DPR Soroti Kans Dualisme Pengawasan Polri Buntut Tim Bentukan Listyo

- Reformasi Polri harus lebih dari sekadar laporan administratif, publik menuntut transparansi kinerja, akuntabilitas, dan pengawasan independen.
- Transparansi Polri harus dibuka lebar-lebar, termasuk terkait data kinerja, pelanggaran anggota, dan mekanisme penindakan.
- Komite Reformasi Polri jangan hanya menjadi stempel politik, tapi harus mampu memberi dampak nyata terhadap perlindungan hak warga dan kepastian hukum.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding, menyoroti adanya potensi dualisme pengawasan akibat pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri dari pihak internal dan Komite Reformasi Polri yang akan dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah lebih dulu membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri. Tim dari internal Polri ini disebut akan bekerja sama dengan Komite Reformasi Polri yang dibentuk Presiden Prabowo.
“Bahwa saat ini ada 2 tim dengan visi dan misi yang sama harus dapat dipastikan tidak ada tumpang tindih. Jangan sampai ada dualisme dalam proses pengawasan reformasi Polri yang dapat menimbulkan masalah baru,” kata Sudding kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
1. Reformasi Polri jangan hanya laporan administratif

Sudding berharap reformasi Polri bukan hanya sekadar laporan administratif. Karena publik menuntut transparansi kinerja, akuntabilitas dan pengawasan independen yang bisa mendorong perubahan nyata.
Pembentukan Komite Reformasi Polri menjadi momentum penting untuk memperkuat pengawasan eksternal terhadap institusi kepolisian, yang selama ini banjir kritik terkait transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme.
Kehadiran tokoh-tokoh besar seperti Yusril Ihza Mahendra, Mahfud MD, dan Jimly Asshiddiqie dalam tim komite diharapkan mampu memberi bobot akademis dan independensi yang diperlukan.
"Reformasi Polri harus lebih dari sekadar dokumen atau laporan administratif. Publik menuntut transparansi kinerja, akuntabilitas, dan pengawasan independen yang mampu mendorong perubahan nyata dalam budaya organisasi kepolisian,” kata Sudding.
2. Transparansi Polri harus dibuka lebar-lebar

Sudding lantas memberikan beberapa catatan prioritas yang harus diperhatikan, baik oleh tim internal Polri maupun komite bentukan Presiden.
Pertama, terkait transparansi dan akuntabilitas internal. Publik harus memiliki akses yang jelas terhadap data kinerja, pelanggaran anggota, dan mekanisme penindakan.
"Kedua, demiliterisasi dan depolitisasi. Polri perlu menyingkirkan praktik militeristik dan keterlibatan politik praktis yang masih tersisa sejak era ABRI," ungkap Legislator PAN itu.
3. Komite Reformasi Polri jangan jadi stempel politik

Ia menyinggung penguatan mekanisme pengawasan eksternal. Kompolnas, lembaga independen, dan judicial scrutiny (mekanisme pengawasan oleh pengadilan terhadap tindakan aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana) pada KUHAP baru harus memiliki otoritas nyata atas kewenangan penyidikan.
"Kemudian perubahan budaya organisasi. Reformasi harus menyasar pola pendidikan, etika pelayanan publik, serta sikap aparat terhadap masyarakat, terutama kelompok rentan," kata Sudding.
Terakhir, ia mengingatkan, keberhasilan Tim Reformasi Polri akan diukur dari dampak nyata terhadap perlindungan hak warga dan kepastian hukum, bukan sekadar stempel politik. Komite Reformasi Polri harus menjadi instrumen kontrol yang efektif, menutup celah sejarah reformasi 1998 yang belum tuntas.
“Dan tentunya harus bisa memastikan Polri mampu menjalankan fungsi melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat secara profesional," kata Sudding.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI, Prasetyo Hadi mengungkap Presiden Prabowo Subianto akan melantik Komite Reformasi Kepolisian, pekan depan. Namun, ia tak merinci siapa saja tokoh yang akan menjadi anggota Komite tersebut.
Terdapat sembilan tokoh yang akan tergabung dalam Komite Reformasi Polri bentukan Presiden Prabowo. Dua diantaranya adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie. Mahfud juga pernah menjabat sebagai Menko Polhukam.