Presiden Komisi Eropa Akui UE Terlambat Otorisasi Vaksin COVID-19

Brussels, IDN Times - Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengakui bahwa Uni Eropa terlambat dalam otorisasi vaksin COVID-19 pada hari Rabu, 10 Februari 2021, waktu setempat. Akan tetapi, dia tetap bersikukuh bahwa hal yang dilakukannya itu benar. Bagaimana awal ceritanya?
1. Von der Leyen mengatakan tanggapan gabungan Uni Eropa dalam mengatasi pandemi COVID-19 sudah tepat

Dilansir dari BBC, von der Leyen mengatakan pihaknya terlambat dalam membuat otorisasi serta terlalu optimis dalam hal produksi besar-besaran. Ia juga merasa mungkin terlalu yakin bahwa apa yang pihak lakukan dalam memesan vaksin benar-benar akan dikirim secara tepat waktu. Namun demikian, von der Leyen mengatakan bahwa tanggapan gabungan Uni Eropa telah menjadi keputusan yang tepat dalam menangani pandemi COVID-19.
Dia juga membela waktu yang dibutuhkan untuk menyetujui vaksin yang dia gambarkan sebagai investasi terpenting untuk membangun kepercayaan dan keamanan. Presiden Komisi Eropa ini juga sangat menyesali ancaman yang dibuat oleh Uni Eropa bulan Januari 2020 lalu untuk membatasi aliran vaksin yang lewat antara Republik Irlandia dan Irlandia Utara. Akan tetapi, pada akhirnya pihaknya telah melakukannya dengan benar dan ia dapat meyakinkan warga bahwa Komisi Eropa akan melakukan yang terbaik untuk melindungi perdamaian di Irlandia Utara.
2. Pro-kontra yang disampaikan oleh anggota parlemen Uni Eropa mengenai masalah ini

Setelah pernyataan yang disampaikan oleh von der Leyen, berbagai pernyataan baik itu pro maupun kontra berdatangan. Seperti pernyataan dari anggota parlemen Denmark, Peter Kofod, yang mengeluh bahwa Uni Eropa seperti "menginjak air" sementara negara-negara lain seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Israel justru membuat langkah besar dalam memberikan vaksin kepada warga mereka. Begitu juga dengan pemimpin partai Sosialis dan Demokrat, Iratxe Garcia, yang mengatakan kegagalan, malapetaka, dan bencana adalah istilah yang terdengar sangat nyata bagi warga Uni Eropa, tetapi menambahkan bahwa pihak partai tidak melihat alternatif nyata.
Di sisi lain, ada juga yang mendukung seperti yang disampaikan oleh anggota parlemen Spanyol, Esteban Gonzalez Pons, yang mengatakan jika bukan karena keputusan Komisi Eropa untuk memusatkan pembelian vaksin COVID-19, Spanyol dan negara lain tidak akan menerima kiriman mereka karena kurangnya pengaruh politik dan anggaran. Bahkan, tiga partai utama di parlemen Eropa juga mendukung pendekatan yang dilakukan oleh Komisi Eropa, seperti yang disampaikan oleh pimpinan partai Rakyat Kristen Eropa Demokratik, Manfred Weber, yang menilai keputusan kunci dari masalah ini sudah benar.
3. Akhir Januari 2021 lalu, Uni Eropa akan mengambil tindakan apapun terhadap perusahaan farmasi demi melindungi warga dan hak-haknya
Pada akhir Januari 2021 lalu, Uni Eropa telah mengeluarkan peringatan keras kepada perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca, atas keterlambatan tak terduga dalam mengirimkan jutaan dosis vaksin COVID-19. Komisaris Uni Eropa Bidang Kesehatan, Stella Kyriakides, mengatakan pengumuman yang disampaikan oleh AstraZeneca tidak dapat diterima dan Uni Eropa akan mengambil tindakan apapun yang diperlukan untuk melindungi warga dan hak-haknya.
Ia juga tidak merinci tindakan apa yang mungkin diambil oleh Uni Eropa, tetapi dia mengatakan Uni Eropa akan mengusulkan mekanisme transparansi untuk melacak pengiriman vaksin yang diekspor dari Uni Eropa ke negara-negara luar anggota Uni Eropa. Pesan yang dinilai tidak biasa ini menggarisbawahi ancaman yang dihadapi oleh 27 anggota Uni Eropa ketika berusaha meningkatkan program vaksinasi yang sejauh ini kurang kuat karena varian virus COVID-19 yang lebih menular mengancam gelombang ketiga COVID-19. Beberapa hari sebelumnya, AstraZeneca mengatakan tidak akan memenuhi komitmen pengiriman kontraktualnya ke Uni Eropa karena penurunan hasil yang tidak dapat dijelaskan dalam rantai pasokan Eropa.