Ukraina Tolak Usulan AS Turunkan Usia Wajib Militer 18 Tahun

Jakarta, IDN Times - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, pada Selasa (10/12/2024), menolak anjuran Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan usia wajib militer dari 25 tahun menjadi 18 tahun. Ia meminta AS lebih baik fokus memberikan senjata yang sangat dibutuhkan Ukraina.
Pekan lalu, Ukraina sudah merekrut kembali tentara yang sempat melarikan diri dari unitnya ketika diterjunkan ke garis depan melawan Rusia. Langkah ini untuk memberikan kesempatan kedua bagi tentara yang pernah berkhianat sekaligus menambah jumlah personel militer Ukraina.
1. Tidak akan mengorbankan pemuda untuk senjata
Zelenskyy mengungkapkan, Ukraina tidak akan menggunakan pemuda untuk menambal kekurangan peralatan tempur dan fasilitas pelatihan militer.
"Kami tidak perlu memberikan kompensasi kurangnya peralatan tempur dan pelatihan dengan pemuda Ukraina. Prioritas utama saat ini adalah menyediakan misil dan mengurangi ancaman militer Rusia, bukan memobilisasi warga," terangnya, dikutip The Kyiv Independent.
"Tujuan utama kami saat ini adalah menjaga sebanyak mungkin nyawa penduduk Ukraina. Bukan untuk mengorbankan penduduk kami dan hanya menyimpan persenjataan di dalam gudang," tambahnya.
Ia menambahkan, Ukraina saat ini membutuhkan penambahan persenjataan untuk tentaranya dan mengadakan pelatihan untuk pasukannya. Ia pun meminta sekutunya bekerja sama mengakhiri invasi Rusia di Ukraina.
2. Setuju rencana pengiriman tentara asing di Ukraina
Zelenskyy mengungkapkan, Ukraina sudah siap menerima proposal dari Presiden Prancis Emmanuel Macron soal pengiriman pasukan asing di teritori Ukraina hingga negaranya bergabung dalam NATO.
"Jika ada jeda ketika Ukraina masih belum bergabung dalam NATO dan bahkan jika kami sudah menerima undangan, tapi belum masuk dalam NATO, maka siapa yang akan menjamin keamanan kami? Kami akan berpikir soal itu dan menyetujui posisi Macron," tuturnya, dilansir dari Kyiv Post.
Pekan lalu, negara-negara Eropa, seperti Prancis dan Inggris mengusulkan kemungkinan pengiriman tentara ke Ukraina yang sejalan dengan kesepakatan gencatan senjata. Namun, rencana ini mendapatkan penolakan dari Jerman.
3. Tepis klaim Rusia berhasil rebut Sumy Oblast
Juru Bicara Penjaga Perbatasan Ukraina, Andriy Demchenko, menolak klaim Rusia bahwa pasukannya berhasil merangsek masuk ke Sumy Oblast. Ia memastikan bahwa kabar tersebut adalah hoaks.
"Petugas penjaga perbatasan Ukraina tidak melaporkan adanya segala upaya dari Rusia untuk membuka front perang baru. Cukup sulit bagi pasukan Rusia untuk melintasi perbatasan karena area tersebut berupa rawa-rawa," ungkapnya, dilansir RFE/RL.
Di sisi lain, Gubernur Sumy Volodymyr Artyukh mengatakan bahwa tidak ada informasi terkait dengan perubahan situasi di perbatasan. Ia menyebut, perbatasan Ukraina-Rusia di wilayahnya masih dalam kondisi normal dan di bawah kendali.