UEA Bantah Suplai Senjata China ke RSF di Sudan

Jakarta, IDN Times – Uni Emirat Arab (UEA) membantah tuduhan bahwa mereka memasok senjata buatan China ke kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) di Sudan. Penolakan ini muncul sehari setelah Amnesty International merilis laporan yang menyebut keterlibatan UEA dalam distribusi senjata ke RSF.
Amnesty mengklaim telah memverifikasi rekaman yang menunjukkan RSF menggunakan bom berpemandu GB50A dan howitzer AH-4 dalam serangan di Khartoum dan Darfur. Laporan itu menyebut UEA sebagai satu-satunya pembeli howitzer tersebut dari China, mengutip data dari Stockholm International Peace Research Institute.
Salem Aljaberi, asisten menteri urusan keamanan dan militer UEA, menyampaikan penolakan resmi lewat media sosial.
“UEA dengan tegas menolak anggapan bahwa kami memasok persenjataan kepada pihak mana pun dalam konflik Sudan. Klaim ini tidak berdasar dan tidak memiliki bukti yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Aljaberi pada Jumat (9/5/2025), dikutip dari Gulf News.
1. UEA sebut tuduhan tidak didukung bukti dan laporan PBB
UEA menilai tuduhan dari Amnesty International tidak sejalan dengan temuan terbaru dari Panel Ahli Dewan Keamanan PBB. Aljaberi menyebut laporan PBB tidak menemukan bukti keterlibatan UEA dalam pengiriman senjata ke Sudan.
Ia juga menyebut sistem howitzer yang disorot dalam laporan Amnesty telah tersedia di pasar internasional selama hampir satu dekade. Menurutnya, menganggap hanya satu negara yang membeli atau mengirimkan sistem itu adalah asumsi yang keliru.
UEA juga menyerukan agar verifikasi informasi dilakukan dengan lebih ketat sebelum publikasi. Mereka menyatakan kembali posisi konsisten negara tersebut yang menolak mendukung pihak mana pun di medan perang Sudan.
2. Pemerintah Sudan tuduh UEA langgar kedaulatan negara

Dilansir dari Al Jazeera, Menteri Pertahanan Sudan, Yassin Ibrahim, secara terbuka menuduh UEA melanggar kedaulatan negaranya. Ia mengatakan UEA mendukung RSF dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap pemerintahan resmi Sudan.
Menanggapi hal itu, pemerintah Abu Dhabi membantah tuduhan tersebut dan menolak mengakui legitimasi pemerintahan Sudan yang diakui secara internasional. Ketegangan ini membuat Sudan mengambil langkah ekstrem dengan memutus hubungan diplomatik dengan UEA.
Tuduhan serupa juga pernah diarahkan ke UEA oleh berbagai organisasi internasional, termasuk PBB dan Amerika Serikat. Namun, negara tersebut secara konsisten membantah semua tuduhan tersebut selama bertahun-tahun terakhir.
3. Serangan drone ke Port Sudan perparah krisis kemanusiaan

Kelompok RSF meningkatkan serangan drone jarak jauh ke wilayah timur Sudan, termasuk ke Port Sudan yang menjadi pusat operasi militer pemerintah. Kota ini diserang selama enam hari berturut-turut hingga Jumat (9/5/2025).
Seorang pejabat militer mengatakan bahwa sistem pertahanan udara telah menembak jatuh beberapa drone milik musuh. Namun, saksi mata menyebut sejumlah infrastruktur penting mengalami kerusakan parah, termasuk bandara internasional, fasilitas penyimpanan bahan bakar terbesar, dan pembangkit listrik utama.
Port Sudan adalah pusat distribusi bantuan kemanusiaan utama negara itu. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa serangan ini bisa memperburuk kebutuhan kemanusiaan dan menghambat operasi bantuan di Sudan, menurut juru bicaranya.