Kubu Prabowo Tuding Anies Pelintir Makna Ordal

Jakarta, IDN Times – Eks juru bicara Anies Baswedan-Sandiaga Uno Pilkada 2017, Anggawira, mengungkap bahwa Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) dan komisaris di sejumlah BUMD DKI Jakarta merupakan saksi bisu Anies menempatkan “orang dalam” (ordal) di lingkaran kekuasaannya saat menjadi pejabat publik.
Keterangan di atas merupakan tanggapan Anggawira terhadap pernyataan Juru Bicara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Tatak Ujiyati, yang menuduh dirinya memelintir informasi soal ordal. Isu ini menjadi perbincangan publik sejak Anies bertanya kepada Prabowo Subianto pada debat capres 12 Desember 2023 lalu.
"Bu Tatak kan juga orang dalam, TGUPP yang merangkap komisaris LRT, terus dipecat. Jadi apalagi yang harus dikomentarin, sudah terang-benderang kok," kata Anggawira dalam keterangannya, Senin (18/12/2023).
1. Sederet nama ordal Anies

Anggawira, yang juga Wakil Komandan Tim Fanta Prabowo-Gibran, kemudian mempertanyakan kompetensi orang-orang yang mendapat jabatan di TGUPP dan BUMD.
"Saya juga orang yang mengetahui secara langsung, boleh diperiksa latar belakang orang dekat mas Anies yang menjadi komisaris di BUMD. Seharusnya mas Anies kritis terhadap dirinya sendiri, sebelum dia mengkritik orang lain,” tutur dia.
Sederet nama yang disebut Anggawira sebagai orang dalamnya Anies adalah Geisz Chalifa, Thomas Lembong, dan Rene Suhardono yang pernah menjabat sebagai Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol. Ada juga Usamah Abdul Aziz yang pernah menjabat Anggota TGUPP.
"Rekrutmen TGUPP itu apa kompetensinya? Suka-suka Mas Anies aja. Dan penempatan mereka dalam BUMD-BUMD memang ada parameternya? Jadi saya rasa Mas Anies nggak usah naif juga,” ungkap dia.
2. Anies lah yang memelintir makna ordal

Dia pun menampik tuduhan ihwal pembelokkan konteks fenomena ordal. Menurutnya, pernyataan Tatak tidak bisa lepas dari sudut pandang dan kepentingannya sebagai sosok yang mendukung Anies.
"Masing-masing kita punya kepentingan. Bu Tatak juga punya kepentingan. Tapi saya ingin mengklarifikasi bahwa masing-masing kita punya perspektif dan cara pandang sesuai dengan positioning kita saat ini,” ujarnya.
Sebaliknya, Anggawira justru menyebut Anies lah yang telah memelintir konteks ordal, dengan argumentasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berpihak kepada salah satu pasangan calon presiden. Padahal, putusan MK bersifat kolektif kolegial.
"Kalau soal MK dan lain sebagainya, sudah ada mekanismenya. Keputusan MK bukan keputusan tunggal, itu kan kolektif kolegial. Kalau memang itu salah, silakan ada proses hukum lagi. Jadi, mas Anies jangan membelokkan proses hukum itu jadi proses seolah-olah ada ordal. Nah ordalnya seperti apa, harus kita dudukkan persoalan ini secara objektif," ujar Anggawira.
3. Kata Anies soal ordal dalam debat capres

Saat debat berlangsung, tidak lama setelah Anies menyinggung putusan MK yang memungkinkan Gibran untuk maju dalam Pilpres 2024, dia pun mengaku kesal dengan fenomena ordal yang terjadi di seluruh lapisan masyarakat.
"Fenomena ordal ini menyebalkan. Di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal. Mau ikut kesebelasan ada ordal, mau masuk jadi guru ordal, mau daftar sekolah ada ordal, mau tiket konser ada ordal. Ada ordal di mana-mana yang membuat meritokratik tidak berjalan dan etika luntur," kata Anies.
"Beberapa waktu lalu, beberapa guru berjumpa saya dan mereka mengatakan, 'Pak di tempat kami pengangkatan guru-guru itu berdasarkan ordal. Kalau tidak ada, tidak bisa jadi guru’," sambungnya.
"Lalu apa jawabannya? 'Atasan saya bilang wong di Jakarta pakai ordal, kenapa kita di bawah tidak boleh pakai ordal'," ujar dia.