NATO: Serangan Ukraina ke Rusia Dibenarkan dalam Hukum Internasional

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, pada Sabtu (31/8/2024), mengatakan bahwa Ukraina memiliki hak untuk melancarkan serangan ke wilayah Kursk, Rusia.
Serangan ke Kursk telah mengejutkan sekutu Kiev. Stoltenberg sendiri mengatakan, Ukraina tidak melakukan peninjauan terhadap rencana serangan itu dengan NATO. Dia juga mengatakan NATO tidak memainkan peran apa pun dalam rencana serangan tersebut.
1. Pangkalan militer Rusia merupakan target sah

Pasukan Ukraina melakukan serangan lintas batas secara mengejutkan pada 6 Agustus lalu. Sampai saat ini, lebih dari 1.200 kilometer persegi wilayah Kursk telah dikuasai oleh prajurit Kiev.
"Ukraina sepenuhnya memiliki hak untuk melancarkan serangan mendadak ke wilayah perbatasan Kursk Rusia sebagai tindakan membela diri," kata Stoltenberg, dikutip Le Monde.
"Tentara, tank, dan pangkalan Rusia di sana (Kursk) adalah target yang sah menurut hukum internasional," tambahnya.
Ukraina telah merebut puluhan permukiman dan menghancurkan atau merusak tiga jembatan utama di Kursk untuk menghambat mobilisasi pasokan Rusia. Moskow sejauh ini telah mengirim tambahan peralatan seperti artileri dan roket untuk memukul mundur pasukan Kiev.
2. NATO tidak memainkan peran apa pun
Serangan Ukraina ke Kursk telah mengejutkan banyak pihak. Bahkan seminggu setelah serangan dilakukan, para pejabat tinggi Ukraina bungkam dan tidak menjelaskan apakah ribuan pasukannya telah menyeberangi perbatasan Rusia.
"Ukraina tidak memberikan pratinjau rencananya untuk Kursk dengan NATO, dan aliansi tersebut tidak memainkan peran apa pun," jelas Stoltenberg, dikutip dari DPA.
Serangan pada 6 Agustus ke Kursk melibatkan sekitar 10 ribu tentara Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, tujuan penyerangan adalah menciptakan zona penyangga guna menghentikan serangan Rusia terhadap wilayah Sumy milik Ukraina.
Di sisi lain, Moskow menuduh negara-negara NATO telah mendukung Kiev dalam serangan lintas batas tersebut, dengan memasok senjata dan amunisi serta data intelijen.
3. Rusia tidak berniat membicarakan pertukaran wilayah

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, mengatakan bahwa negaranya tidak akan mempertimbangkan untuk menukar wilayahnya setelah serangan Ukraina ke Kursk.
"Sangat sulit untuk mengatakan tujuan dan maksud apa yang mereka (Ukraina) kejar. Namun, analis politik sedang mendiskusikannya sekarang," katanya, dikutipTass.
"Itulah sebabnya mereka mengambil tahanan (perang) dan ingin merampas (wilayah) kilometer persegi. Itu sangat sederhana dan naif. Kami tidak membahas wilayah kami dengan siapa pun. Kami tidak bernegosiasi tentang wilayah kami," tambahnya menjelaskan.
Lavrov juga menjelaskan, Presiden Rusia Vladimir Putin dulu tidak menolak perundingan. Namun justru Ukraina yang menolak upaya perundingan tersebut.