Kata MUI Soal Isu Pemerintah Tiongkok Represif Terhadap Muslim Uighur

Jakarta, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia bersama organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama diundang berkunjung ke Tiongkok, Februari ini. Dalam kunjungan selama sepekan tersebut, rombongan tidak hanya datang ke Beijing, tapi juga ke Provinsi Xinjiang
Kedatangan mereka bersama sejumlah jurnalis Tanah Air untuk melihat dari dekat situasi di lapangan, terkait derasnya informasi yang menyebutkan Pemerintah Tiongkok bersikap represif terhadap kelompok etnis muslim Uighur di negara itu.
IDN Times yang menjadi bagian dari rombongan berkesempatan mewawancarai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Kerja Sama Luar Negeri KH Muhiddin Jaenudin, yang menjadi ketua delegasi. Berikut komentarnya terkait isu yang menimpa kaum muslim di Tiongkok.
1. MUI bersikap sangat hati-hati atas masalah muslim Uighur di Tiongkok

Muhiddin mengaku, MUI bersikap sangat hati hati dalam menilai masalah muslim Uighur di Tiongkok.
"Kita (MUI) gak boleh terburu-buru, tidak boleh grasa grusu apalagi memvonis orang lain sebelum kita mengetahui duduk masalah yang sebenarnya," ujarnya kepada IDN Times di Tiongkok, Selasa (19/2).
Karena itulah, kata dia, untuk mengetahui duduk persoalan dia bersama rombongan datang ke Tiongkok guna melihat langsung dari dekat situasi yang sebenarnya.
"Baru setelah dapat informasi kami akan menentukan sikap final," ucap Muhiddin.
2. MUI akan lebih banyak mendengar bukan mengajari terkait masalah muslim Uighur

Dalam kesempatan ini, Muhiddin juga menjelaskan akan pergi ke Xinjiang, sebuah wilayah provinsi yang penduduknya mayoritas etnis muslim Uighur di ujung barat Tiongkok. Muslim Uighur mencakup setengah dari sekitar 26 juta penduduk di provinsi ini.
Dalam kunjungannya itu, Muhiddin dan rombongan akan bertemu Gubernur Xinjiang dan akan berkunjung ke beberapa masjid di wilayah tersebut. Dalam pertemuan nanti, ia mengaku akan lebih banyak mendengar daripada mengajari.
"Dalam kesempatan pertemuan nanti, kami akan banyak mendengar, bukan mengajari, not lecturing but we are listening. Karena itu adalah sikap ulama," ucap dia.
3. MUI akan memberikan beasiswa kepada pelajar Uighur untuk belajar di Indonesia

Usai menghimpun informasi dari pertemuan tersebut, baru MUI dapat memberikan solusi. Salah satunya, memberikan beasiswa kepada mahasiswa dan mahasiswi dari Uighur untuk belajar di Indonesia.
"(Belajar) cara Indonesia menyelesaikan konflik horizontal dan internalnya. Karena Indonesia saat ini kan dalam proses untuk membangun International Indonesian Islamic University (IIIU)," katanya.
Muhiddin berharap program beasiswa ini bisa berjalan. "Mudah-mudahan kita bisa memberikan beasiswa kepada mereka. Mereka belajar tentang toleransi dan nilai-nilai Pancasila, demokrasi, dan Insya Allah bermanfaat bagi mereka setelah kembali ke sini," dia menambahkan.
4. Soal tenaga kerja Tiongkok serbu Indonesia, Muhiddin sebut isu itu digoreng untuk kepentingan kelompok tertentu

Terkait isu serbuan tenaga kerja asal Tiongkok ke Indonesia yang sempat heboh beberapa bulan lalu, Muhiddin menyatakan, isu itu sengaja digoreng untuk kepentingan kelompok tertentu.
Dia menyatakan, pihaknya tidak akan melihat dari sisi negatif saja, tapi juga dari sisi positif. Ia pun menyarankan agar pemerintah Indonesia segera melakukan perbaikan, khususnya terhadap perjanjian kontrak kerja investor China yang berinvestasi di Indonesia.
"Betul memang ada tenaga asing di Indonesia dari China. Tetapi, kita juga harus melakukan perbaikan. Artinya apa? Kalau investor China mau melakukan Investasi di Indonesia, kan ada kontrak kerjanya, harusnya klausulnya itu kita perbaiki. Jangan sebelum kita perbaiki, tiba-tiba kita tanda tangan kontraknya, nah setelah ada banyak tenaga asing dari China, baru kita marah, itu adalah salah," jelasnya.
5. MUI minta DPR ikut memberikan informasi berguna bagi masyarakat

Muhiddin berharap, salah satu lembaga yang mewakili rakyat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus ikut memberikan informasi berguna bagi masyarakat.
"Tolonglah, mereka (DPR) berpikir jernih dan berjiwa pemimpin, berjiwa lapang dada, berjuang untuk kepentingan rakyat, tolonglah yang kira-kira tidak menguntungkan bagi rakyat diperbaiki. Jadi jangan terus disalahkan pihak tertentu, sedangkan pihak lain tidak mau melakukan otokritis," tutup Muhiddin.