Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Abaikan Ancaman AS, Turki Tetap Ingin Berbisnis dengan Rusia

Ilustrasi bendera Turki. (unsplash.com/Tarik Haiga)

Jakarta, IDN Times- Menteri Keuangan Turki, Nureddin Nebati, pada Jumat (26/8/2022) akhirnya menanggapi surat peringatan Amerika Serikat (AS) pada asosiasi bisnis Turki (TUSIAD). Peringatan itu dikeluarkan oleh Departemen Keuangan AS sebagai respons meningkatnya intensitas hubungan bisnis antara Turki dengan Rusia.

Menurut Nebati, peringatan dari AS bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan. Turki dinilai akan mampu untuk tetap menjalin hubunga bisnis dengan Rusia melalui kerangka kerja sama yang tidak dikenai sanksi.

"Tidak ada artinya jika surat yang disampaikan kepada kelompok bisnis Turki (bertujuan) menimbulkan kekhawatiran di kalangan bisnis kami," kata Nebati, dikutip dari Reuters.

"Kami senang melihat bahwa AS, sekutu dan mitra dagang kami, mengundang bisnisnya untuk berinvestasi dalam ekonomi kami," tambahnya. 

1. AS ancam jatuhkan sanksi ke Turki

Melalui surat tersebut, AS memperingatkan ancaman penjatuhan sanksi bagi entitas Turki yang masih berbisnis dengan Rusia. AS beralasan, Rusia akan memanfaatkan Turki untuk menghindari sanksi-sanksi yang telah dijatuhkan AS dan sekutunya.

"Setiap individu atau entitas yang memberikan dukungan material kepada orang-orang yang dijatuhkan (sanksi) AS, berisiko terkena sanksi AS," tulis Wakil Menteri Keuangan Amerika Serikat, Wally Adeyemo, dikutip dari Arab News.

Hubungan bisnis Rusia-Turki memang semakin erat. Pada awal bulan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat untuk meningkatkan kerja sama ekonomi.

Data resmi menunjukkan, nilai ekspor Turki ke Rusia pada Mei dan Juli meningkat hampir 50 persen dari angka tahun lalu.

Jumlah turis Rusia ke Turki tercatat mengalami pelonjakan karena adanya pembatasan penerbangan dari negara-negara barat. Kepala kelompok eksportir logam mengatakan, permintaan Rusia untuk produk Turki telah meningkat pada bulan ini. 

Impor minyak Rusia oleh Turki juga meningkat, sementara kedua belah pihak setuju untuk melakukan pembayaran dengan rubel untuk gas alam.

2. Tensi AS-Turki terancam memanas

Seorang ahli strategi di BlueBay Asset Management, Tim Ash, memperingatkan bahwa respons Turki bisa memanaskan hubungan antara Washington dan Ankara.

Respons tersebut dinilai bernada tak bersahabat, sehingga dapat memicu AS untuk mejatuhkan sanksi sekunder kepada Turki.

"Bunyinya seakan memberi tahu AS bahwa Turki adalah negara kuat, cukup kuat untuk menahan tindakan apa pun yang mungkin Anda (AS) lakukan terhadap kami," tulis Ash di Twitter, dilansir dari Reuters.

3. Turki berusaha tetap netral di tengah konflik Rusia-Ukraina

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan. (twitter.com/Recep Tayyip Erdoğan)

Selama ini, Turki yang merupakan anggota NATO berusaha tetap netral menyikapi konflik Rusia-Ukraina. Walaupun tidak ikut menjatuhkan sanksi bagi Rusia, Turki tetap menyalurkan bantuan senjata bagi Ukraina.

Sebelumnya, Presiden Erdoğan telah menyampaikan bahwa Turki tak dapat ikut menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Hal ini mengingat perekonomian Turki masih sangat bergantung pada Rusia terutama dalam bidang impor minyak dan gas alam.

“Perekonomian kami akan sangat dirugikan jika menjatuhkan sanksi kepada Rusia,” kata penasihat kebijakan luar negeri Erdogan, Ibrahim Kalin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us