir dari Anadolu, sedikitnya 855 orang tewas dan hampir 1.900 lainnya terluka sejak militer Israel kembali melancarkan serangan udara besar-besaran di Jalur Gaza pada 18 Maret. Tindakan tersebut menghancurkan kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas yang mulai diterapkan pada Januari 2025.

Dengan serangan terbaru ini, jumlah korban tewas akibat perang Israel di Gaza sejak Oktober 2023 telah mencapai lebih dari 50 ribu orang. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, persediaan makanan semakin menipis lantaran tidak ada bantuan baru yang masuk ke Gaza sejak awal Maret 2025. Israel telah menghentikan pengiriman semua pasokan bantuan ke wilayah tersebut sebagai respons atas penolakan Hamas terhadap proposal perpanjangan tahap pertama gencatan senjata.

"Kami hanya memiliki persediaan tepung untuk 4 hari lagi agar roti tetap dapat diproduksi di toko roti. Jadi, pada Minggu, produksi roti di sebagian besar wilayah Gaza akan terhenti, padahal roti merupakan makanan pokok yang penting bagi masyarakat di sini,” kata Gavin Kelleher, manajer akses kemanusiaan untuk Dewan Pengungsi Norwegia (NRC) di Gaza, dilansir dari The National.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us