Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gak Ada Skripsi, Mahasiswa Bisa Buat Proyek Atau Prototipe

Ilustrasi mahasiswa (freepik.com/drobotdean)

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam, mengatakan pihaknya akan mengawasi secara ketat penerapan Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 terkait transformasi pendidikan tinggi.

“Ini memang masih jadi pekerjaan rumah kita, karena masih ada kampus nakal yang tidak menjalankan proses pembelajaran yang sesuai aturan. Akhirnya hanya sekadar menjadi pabrik ijazah,” kata Nizam dalam acara Ngobrol Santai Ditjen Diktiristek di Jakarta, dilansir ANTARA, Jumat (1/9/2023).

1. Mahasiswa bisa garap proyek dan prototipe

Ilustrasi mahasiswa (ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki)

Nizam mengingatkan ketidakwajiban melakukan riset seperti skripsi untuk S1, tidak akan secara langsung memudahkan mahasiswa memperoleh kelulusan, karena mengerjakan proyek dan prototipe tidak kalah sulit.

Nizam menegaskan peraturan ini dibuat bukan untuk memudahkan kelulusan, melainkan fokus pada kompetensi lulusan yang dihasilkan, sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan dan kriteria lapangan pekerjaan saat ini.

Selain skripsi, mahasiswa bisa memilih mengerjakan prototipe, proyek, menyelesaikan suatu masalah dalam sebuah perusahaan dan sebagainya, sebagai persyaratan kelulusan mereka.

“Bukan jadi lebih mudah (tidak wajib skripsi), namun menjadi lebih banyak pilihan yang sesuai kebutuhan mahasiswa, dunia kerja, dan warna dari masing-masing perguruan tinggi,” kata Nizam.

2. Ada dua aspek kebijakan baru

Ilustrasi - Mahasiswa bersama dosen jurusan Ekonomi Pembangunan UNILA melakukan aksi sosial dengan memberikan donasi kepada mahasiswa terdampak COVID-19, Bandar Lampung, Jumat (24/4/2020). ANTARA/HO-HIMEPA

Nizam menjelaskan penerapan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tersebut harus dilakukan secara ketat, karena peraturan ini memerdekakan perguruan tinggi, baik dari sisi kampus, mahasiswa, hingga dosen.

Secara detail, terdapat dua aspek dalam kebijakan ini, yaitu memerdekakan standar nasional pendidikan tinggi, serta sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial.

3. Pengawasan juga melibatkan masyarakat

Ilustrasi - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara bersama beberapa elemen mahasiswa lainnya menggelar kegiatan vaksinasi COVID-19 di Universitas Bhayangkara (Ubhara) Jakarta Raya, Bekasi, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/HO-BEM Nusantara)

Pengawasan dilakukan secara ketat, terutama karena Permendikbudristek mengizinkan mahasiswa S1 lulus dengan persyaratan selain membuat sebuah riset atau skripsi, serta tidak adanya kewajiban tesis dan disertasi mahasiswa S2 dan S3 untuk masuk jurnal.

Nizam menjelaskan nantinya pengawasan akan dilakukan melalui eksternal, yaitu akreditasi serta pengawasan dari masyarakat di lapangan, sehingga diharapkan dapat memberikan laporan jika ditemukan kampus nakal yang memanfaatkan untuk keuntungan pribadi.

“Pengawasan lewat inspektorat jenderal, melalui tim direktorat kelembagaan, dan laporan dari pendidikan tinggi juga,” ujarnya.

 

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us