9 Fakta terkait Pelayanan Haji Sistem Syarikah di Arab Saudi

- Pemerintah Arab Saudi mulai menerapkan sistem syarikat pada haji tahun ini untuk mengelola jemaah, namun masih ada kendala teknis di lapangan.
- Sistem syarikat bertujuan memudahkan pengendalian layanan oleh syarikat, memastikan tanggung jawab layanan lebih terfokus dan profesional, serta memperjelas sistem koordinasi pelaporan.
- Kepulangan seluruh jemaah tetap menggunakan format kloter sebagaimana saat kedatangan, dengan penempatan hotel yang disesuaikan berdasarkan syarikat penyedia layanan.
Madinah, IDN Times - Pemerintah Arab Saudi tahun ini mulai menerapkan sistem syarikah atau perusahaan yang mengelola jemaah haji, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga konsumsi. Melalui sistem baru ini, diharapkan pelayanan kepada jemaah lebih baik.
Namun, pada praktiknya masih mengalami kendala di lapangan. Jemaah haji asal Indonesia yang notabene menggunakan sistem kelompok terbang (kloter), bertabrakan dengan sistem syarikah. Sehingga beberapa jemaah yang haji berbarengan dengan keluarganya terpaksa terpisah, seperti suami dengan istrinya atau anak dengan orang tuanya.
Lantas apa tujuan sistem syarikah, skema, manfaat, hingga pelaksanannya?
1. Idealnya satu kloter satu syarikah dari delapan syarikah

Ketua Panitia Penyelenggara Ibada Haji (PPIH) Arab Saudi, Muchlis M. Hanafi mengantakan terkait dinamika penyelenggaraan haji di Arab Saudi karena adanya fenomena kloter campuran atau satu kloter dengan penyedia layanan lebih dari satu syarikah, idealnya buat jemaah satu kloter satu syarikah.
"Yang pertama terkait dengan kloter campuran ini, satu kloter terdiri dari jemaah berbagai syarikah. Sebagaimana kita ketahui, tahun ini penyediaan layanan haji bagi jemaah kita di Arab Saudi dilakukan delapan syarikah penyedia layanan. Idealnya, satu kloter itu ditangani satu syarikah penyedia layanan. One kloter, one syarikah. Itu idealnya begitu," ujar Muchlis, dalam jumpa pers di Mekkah, Minggu, 11 Mei 2025.
Namun, kata Muchlis, karena sejumlah dinamika teknis yang menjelang keberangkatan, seperti keterlambatan visa, perubahan manifest, manifest keberangkatan, serta sinkronisasi data penerbangan, ada beberapa kloter dengan jemaah yang berasal dari lebih dari satu syarikah.
"Ini tidak bisa dihindari. Untuk jemaah gelombang pertama yang tiba di Madinah sejak 2 Mei, penempatan hotel dilakukan berdasarkan susunan kloter yang berisi campuran jemaah dari beberapa syarikah. Jadi, sesuai dengan kedatangan mereka dari Indonesia, itu di Madinah," kata dia.
2. Jemaah masih mendapat layanan mendasar

Di Madinah, kata Muchlis, pengelompokan jemaah masih berdasarkan syarikah tetapi masih berbasis kloter. Ini dilakukan untuk menjaga keamanan jemaah. Meskipun ini menjadi tantangan tersendiri bagi syarikah dalam memberikan layanan.
"Alhamdulillah, sampai 11 hari operasional kedatangan jemaah di Madinah, tantangan ini dapat termitigasi secara perlahan," kata dia.
Yang terpenting, kata Muchlis, jemaah tetap menerima layanan dasar seperti transportasi dari bandara ke hotel, kemudian akomodasi hotelnya sesuai yang kita kontrak. Kemudian konsumsi harian, dan bimbingan ibadahnya, termasuk jemaah yang ke Raudoh.
"Distribusi nusuk itu juga terlayani, walau pun ada beberapa hal terkait dengan distribusi nusuk yang masih menjadi kendala. Dan mulai kemarin, jemaah kita itu sudah mulai masuk ke Mekkah secara bertahap, diberangkatkan dari Madinah. Kami selalu mendorong syarikah supaya kartu nusuk ini diselesaikan saat jemaah masih berada di Madinah. Memang di awal-awal itu ada kendala," ujar dia.
Muchlis menegaskan penataan berbasis syarikah tidak mengurangi sedikit pun hak-hak layanan jemaah selama berada di Arab Saudi. Sehingga akomodasi yang ditempati, yang dinikmati itu yang sesuai dengan kontrak.
"Konsumsi diberikan tiga kali sehari, di Madinah itu 27 kali, lalu kemudian di Mekah itu sebanyak 84 kali, dan nanti di Masyair, Mokordasa 15 kali, itu tetap demikian," kata dia.
Selain itu, Muchlis melanjutkan, transportasi juga dilayani, mulai dari bandara ke hotel, dari Madinah ke Mekah. Di Mekah juga ada bus salawat yang mengantar mereka ke Masjidil Haram.
"Termasuk nanti ke Masyair, itu tetap diberikan, tidak berkurang. Kemudian, bimbingan ibadah juga mereka akan peroleh, terutama nanti pada fase puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Jadi, prinsipnya seluruh jemaah tetap mendapatkan hak layanannya, dan semua proses layanan itu diawasi langsung oleh PPIH," kata dia.
3. Jemaah mengalami kendala pada kartu nusuk

Muchlis mengatakan sistem syarikah tak sedikit mengalami kendala, karena beberapa faktor di lapangan. Terutama terkait dengan jemaah.
"Dalam menjumpai jemaahnya, karena jemaah itu tiba di Madinah langsung sibuk beribadah. Jadi ketika syarikahnya datang untuk menyerahkan (nusuk), orangnya tidak ada; ada yang tidak datang, sedang istirahat, dan lain sebagainya," kata dia.
"Tapi kami tekankan kepada syarikah, paling tidak sebelum berangkat ke Mekkah, itu sudah diserahkan nusuk itu," sambungnya.
4. Syarikah berhak keluarkan buku nusuk

Dalam sistem syarikah, buku nusuk dikeluarkan syarikah, sehingga nusuk berkaitan erat dengan syarikah. Padahal, nusuk sangat penting layaknya paspor selama musim haji di tanah suci.
"Karena nusuk itu sangat penting, ya. Dia laksana seperti paspor perhajian. Kalau paspor hijau itu untuk masuk ke Arab Saudi, kalau nusuk ini adalah semacam paspor perhatian. Dia untuk keberangkatan, kemudian mau masuk ke Masjidil Haram, itu menjadi sangat penting. Bahkan yang terpenting nanti saat fase Armuzna (Afafah, Muzdalifah, Mina)," kata dia.
5. Sistem syarikah berlaku bagi semua jemaah di semua negara

Berbeda dengan di Madinah yang masih menggunakan sistem kloter, Muchlis melanjutkan, layanan di Mekkah berbasis syarikah. Sistem ini berlaku untuk semua jemaah di semua negara.
"Mengapa? Sejak 2022 kita tahu sistem layanan haji itu mengalami transformasi, dari yang sebelumnya berbasis kawasan geografis menjadi berbasis perusahaan profesional atau syarikah. Ini adalah kebijakan resmi Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, dan berlaku untuk seluruh negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia," kata dia.
6. Tujuan sistem syarikah

Sistem syarikah bertujuan untuk memudahkan jemaah calon haji agar terlayani secara profesional. Selain itu, dengan sistem baru ini pertanggung jawabannya diharapkan lebih baik.
"Penataan berbasis syarikah ini bertujuan untuk memudahkan pengendalian layanan oleh syarikah, sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung terhadap jemaah. Jadi syarikah itu seperti kaptennya para jemaah. Kemudian, sistem ini juga memastikan tanggung jawab layanan itu lebih terfokus dan lebih profesional oleh perusahaan, ujar dia.
Selain itu, kata Muchlis, sistem syarikah juga memperjelas sistem koordinasi pelaporan, terutama syarikah kepada kementerian haji dan kepada otoritas setempat. Jika terjadi apa-apa, responsnya di lapangan juga bisa dilakukan syarikah yang menggaransi jemaah.
"Jadi, bahkan lebih dari itu, layanan berbasis syarikah di Mekkah ini, kita mencoba menyesuaikannya. Ini bertujuan untuk memastikan jemaah itu dilayani secara optimal saat puncak haji di Arofah, Musdalifah, dan Mina (Armuzna). Baik layanan transportasinya, itu ya saat dari Mekkah ke Arofah, kemudian Arofah ke Musdalifah, Musdalifah ke Mina," kata dia.
7. Syarikah mengelola semua layanan pada saat puncak haji

Kemudian terkait konsumsi jemaah selama di masyair atau tiga lokasi penting dalam ritual haji (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), tenda, serta pergeseran pergerakan jemaah dari satu titik ke titik lainnya, semua itu di bawah kendali syarikat.
"Jadi, untuk memudahkan proses itu semua, layanan berbasis syarikat itu dilakukan berbasis data yang kuat, terutama data kementerian haji dan data syarikat. Mereka tentu ingin agar layanan yang diberikan itu ada layanan yang prima, aman, nyaman, dan yang terpenting adalah keselamatan jamaah. Jadi alurnya seperti itu," kata dia.
Muchlis menilai layanan berbasis syarikat memang sebagai langkah tepat untuk memastikan jemaah secara utuh terlayani dalam setiap pergerakan, terutama saat puncak haji nanti.
"Maka itu, Indonesia tentu menyambut kebijakan ini dengan menyesuaikannya secara bertahap, tetapi juga mengutamakan kenyamanan dan perlindungan jemaah kita. Jadi, kita berusaha untuk menyesuaikan kebijakan itu dan tetap mengutamakan kenyamanan dan perlindungan terhadap jamaah kita ini," imbuhnya.
8. Kepulangan seluruh jemaah kembali menggunakan format kloter

Meskipun selama di Mekkah jemaah dikelompokkan berdasarkan syarikat, kepulangan seluruh jemaah tetap menggunakan format kloter sebagaimana saat kedatangan.
"Jadi, mereka nanti akan dikumpulkan lagi. Ini tentu skema kepulangan berbasis kloter ini penting, karena pertama, ini kan kepentingannya untuk menjaga integrasi data imigrasi, keabsahan manifestnya, kemudian tiketnya juga kan pulang perginya itu sudah disediakan," kata dia.
Ini juga penting untuk memastikan kelancaran proses saat check-in, saat penerbangan, dan seterusnya. Diharapkan juga ini kembali memberikan kenyamanan kepada jemaah, terutama mereka yang sejak awal itu berangkat dalam satu rombongan.
"Jadi, kalau pulang bareng, itu kan secara psikologis mereka bisa lebih nyaman lagi. Bawa oleh-olehnya, pulang bersama-sama. Mudah-mudahan kembali ceria dengan senyumannya," ujar Muchlis.
9. Sistem syarikah tidak kurangi aspek kualitas maupun kuantitas

Muchlis menegaskan karena layanan di Mekkah berbasis syarikat, maka konsekuensinya penempatan jemaah di hotel juga disesuaikan berdasarkan syarikat penyedia layanan, dan ini sedikit membuat kurang nyaman. Kendati, sistem ini tidak mengurangi layanan jemaah, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas.
"Kami melihat yang ketiga bahwa penataan berbasis syarikat ini justru akan memperkuat efektivitas layanan. Jadi, memang Kementerian Haji itu stright harus berbasis syarikat. Jadi harapan mereka adalah memang ini bisa lebih efektif layanan diberikan, terutama fase Armuzana-nya," kata dia.