Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Pesantren

Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren (dok. Istimewa)
Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren (dok. Istimewa)
Intinya sih...
  • Majelis Masyayikh susun sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren
  • Sistem meliputi SPMI dan SPME, bertujuan pastikan pendidikan pesantren diakui setara dengan pendidikan umum

Jakarta, IDN Times – Majelis Masyayikh tengah menyusun sistem penjaminan mutu pendidikan khusus bagi pesantren, sebagai bentuk implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Langkah ini diambil untuk menjaga kekhasan pendidikan pesantren sekaligus mendorong peningkatan kualitasnya dalam sistem pendidikan nasional.

Sistem penjaminan mutu ini mencakup dua dokumen utama, yakni Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), yang ditujukan untuk pesantren dengan sistem pendidikan nonformal. Tujuannya memastikan pendidikan berbasis kitab kuning, dan nilai-nilai pesantren mendapat pengakuan dan perlakuan setara dengan pendidikan umum.

Penyusunan dokumen ini dirancang untuk menjadi kerangka kerja yang sistematis, tanpa menghilangkan ciri khas dan kemandirian pesantren yang telah lama menjadi bagian penting dari pendidikan di Indonesia. Nantinya, dokumen ini akan menjadi dasar dalam proses rekognisi dan afirmasi bagi para santri dan pengajar di lingkungan pesantren.

Proses penyusunan dokumen SPMI dan SPME diawali dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada 15–17 Mei 2025 di Tangerang Selatan. Kegiatan ini melibatkan para praktisi pendidikan pesantren, akademisi, pengamat, serta perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag).

1. Keberagamaan sistem di pesantren menjadi tantangan tersendiri

Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren (dok. Istimewa)
Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren (dok. Istimewa)

Ketua Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghaffar Rozin menyampaikan, keberagaman sistem dan jenjang pendidikan di pesantren menjadi tantangan tersendiri dalam membangun standar mutu yang seragam. Oleh karena itu, penyusunan sistem penjaminan mutu menjadi sangat penting dalam menjawab tantangan tersebut.

“Tantangan terbesar kita adalah adanya disparitas, variasi, dan standar masing-masing pesantren yang sangat berbeda-beda dengan dua kategori yang juga berbeda; pesantren berjenjang dan tidak berjenjang,” ujar Rozin dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).

2. Sistem penjamin mutu harus berlandaskan pada nilai-nilai pesantren

Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren (dok. Istimewa)
Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjamin Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren (dok. Istimewa)

Ia juga menekankan, sistem penjaminan mutu yang dibangun harus berlandaskan pada nilai-nilai inti pesantren, seperti akhlak dan akidah. Kedua nilai tersebut dinilainya perlu menjadi prioritas dalam sistem penjaminan mutu agar mendapat pengakuan dari negara.

“Selain keilmuan, kita secara serius mendudukkan bahwa cita-cita akhlak dan akidah, cita-cita karakter enjadi prioritas pertama kita dalam menyusun sistem penjaminan mutu ini. Bagaimana kemudian nanti sistem penjaminan mutu ini dilaksanakan, asesmen, hingga level akhir administrasi yakni ijazah/syahadah,” ucap dia.

Rozin juga menyoroti pentingnya penguatan kompetensi para guru pesantren dalam memahami dan mengajarkan kitab kuning secara metodologis, agar proses belajar-mengajar lebih kritis dan kontekstual.

“Kitab kuning merupakan teks yang hidup, perlu dikembangkan dan dikaji secara metodologis, agar penjaminan mutu ini membuka kesadaran dan pola pikir tidak hanya kepada para santri lebih-lebih kepada para gurunya,” kata dia.

3. Ada 42 ribu pesantren di Indonesia

Suasana pesantren Darul Ma’ruf, Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. IDN Times/ Riyanto.
Suasana pesantren Darul Ma’ruf, Desa Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. IDN Times/ Riyanto.

Sementara itu, anggota Majelis Masyayikh Divisi Pendidikan Dasar dan Menengah, Nyai Hj. Badriyah Fayumi menekankan, pendidikan nonformal merupakan bentuk paling otentik dari pesantren dan memiliki populasi terbesar. Negara, menurutnya, wajib memberikan pengakuan yang setara bagi pendidikan ini.

“Majelis Masyayikh berkomitmen rekognisi dan afirmasi yang dilakukan akan menjangkau semua tipologi, kategori, dan semua santri. Sehingga tidak ada satupun santri di Indonesia yang belajar secara serius tetapi tidak mendapatkan pengakuan negara,” ujar Badriyah.

Badriyah mengungkapkan, salah satu tantangan terbesar saat ini adalah kurangnya data pendidikan nonformal pesantren yang valid dan lengkap. Padahal data tersebut penting sebagai dasar pembuatan kebijakan.

“Saat ini terdapat sekitar 42.000 pesantren, namun data pendidikan nonformal pesantren yang saat ini ada belum sepenuhnya lengkap,” kata dia.

Direktur Pesantren Kemenag sekaligus Kepala Sekretariat Majelis Masyayikh,
Basnang Said menyampaikan, Kementerian Agama mendukung penuh langkah-langkah penguatan pesantren, termasuk dalam hal penjaminan mutu dan pengakuan legalitas pendidikan.

“Kami berkomitmen dan akan terus mengawal kebijakan pesantren, apa yang menjadi hak dari pesantren para kiai dan santri,” ujar Basnang.

Basnang berujar, santri pesantren memiliki hak yang sama untuk mendapatkan ijazah sebagai bentuk pengakuan negara atas proses pendidikan yang mereka jalani selama bertahun-tahun.

“Santri yang mengikuti pendidikan formal dengan belajar mulai pagi sampai siang lulus mendapatkan ijazah, artinya diakui negara. Namun, ketika santri kembali ke asrama pesantren untuk belajar dari sore sampai malam dengan metode yang berbeda, kitab yang berbeda, guru yang berbeda, lulus dari pesantren tidak mendapat ijazah,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Ilman Nafian
Jujuk Ernawati
Muhammad Ilman Nafian
EditorMuhammad Ilman Nafian
Follow Us