Jejak Tokoh Penting Kolonial Belanda di Museum Taman Prasasti

- Museum Taman Prasasti adalah bekas pemakaman khusus orang-orang Belanda di Batavia, didirikan pada 1795 karena wabah penyakit.
- Pemakaman ini ditutup tahun 1977 dan diresmikan menjadi museum, menyimpan nisan marmer, kereta jenazah, prasasti, dan peti jenazah Presiden Sukarno dan Hatta.
- Koleksi lainnya termasuk makam tokoh penting seperti arsitek Gereja Katedral Jakarta, Marius J. Hulswit, istri Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Raffles, dan aktivis Soe Hok Gie.
Jakarta, IDN Times - Pernahkah kamu berwisata ke pemakaman tua yang menyimpan jejak kolonial Belanda? Museum Taman Prasasti yang terletak di Jalan Tanah Abang I, Gambir, Jakarta Pusat, menawarkan pengalaman tak biasa bagi para pencinta sejarah. Di sini, kamu bisa menemukan koleksi nisan antik, peti jenazah, hingga kisah-kisah kelam masa lalu yang jarang dijumpai di museum lain.
Lantas, bagaimana awal mula berdirinya museum ini dan koleksi unik apa saja yang bisa kamu lihat? Simak informasinya berikut ini.
1. Awal mula dan perkembangan museum

Awalnya, museum ini difungsikan sebagai pemakaman khusus bagi orang-orang Belanda yang mengemban jabatan penting di Batavia kala itu. Lahan tersebut mulai digunakan pada 1795 untuk menggantikan tempat pemakaman lain di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk (sekarang menjadi Museum Wayang) yang sudah penuh.
Guide (bukan nama sebenarnya) menceritakan, saat itu Batavia tengah dilanda wabah penyakit, seperti muntaber atau diare dan malaria. Akibatnya, banyak masyarakat Batavia yang tewas sehingga halaman di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk tidak dapat menampung banyaknya jenazah.
“Dulunya, Museum Taman Prasasti adalah tempat pemakaman khusus untuk orang-orang penting di Batavia. Pemakaman ini adalah pemakaman kedua, yang utamanya di Nieuw Hollandsche Kerk (sekarang menjadi Museum Wayang). Karena saat itu Batavia kena wabah pandemi, seperti malaria dan diare, akhirnya banyak masyarakat yang tewas. Terus karena pada saat itu banyak sekali warga yang meninggal, halaman gereja tuh nggak mampu lagi menampung banyaknya jenazah yang meninggal saat itu,” terang Guide kepada IDN Times, Selasa (15/4/2025).
Merespons hal itu, pemerintah kolonial akhirnya mencari lahan baru di bagian selatan kota Batavia untuk dijadikan kompleks pemakaman baru. Pemakaman kedua ini disebut Kerkhof Laan. Namun, karena masyarakat pribumi kala itu tidak mahir dalam berbahasa Belanda, lokasi ini pun disebut Kebon Jahe Kober.
“Karena penuh, pemerintah kolonial mencari lahan baru di bagian selatan yang jauh dari kota Batavia untuk dijadikan pemakaman dan dikenal sebagai Kerkhof Laan,” tambah Guide.
Dua abad setelahnya, tepatnya pada 1974 hingga 1977, dilakukan pemugaran dan pemakaman ini ditutup. Jenazah di dalamnya dipindahkan ke Ereveld Menteng Pulo maupun Ancol dan sebagiannya lagi dibawa pulang oleh keluarga ke tempat asalnya. Setelah dilakukan pemugaran, pada 1977 diresmikan menjadi museum oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin.
2. Beragam koleksi unik, dari batu nisa hingga peti mati

Museum Taman Prasasti menyimpan beragaman koleksi unik, salah satunya adalah nisan marmer lengkap dengan ukiran nama, gelar, dan kutipan dalam bahasa Belanda atau latin. Beberapa nisan bahkan memuat nama tokoh penting di Batavia, seperti pejabat tinggi pemerintahan, arsitek, dokter, bahkan pastor.
Selain nisan, terdapat juga koleksi kereta jenazah antik, prasasti, dan patung dari masa kolonial. Salah satu yang cukup menarik perhatian adalah koleksi peti jenazah yang digunakan saat pemakaman Presiden Sukarno dan Hatta.
“Kalau disini koleksinya macam-macam, yang utamanya batu nisan. Kemudian, kereta jenazah untuk mengangkut jenazah saat itu dan ada juga kereta yang dihibahkan dari Pak Jokowi. Selain itu, ada peti jenazah Pak Karno dan Pak Hatta.” jelasnya.
3. Tokoh-tokoh penting yang dimakamkan

Guide menambahkan, orang-orang yang dimakamkan di sini ialah orang penting di Batavia, salah satunya arsitek Gereja Katedral Jakarta, Marius J. Hulswit.
Tak hanya orang-orang Belanda saja, beberapa tokoh penting dari Inggris maupun Indonesia juga dimakamkan di sini, misalnya istri dari Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Raffles, mahasiswa pencetus Mapala UI sekaligus aktivis Orde Baru, Soe Hok Gie, dan lain sebagainya.