Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ubah Gaza Jadi Zona Bencana, Israel Gunakan 75 Ribu Ton Bahan Peledak

Puluhan ribu rumah dan infrastruktur hancur sejak serangan brutal Israel yang membombardir wilayah Palestina pada 7 Oktober 2023. (twitter.com/UNRWA)

Jakarta, IDN Times - Sejak Israel melancarkan perangnya di Gaza pada 7 Oktober 2023, sebagai serangan balasan terhadap Hamas, daerah kantong tersebut telah mengalami kehancuran yang parah. Membangunnya kembali akan menjadi salah satu upaya rekonstruksi terbesar dalam sejarah modern. 

Dilansir Al Jazeera pada Kamis (13/2/2025), sejak perang meletus, Israel telah menjatuhkan setidaknya 75 ribu ton bahan peledak di Gaza. Lebih dari 90 persen rumah dan 88 persen sekolah telah rusak atau hancur. Ini ditambah dengan pemboman jalan, rumah sakit, pertanian, dan fasilitas pengolahan air.

Untuk saat ini, belum ada rencana yang jelas untuk rekonstruksi. Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan bahwa negaranya berencana mengambil alih Gaza dan akan mengusir penduduknya, yang dinilai kelompok hak asasi manusia sebagai pembersihan etnis. Usulan itu pun ditolak mentah-mentang oleh para pemimpin internasional.

Genosida Israel telah membunuh lebih dari 61.700 warga Palestina dan melukai 110 ribu lainnya, yang sebagian besar wanita dan anak-anak. Selain itu, masih banyaknya jenazah yang terkubur di bawah reruntuhan seberat 50 juta ton.

1. Dibutuhkannya pembangunan kembali kehidupan rakyat di Gaza

PBB memperkirakan bahwa butuh biaya sebesar 53 miliar dolar AS (sekitar Rp861,8 triliun) untuk membangun kembali Gaza. Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) yang dirilis tahun lalu mengungkapkan bahwa pembangunan itu mungkin memakan waktu setidaknya hingga 2040.

"Perkiraan UNDP tidak memperhitungkan semua infrastruktur fisik. Itu hanya perumahan. Kami tidak akan tahu biaya rekonstruksi yang sebenarnya sampai penilaian di lapangan dilakukan," kata Rami Alazzeh, seorang pejabat urusan ekonomi di Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan.

"Meski begitu, kami tahu biayanya akan mencapai puluhan miliar dolar. Prosesnya pun harus dimulai dengan membersihkan puing-puing," sambungnya.

Alazzeh menambahkan, pembersihan itu saja akan menelan biaya sekitar 1,2 miliar AS (Rp19,5 triliun). Namun, upaya tersebut akan menjadi rumit karena adanya persenjataan yang belum meledak, kontaminan berbahaya, dan ribuan mayat. 

Menurutnya, jauh dari infrastruktur fisik adalah membangun kembali kehidupan rakyat di Gaza. Kondisi perang telah menyebabkan pengangguran hingga 90 persen. Anak-anak telah kehilangan 16 bulan sekolah, dan orang-orang belum menerima perawatan medis yang memadai selama satu setengah tahun.

2. Bagaimana kondisi gencatan senjara Israel-Hamas saat ini?

Ilustrasi bendera Israel. (pexels.com/Leonid Altman)

Setelah perang Israel pada 2014 di Gaza, donor internasional menjanjikan 5,4 miliar dolar AS (Rp 87,7 triliun) untuk upaya pembangunan kembali jalan, rumah sakit, kompleks perumahan, dan proyek pertanian.

Lalu, kali ini rekonstruksi akan difokuskan pada area yang sama, tetapi tingkat kerusakan secara keseluruhan lebih besar dan situasinya tampak lebih genting.

Israel mengatakan bahwa pihaknya tidak akan membayar perbaikan kerusakan yang ditimbulkannya di Gaza. Pihaknya juga mengatakan tidak akan menerima kepemimpinan Hamas di Gaza.

Baru-baru ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengaskan bahwa Otoritas Palestina (PA), yang telah menguasai sebagian wilayah Tepi Barat, tidak akan memiliki peran dalam mengelola Gaza setelah perang.

Di sisi lain, fase ketiga perjanjian gencatan senjata antara Hamas-Israel menetapkan penarikan penuh pasukan Israel. Akan tetapi, jika Hamas tidak membebaskan tiga tawanan yang disepakati pada Sabtu, Netanyahu mengancam akan mengirim pasukan kembali ke Gaza dan membombardir wilayah kantong itu.

Hamas telah mengumumkan penghentian sementara pelaksanaan perjanjian gencatan senjata. Pihaknya beralasan pelanggaran berulang kali oleh Israel terhadap gencatan senjata.

3. Rencana Trump di Timur Tengah

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (x.com/POTUS)

Sementara itu, Trump mengisyaratkan rencananya, Gaza akan diserahkan kepada Washington oleh Israel. Penduduk Gaza pun didorong untuk pindah ke tempat lain, tanpa hak untuk kembali.

Bagi Trump, tanpa adanya warga Gaza, 'Riviera Timur Tengah' yang indah dan dimiliki Amerika akan bangkit dari abu, menyediakan ribuan lapangan pekerjaan, peluang investasi, dan akhirnya menjadi tempat bagi masyarakat dunia untuk hidup.

Usulan Trump itu dapat menandai perubahan terbesar dalam kebijakan AS di Timur Tengah dalam beberapa dekade. Serta, membalikkan konsensus internasional tentang negara Palestina yang terdiri dari Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, BBC melaporkan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us