Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Meningkatnya Ancaman terhadap Aktivis LGBT di Indonesia

Ilustrasi oleh Rappler

JAKARTA, Indonesia — Isu terkait kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) sedang hangat dibicarakan. Banyak pro kontra yang meliputi isu ini, baik di kalangan masyarakat, aktivis, hingga para politisi.

Perlakuan diskriminatif terhadap kelompok LGBT sudah sering terdengar. Salah satu yang terbaru adalah penangkapan para waria di Aceh dalam penggerebekan yang dilakukan Polres Aceh Utara pada Sabtu, 27 Januari lalu.

Ancaman juga terjadi pada para aktivis yang kerap membantu para LGBT mendapatkan haknya di Indonesia. Organisasi internasional pembela para aktivis, Front Line Defenders melaporkan bahwa sepanjang tahun 2017 ancaman terhadap para aktivis LGBT di Indonesia terus meningkat.

Front Line Defenders melakukan wawancara mendalam dengan 25 orang aktivis LGBT di Indonesia yang bertempat di Jakarta, Aceh, Makassar, dan Yogyakarta pada Juli 2017 lalu. Hasil wawancara tersebut kemudian dirilis dalam laporan yang diluncurkan pada Desember 2017 yang menunjukkan setidaknya empat bentuk ancaman yang diterima para aktivis LGBT sepanjang tahun 2017.

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20180130/lgbt-indonesia-graphic-27280701c71881b24cfe5f9908272ff4.jpg

Ancaman kekerasan dan pembunuhan di media sosial

Bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh para aktivis LGBT. Sebanyak 23 dari 25 aktivis LGBT yang diwawancarai Front Line Defenders mengaku pernah mendapatkan ancaman pembunuhan dan kekerasan yang ditujukan secara pribadi kepada mereka.

Semakin meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia juga diiringi dengan meningkatnya ancaman yang mereka dapatkan. Bahkan sebagian dari aktivis mengaku mendapatkan ratusan ancaman secara langsung.

Meningkatnya pengguna media sosial juga menjadi alasan tingginya peningkatan ancaman yang mereka dapatkan. Mereka mengaku mendapatkan ratusan ancaman kekerasan dan pembunuhan lewat media sosial. Ada pula sebagian aktivis yang mendapatkan ancaman pembunuhan lewat telepon di malam hari. 

Salah satunya adalah yang terjadi pada RR Sri Agustine. Direktur Eksekutif Adhanary Institute yang biasa disapa Agustine ini mengaku sering mendapatkan panggilan telepon berisi ancaman pembunuhan. Awalnya ia sempat merasa takut dengan banyaknya ancaman yang datang, tetapi sekarang ia sudah mulai terbiasa untuk tidak menghiraukannya.

“Awalnya saya sangat takut, dan sempat berpikir untuk berhenti menulis… Tapi ketika saya sudah medapatkan 15 halaman penuh ancaman pembunuhan, saya harus mulai tidak menghiraukannya.”

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20180130/instaquote-agustine-a67f7cc0c80ecb89e5fb1f436522fc1c.jpg

Ujaran kebencian dari politisi

Bentuk ancaman yang lebih formal dari para politisi juga menjadi ancaman tersendiri bagi para aktivis LGBT dalam setahun terakhir. Semakin hangatnya isu LGBT sebagai perbincangan di masyarakat membuat isu ini juga menjadi topik menarik bagi para politisi yang ingin mendulang popularitas.

Front Line Defenders mencatat semakin banyak figur pemerintahan yang menyerukan ujaran kebencian dan menyatakan LGBT sebagai kelompok berbahaya.

Salah satunya adalah pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang pernah mengatakan bahwa ancaman LGBT lebih “berbahaya” dari pada bom nuklir dan merupakan bagian dari proxy war.

“[LGBT] bahaya dong, kita tak bisa melihat [lawan], tahu-tahu dicuci otaknya, ingin merdeka segala macam, itu bahaya,” ujar Ryamizard dalam peluncuran Portal Bela Negara di kantor Kementerian Pertahanan pada Februari 2016 lalu.

Ujaran kebencian semacam ini bukan satu-satunya ujaran kebencian terhadap LGBT yang pernah diutarakan lembaga pemerintahan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga pernah mengeluarkan surat edaran untuk program penyiaran yang mengangkat tema LGBT dengan nomor 284/K/KPI/02/16. Isinya antara lain:

“Lembaga penyiaran diminta untuk tidak memberikan ruang yang menampilkan praktik, perilaku dan promosi LGBT.”

Banyaknya pernyataan kontra LGBT yang dikeluarkan lembaga resmi sepertinya akan terus memanas seiring dengan meningkatnya suhu politik di Indonesia jelang Pemilihan Presiden tahun 2019 mendatang.

Intimidasi dari pihak kepolisian

Laporan Front Line Defender menyebutkan adanya penolakan dari pihak kepolisian lokal dan nasional terhadap permohonan perlindungan yang diajukan para aktivis LGBT,

Salah satunya adalah kejadian yang pernah menimpa Yuli Rustinawati, pimpinan Arus Pelangi, sebuah organisasi yang berfokus untuk memperjuangkan hak-hak LGBT. Saat ia akan menyelenggarakan pelatihan untuk para LGBT korban diskriminasi, kegiatan tersebut justru dibubarkan oleh polisi,

“Ada 25 orang di dalam ruang konferensi hotel tempat kami melakukan pelatihan, lalu 9 anggota kelompok ekstrimis masuk ke ruangan dan mulai mengancam kami. Selang beberapa menit, lebih dari 40 orang polisi datang — kami tidak pernah memanggil mereka, mereka sudah berencana datang. Kami diminta secepatnya mengevakuasi peserta menuju hotel yang lain.”

https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20180130/instaquote-yuli-c451f2aba322693bdac9d9cfef0808e6.jpg

Serangan dari kelompok ekstrimis keagamaan

Serangan dari kelompok ekstrimis yang mengatasnamakan agama terhadap kelompok yang membela hak-hak LGBT memang masih terus terjadi. Ancaman penggerebekan, kekerasan, dan bahkan pembunuhan banyak ditujukan pada aktivis LGBT. 

Laporan Front Line Defender menyebut minimnya perlindungan dari pihak kepolisian membuat para ekstrimis semakin merajalela, khususnya dalam meluncurkan ancaman terhadap para aktivis LGBT.

Kejadi tersebut pernah menimpa seorang aktivis LGBT di Yogyakarta bernama Tama.

“Kami sudah mendapatkan ancaman dari sebelum acara berlangsung dari para ekstrimis yang menyebutkan telah berencana untuk melakukan serangan. Kami langsung menghubungi pihak kepolisian sebelum serangan, tetapi mereka tidak mau datang. Kami menghubungi polisi saat kejadian berlangsung, mereka tidak mau datang. Jadi beberapa dari kami pasang badan di antara teman-teman dan para ekstrimis. Polisi baru tiba saat kami sudah dipukuli.”

—Rappler.com

Share
Topics
Editorial Team
Sakinah Ummu Haniy
EditorSakinah Ummu Haniy
Follow Us