Menlu Australia: Indonesia Tidak Keberatan Kebijakan Manusia Perahu

Surabaya, IDN Times - Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan kebijakan terhadap manusia kapal, yang dikenal dengan Operation Sovereign Borders, tetap menjadi bagian penting dari kedaulatan Australia, dan pemerintah Indonesia sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.
Pemerintah Indonesia dan Australia akan memimpin pertemuan Bali Process pada pekan depan.
1. Bishop mengatakan setiap negara harus membuat dan mengembangkan kebijakan masing-masing

Ditemui di sela-sela kunjungan ke Surabaya untuk meresmikan kantor Konsulat Jenderal Australia, Minggu (5/8), Bishop mengatakan tidak ada perubahan kebijakan yang mendasar terkait pencari suaka yang datang dengan perahu.
Perempuan pertama menteri luar negeri Australia itu juga menyebut, orang-orang yang menuju negaranya menggunakan kapal tersebut ilegal dan merupakan bagian dari kejahatan penyelundupan manusia.
"(Operation Sovereign Border) secara mutlak menjadi bagian penting dari kedaulatan Australia dan upaya untuk memerangi kejahatan ilegal penyelundupan manusia," ujar dia.
"Masing-masing negara wajib mengembangkan kebijakan-kebijakan masing-masing, untuk memastikan adanya migrasi yang sesuai aturan demi menegakkan kedaulatan," Bishop menambahkan.
2. Bishop menyebutkan Pemerintah Indonesia tidak keberatan dengan kebijakan Australia

Bishop menyebutkan Pemerintah Indonesia tidak keberatan dengan kebijakan tersebut. "Sama sekali tidak ada keberatan. Kami bekerja sama dengan baik," ucap dia.
Operation Sovereign Borders merupakan kebijakan menangkal datangnya pencari suaka yang datang ke Australia dengan perahu, dan dianggap ilegal oleh pemerintah Negeri Kanguru itu.
Kebijakan yang diusung oleh mantan Perdana Menteri Tony Abott itu salah satunya mewajibkan angkatan laut Australia mencegat kapal-kapal pencari suaka dan mengembalikan ke Indonesia.
3. Indonesia sempat memprotes kebijakan pengembalian kapal, salah satunya ketika muncul laporan Australia membayar penyelundup manusia

Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia mengalami pasang surut, salah satunya terkait kebijakan pencari suaka. Pada Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia sempat memutuskan menghentikan kerja sama dalam intersepsi kapal-kapal pencari suaka menuju Australia, setelah negara itu kedapatan menyadap telepon sejumlah pejabat negara.
Kemudian, pada 2015, muncul laporan dari Amnesty International bahwa ada bagian dari otoritas Angkatan Laut Australia yang membayar pelaku penyelundupan manusia, untuk membawa kembali pencari suaka ke Indonesia. Dikutip dari Sydney Morning Herald, penyelundup manusia dibayar hingga Rp435 juta oleh Australia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sendiri sempat meminta jawaban terkait laporan ini, tapi tidak mendapat respons. Bahkan, salah satu anggota DPR RI Charles Honoris menyarankan Indonesia untuk mengakhiri kerja sama di bidang ini bila diperlukan. Amnesty International menyatakan Australia "melakukan kejahatan transnasional dan membahayakan nyawa puluhan orang."
Indonesia dan Australia akan bertemu di Bali pada 6 dan 7 Agustus mendatang, untuk membahas kerja sama Bali Process, yang fokus pada penanganan penyelundupan manusia, perdagangan manusia, serta aktivitas kejahatan transnasional.
Meski setiap negara punya hak atau kebijakan masing-masing, tapi demi alasan kemanusiaan harusnya suatu negara bisa menerima imigran. Bagaimana menurut kamu guys?