KPAI Nilai Penanganan Kasus Anak di Polri Masih Diskriminatif

- Penanganan perkara anak lamban dan tidak transparan
- Dorong peningkatan jumlah Penyidik Anak dan Polisi Wanita
- Penanganan kasus kepolisian tanpa melibatkan instansi lain
Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria Apituley menekankan agenda reformasi Polri harus secara serius memasukkan aspek perlindungan anak dalam praktik penegakan hukum. Dia menyebut hasil pengawasan KPAI masih menemukan tingginya diskriminasi dan kekerasan terhadap anak yang melibatkan aparat penegak hukum, baik sebagai pelaku langsung maupun akibat pembiaran.
”Hasil pengawasan KPAI menunjukkan masih banyaknya diskriminasi dan kekerasan terhadap anak yang melibatkan aparat penegak hukum, baik sebagai pelaku langsung maupun karena pembiaran,” ujar Sylvana, saat menghadiri undangan Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin Prof. Jimly Asshiddiqie dikutip Jumat (19/12/2025).
1. Penanganan perkara yang melibatkan anak kerap lamban

Sylvana menjelaskan, temuan tersebut bersumber dari pengaduan masyarakat, pemantauan pemberitaan media, serta pengawasan langsung di lapangan. Dalam banyak kasus, penanganan perkara yang melibatkan anak dinilai lamban atau mengalami delay injustice.
Sejumlah laporan ke kepolisian juga tidak diproses secara transparan, cepat, tuntas, dan adil. Catatan tersebut telah disampaikan kepada kepolisian sebagai bahan masukan reformasi struktural.
2. Dorong peningkatan jumlah Penyidik Anak dan Polisi Wanita

Dia menegaskan perlunya aparat kepolisian menerapkan perspektif hak anak dan kepatuhan hukum dalam setiap penanganan kasus.
”Kami mendesak agar Polisi selalu menggunakan perspektif hak anak dan taat hukum dalam menangani setiap kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap anak. Khususnya dalam mengimplementasikan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hal ini merupakan salah satu bagian kunci dari reformasi Polri,” ujar Sylvana.
Selain itu, KPAI juga mendorong peningkatan jumlah Penyidik Anak dan Polisi Wanita, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas serta pemahaman perspektif hak anak. Menurut Sylvana, minimnya penyidik anak dan polwan dalam sejumlah kasus berdampak langsung pada terpenuhinya keadilan bagi anak sebagai korban.
“Ketiadaan penyidik anak dan polwan dalam sejumlah penanganan kasus hukum yang melibatkan anak sangat berdampak terhadap keadilan bagi anak sebagai korban,” tegas Sylvana.
3. Penanganan kasus ditangani kepolisian tanpa melibatkan instansi lain

Komisioner KPAI Kawiyan menambahkan, koordinasi Polri dalam menangani kasus yang melibatkan anak perlu dilakukan dengan mengutamakan kepentingan terbaik anak, bukan semata pendekatan penegakan hukum. Dia mendorong penguatan koordinasi internal Polri serta kerja sama dengan kementerian, lembaga terkait, dan UPTD di daerah.
Berdasarkan pengawasan KPAI, banyak kasus kekerasan yang ditangani kepolisian tanpa melibatkan instansi lain, padahal anak yang terlibat sebagai korban maupun pelaku membutuhkan tindak lanjut berupa rehabilitasi dan pemulihan secara fisik, psikis, dan psikologis.
“Padahal, anak-anak yang terlibat dalam kasus kekerasan baik sebagai korban maupun pelaku, juga memerlukan tindak lanjut penanganan seperti rehabilitasi dan pemulihan, baik pemulihan fisik, psikis, maupun psikologis,” kata Kawiyan.



















