Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Perempuan: Kekerasan Seksual Pengungsi Belum Ditangani Optimal

IDN Times/Vanny El Rahman

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti bagaimana kekerasan seksual masih mengintai perempuan dan anak pengungsi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Terkait pengungsi dari luar negeri, Satuan Tugas Pengungsi dari Luar Negeri yang dikoordinasi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) telah dibentuk. Sementara di level lokal, Satgas Pengungsi Luar Negeri dikoordinasikan Kesbangpol dan diketuai Dinas Sosial, namun sayangnya Komnas Perempuan menilai keberadaannya belum optimal.

"Hingga saat ini Satgas Pengungsi Luar Negeri belum optimal dalam penanganan dan masih mengalami kebingungan di lapangan, karena kendala operasional," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, saat memperingati hari Pengungsi Sedunia, Rabu (21/6/2023).

Komnas Perempuan mengungkapkan, perempuan dan anak-anak pengungsi cukup banyak dan kerap mengalami kekerasan berbasis gender (KBG), termasuk kekerasan seksual, baik saat berada di negara asal, dalam perjalanan mengungsi, saat tiba dan saat berada di rumah pengungsian.

1. UPTD PPA tak serta merta terima pengungsi penyintas kekerasan berbasis gender dari luar negeri

Ilustrasi kekerasan pada perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Andy mencontohkan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M), sebuah organisasi perempuan, menemukan dalam kajian mereka bahwa Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) tidak serta-merta menerima pengungsi penyintas kekerasan berbasis gender dari luar negeri, dengan alasan anggaran mereka khusus dialokasikan untuk penyintas Indonesia.

Sementara di banyak tempat pengungsian internal, banyak kasus kekerasan seksual belum menggunakan UU TPKS sebagai alas hukumnya. 

“UU TPKS ini penting disosialisasikan di tempat-tempat pengungsian agar mereka memahami bahwa ada kebijakan perlindungan terkait kekerasan seksual. Upaya sosialisasi ini perlu diinisiasi oleh pemerintah pusat dan daerah, terutama instansi yang terkait dengan penanganan pengungsi ini. Diharapkan dengan sosialiasi UU TPKS ini upaya pelindungan korban kekerasan seksual semakin kuat dan sinergis,” kata Andy.

2. UU TPKS perlu digunakan hadapi kasus kekerasan seksual di pengungsian

Ilustrasi rumah pengungsian. ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan

Komnas Perempuan juga mengungkapkan integrasi perspektif keadilan gender penting diterapkan. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan maupun dalam pengawasan pengungsi, baik yang berasal dari luar negeri maupun di dalam negeri. 

Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, menjelaskan perspektif korban berbasis gender dan implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), penting digunakan dalam persoalan ini.

"Berdasarkan data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), per September 2021, jumlah pengungsi yang terdaftar di Indonesia mencapai 13.273 orang. Dari jumlah tersebut, 73 persen adalah orang dewasa dan 26 persen nya adalah perempuan, dan 27 persen adalah anak-anak dengan pengungsi terbanyak berasal dari Afganistan,” kata Theresia.

Sementara dari data dalam negeri, berdasarkan data lembaga Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC), Indonesia masuk dalam sepuluh negara dengan jumlah pengungsi internal terbanyak di dunia. Selama 2010-2021, jumlah pengungsi internal meningkat hingga enam kali lipat.

3. Beragam aturan yang dikeluarkan pemerintah

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menyoroti kerentanan perempuan dan anak pengungsi luar dan dalam negeri, yang kerap mengalami kekerasan, mulai dari pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perkawinan usia anak, kehamilan yang tidak dinginkan, dan masalah gangguan psikologis lainnya. 

“Sebagai wujud tanggung jawab negara, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016, tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Pasal 27 Perpres tersebut mengatur pengungsi dengan kebutuhan khusus yakni sakit, hamil, penyandang disabilitas, anak dan lansia mendapatkan penanganan khusus sesuai kebutuhan. Sedangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Koordinasi Perlindungan Anak dalam Pasal 7 mengatur tentang perlindungan khusus anak juga dilakukan kepada anak dalam situasi darurat (bencana atau konflik),” kata Alimatul.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Rochmanudin Wijaya
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us