Profil Ujang Komarudin: Juru Bicara Kepresidenan yang Baru

- Ujang Komarudin dilantik sebagai Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) di bawah pimpinan Hasan Nasbi.
- Ujang adalah akademisi dan pengamat politik, lahir dari keluarga sederhana, menikah dan memiliki dua anak.
Jakarta, IDN Times - Ujang Komarudin resmi dilantik sebagai salah satu Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) pada Senin, 18 November 2024. Pelantikan yang berlangsung di Gedung Krida Bhakti, Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat tersebut mengukuhkan enam staf baru di bawah pimpinan Hasan Nasbi.
Sosok akademisi dan pengamat politik ini tercatat sebagai salah satu dari enam tokoh yang dipercaya mengkomunikasikan berbagai kebijakan pemerintahan.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, yang sebelumnya telah terlibat dua kali dalam kemenangan Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2014 dan 2019, memimpin proses pelantikan tersebut.
1. Latar belakang keluarga dan pribadi

Lahir di Subang, Jawa Barat pada 9 Agustus 1981, Ujang Komarudin, berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya, Marwi Natsir, adalah seorang petani di desa kecil Kalentambo. Masa kecilnya dilalui dengan penuh perjuangan dan komitmen untuk mendapatkan pendidikan terbaik.
Pada tahun 2007, Ujang menikahi Siti Lia Nurdiah dan dikaruniai dua anak laki-laki, Raden Kholid Raja Daud dan Sultan Muhammad Alfatih. Perjalanan hidupnya mencerminkan semangat pendidikan dan pengabdian pada masyarakat yang kini tersalurkan melalui perannya sebagai Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan.
2. Perjalanan akademis dan intelektual
Ujang Komarudin memulai pendidikan dasarnya di SDN Bhinangkit, Subang pada tahun 1990, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di MTs Babakan Ciwaringin, Cirebon pada tahun 1996. Selama masa sekolah, ia aktif di pondok pesantren sambil mengenyam pendidikan umum. Pada tahun 1999, ia menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Asshiddiqiyah, Jakarta.
Jenjang pendidikan tinggi dimulai dari gelar sarjana (S1) di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati pada 2003, magister (S2) di Universitas Indonesia pada 2006, hingga meraih gelar doktor (S3) di Universitas Indonesia pada 2013 dengan fokus studi Ilmu Politik.
Di samping gelar akademis, Ujang dikenal sebagai dosen tetap di Universitas Al Azhar Indonesia. Dia mengampu mata kuliah strategis seperti Studi Demokrasi, Pengantar Ilmu Politik, dan Sistem Politik Indonesia.
3. Narasumber di berbagai media TV

Ujang Komarudin telah lama berkiprah sebagai narasumber di berbagai stasiun televisi nasional. Sejak tahun 2004, ia aktif menjadi pembicara di Metro TV, kemudian merambah ke stasiun televisi lain seperti TVRI, Trans7, TV One, CNN TV Indonesia, hingga RCTI dan KOMPAS TV.
Pengalamannya sebagai pembicara dan analis politik membuatnya dikenal sebagai sosok yang kritis dan tajam dalam membedah isu-isu perpolitikan di Indonesia. Kemampuannya menganalisis dinamika politik dengan perspektif akademis membuatnya dipercaya sebagai narasumber di berbagai media nasional dan bahkan internasional seperti Astro Awani TV Malaysia.
4. Kontribusi dalam organisasi dan penelitian

Sejak masa kuliah, Ujang Komarudin telah aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.
Ia tercatat sebagai pendiri dan ketua di sejumlah organisasi seperti Forum Studi Parlemen Universitas Indonesia dan menjadi bagian dari kepengurusan organisasi seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Selain aktif berorganisasi, Ujang juga produktif menulis buku dan artikel ilmiah. Ia telah menulis lebih dari 30 buku dan jurnal. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain Strategi Partai Keadilan Sejahtera Putihkan Jakarta, Dinamika Politik Nasional, dan Pertarungan Politik di Indonesia. Karya-karyanya kerap mengupas fenomena perpolitikan Indonesia dari sudut pandang akademis dan kritis.
5. Perjuangan di parlemen dan pembentukan IPR
Pada tahun 2016, Ujang Komarudin menjadi Staf Khusus Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ade Komarudin. Posisi strategis ini mempertegas kapasitasnya sebagai praktisi politik yang memahami dinamika kelembagaan parlemen Indonesia.
Pada tahun yang sama, ia mendirikan Indonesia Political Review (IPR), sebuah lembaga kajian dan review dinamika politik Indonesia. Melalui IPR, Ujang berupaya menghadirkan ide dan gagasan konstruktif dalam mengamati perkembangan perpolitikan nasional.