Bincang Mantan: Kata Siapa Bahagia Itu Sederhana?

Oleh Adelia Putri dan Bisma Aditya
JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.
Bisma: Bahagia itu cuma perkara mau atau tidak saja
“Bahagia itu sederhana” adalah ungkapan yang sering banget kita lihat dipakai orang untuk caption di medsos-nya. Tapi anehnya, kalau post itu fakir like dan comment, bisa mendadak bad mood itu yang nge-post.
Perkembangan zaman biasanya disalahin karena membuat syarat kebahagiaan seseorang juga ikut berkembang. Argumennya, dulu manusia bisa sangat bahagia se-simpel kalau bisa memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan, papan. Tapi sekarang, setelah banyak “mainan” baru, hal maya macam angka di sebelah gambar hati di bawah foto di aplikasi handphone kita pun jadi punya andil dalam menentukan kebahagiaan. Sungguh jauh dari kata sederhana.
Yang ribet-ribet macam ini nih yang bikin populasi orang tidak bahagia bahkan stres semakin bertambah di dunia.
Kalau menurut saya sih, bahagia masih sederhana kok sebetulnya, karena bahagia kita seharusnya tidak terpengaruh oleh apapun yang ada di luar sana. Kita sendiri yang menentukan apakah kita mau bahagia atau tidak.
Saya punya lho teman, pengacara, sukses, uang banyak, teman banyak, tapi kerjaannya mengeluh terus. Ada aja yang dikeluhkan. Mulai dari kemacetan Jakarta, post medsos-nya sepi, sampai baca berita gosip artis pun bisa bikin dia sebal sendiri.
Bandingin sama saya yang baru-baru ini naik ojek online dan dari waktu dia jemput saya dia udah siul-siul. Sepanjang jalan di tengah panas dan macetnya Jakarta dia tetap ceria bahkan nyanyi-nyanyi. Waktu saya tanya kenapa macet gini tetap happy, dia jawab, “Iya lah Mas, saya bersyukur dapet penumpang jadi saya nanti bisa nabung buat beliin ayam KFC untuk anak saya yang minggu depan ulang tahun,” kemudian dia lanjut nyanyi.
Dua orang ini hidup di dunia pada waktu dan masa yang sama lho. Bedanya, yang satu beruntung dan yang satunya lagi kurang beruntung, dan kita tahu pasti yang mana yang masuk ke kategori mana. Iya kan? (clue: kebahagiaan adalah sebesar-besarnya keberuntungan).
Ketika orang yang tidak punya apa-apa bisa bahagia dan memaknai kehidupan, kenapa kamu yang punya segalanya justru merasa tidak bahagia sih? Seakan-akan kamu tuh memang sengaja banget mencari alasan untuk tidak bahagia.
Di antara semua yang bisa di syukuri, kamu malah mencari dan melihat satu hal kecil enggak penting yang tidak sesuai pemahaman kamu, dan memutuskan untuk hanyut ke arus ketidakbahagiaan. Yakin mau kayak gitu terus?
Ayolah, kamu, terutama anak-anak muda, cheer up!! Kamu punya segalanya kok untuk bisa bahagia. Yang menentukan kamu bahagia atau tidak tuh, ya diri kamu sendiri. Bukan orang lain, bukan pandangan orang lain, bukan jumlah like di medsos, bukan kamu dapat pacar atau tidak, bukan kamu punya segalanya atau tidak, intinya adalah kamu mau bahagia atau tidak? Itu yang penting!!!
Ayo lah, negeri ini butuh anak muda yang optimis dan ceria, bukan generasi galau enggak jelas kayak yang kita lihat belakangan ini. Percaya deh kalau kamu bisa bahagia kalau kamu mau. Bahagia itu sederhana kok, cuma perkara mau atau tidak aja.
Btw, sepanjang jalan, si driver ojek nyanyi lagu d’Masiv yang ini habis cerita soal KFC: “Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah. Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik.”
Jujur, saya sih tersentil, kamu?
Ayo cheer up!!
Adelia: Kata siapa sederhana?
Bahagia itu sederhana, katanya.
Tapi sayangnya untuk mencapai tahapan "bahagia" itu tidak sederhana sama sekali — makanya banyak program meditasi, self-healing, dan lain-lain yang tumbuh subur di Bali.
Iya, hal-hal sesimpel bisa nonton Netflix di hari kerja, disapa gebetan, atau diberi tambahan cilok gratis sama abang langganan memang bikin bahagia, tapi mungkin hanya sesaat, paling lama sehari.
Begitu juga dengan pencapaian material. Mungkin gaji besar bisa memberikan ketenangan finansial: paling tidak kamu tidak perlu berpikir bisa makan atau tidak besok. Ketenangan itu bisa jadi sumber kebahagiaan, tapi bukan jadi satu-satunya faktor. Kamu pasti pernah dengar ada pepatah "money cant buy you happines" (ah, yang benar?). Tapi buat saya punya kebebasan finansial adalah salah satu cara untuk mencapai kebahagiaan. Memangnya kamu tidak senang kalau bisa menghajikan orang tuamu?
Tapi untuk mencapai tahapan di mana kita bisa merasa cukup dan puas dengan hidup, tidak mengeluh namun tidak berhenti untuk mencapai yang lebih baik, butuh usaha lebih dan perjalanan pendewasaan diri.
Pendewasaan diri itu kembali ke masing-masing orang. Kamu bisa saja ikut berbagai training untuk memperbaiki "kesehatan mental", saya sendiri sudah menjalani bermacam-macam seminar, dari tentang kebiasaan efektif bagi remaja, pelatihan kecerdasan emosional dan spiritual, hingga seminar absurd macam quantum ikhlas. Apakah itu membantu? Mungkin ya, mungkin tidak. Pelatihan tersebut memang memberikan beberapa poin yang bisa diaplikasikan dalam hidup, namun yang tidak jelas pun banyak. Akhirnya, perjalanan dan masalah hidup yang saya hadapi lah yang berhasil memberikan "kebahagiaan" dan ketenangan diri.
Saya setuju dengan Mas di atas, bahwa bersyukur dan merasa cukup dengan diri sendiri adalah kunci utama untuk mencapai bahagia — atau saya lebih suka menyebutnya dengan "ketenangan". Just be okay with yourself. Enggak gampang, memang, tapi bukan tidak mungkin.
Kalau saya boleh memberikan saran, cobalah membagi sumber kebahagiaanmu ke dalam faktor-faktor kecil. Saya sendiri punya gratitude list untuk mencatat hal-hal baik yang terjadi pada saya, sehingga ketika sesuatu hal yang buruk terjadi, saya bisa melihat daftar tersebut dan sadar kalau masih ada banyak hal baik yang patut disyukuri. Ibaratnya, tak apa pacar hilang asal gebetan masih banyak, atau hmmm, diversifikasi investasi, mungkin? Jadi, kalau satu hilang atau rusak, masih banyak cadangan.
Sekali lagi, just be okay with yourself. Kalau kata Tante Whitney, the greatest love of all is loving yourself. Iya emang enggak gampang, tapi coba mulai dari sekarang, deh. Jangan gampang menyalahkan diri sendiri, mulai maafkan diri sendiri atas kesalahan lalu, mulai hargai semua pencapaian sekecil apapun itu, lama-lama kamu akan sadar kalau kamu baik-baik saja. Kamu bahagia.
Adelia adalah mantan reporter Rappler yang kini berprofesi sebagai konsultan public relations, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya.
—Rappler.com