Kementerian HAM soal Kasus Kapolres Ngada: Kikis Kepercayaan Publik

- Kasus kekerasan anak oleh AKBP Fajar di Ngada adalah tindakan keji yang melanggar rasa kemanusiaan.
- Pemerintah perlu memberikan hukuman serius dan pemulihan bagi korban, sesuai dengan konvensi hak anak dan undang-undang perlindungan anak.
Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian HAM, Munafrizal Manan, mengatakan, kasus kekerasan anak yang dilakukan Kapolres nonaktif Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukan Sumaatmaja, adalah tindakan keji yang melanggar dan mencederai rasa kemanusiaan.
Menurutnya, tindakan kriminal semacam ini perlu mendapatkan hukuman yang serius karena tidak hanya mencoreng nama instansi, tetapi juga mengikis kepercayaan publik pada komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak anak.
"Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak dan amanat dari undang-undang perlindungan anak, maka seyogyanya pemerintah baik pusat maupun daerah benar-benar berperan aktif dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual," kata Munafrizal, Kamis (13/3/2025).
1. Hak anak terlindungi termuat pada UU HAM pasal 52

Dia mengimbau, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan tidak melupakan upaya pemulihan bagi anak korban. Mulai dari pengobatan fisik, psikis, sosial, pendampingan psikososial, hingga pendampingan hukum.
Sebab anak masuk dalam kelompok rentan, maka mereka harus mendapatkan perlindungan khusus.
"Perlindungan sudah semestinya menjadi tanggung jawab semua pihak, yaitu orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara termasuk aparat penegak hukum. Tentunya sebagaimana tertuang pada Undang-Undang HAM Pasal 52," kata dia.
2. Kerentanan anak di dunia digital

Penyebaran konten kekerasan seksual yang menimpa anak ke situs porno oleh AKBP Fajar, menurut Munafrizal menunjukkan kerentanan anak di dunia digital. Anak juga rawan menjadi objek pelanggaran kekerasan seksual di dunia digital.
"Oleh karena itu kami di KemenHAM mendorong ditegakannya ketentuan terkait perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik serta mendorong segera dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata Munafrizal.
3. Perlu sinergi wujudkan perlindungan anak dari kekerasan seksual

Dia mengungkapkan, perlu adanya sinergi semua pihak untuk mewujudkan perlindungan anak khususnya perlindungan dari kekerasan seksual sehingga dapat tercipta lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak.
"Kita semua tentu berharap jangan ada kasus semacam ini lagi terjadi di kemudian hari, terlebih jika pelakunya merupakan aparat penegak hukum," kata dia.