Gugatan Sengketa Pemilu ke MK Jangan Hanya Cari Kambing Hitam

Jakarta, IDN Times - Peneliti senior LSI Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) jangan hanya mencari kambing hitam. Sebab, pihak yang kalah dalam Pemilu 2024, berusaha mencari siapa yang bertanggung jawab atas kekalahannya.
“Menggugat ke MK adalah hak konstitusional dan cara yang legal. Akan tetapi jangan sampai langkah ke MK ditempuh hanya sebagai bentuk "pertanggungjawaban" kandidat atau timses atas kekalahan yang diderita yang mencari kambing hitam,” ujar Ardian, Selasa (26/3/2024).
1. Publik dinilai puas dengan hasil pemilu

Berdasarkan survei yang dilakukan LSI Denny JA, yang digelar pada 1-5 Maret 2024, ada 89,9 persen responden yang menyatakan "Ya, saya akan setuju dengan keputusan KPU, 9,3 persen menjawab "Saya tidak setuju dengan keputusan KPU".
Kemudian ada 0,9 persen yang tidak menjawab atau tidak tahu.
2. Masing-masing pemilih dari tiga paslon setuju dengan hasil pemilu

Berdasarkan survei tersebut, masing-masih pemilih dari tiga pasangan calon (paslon) setuju dengan hasil Pemilu 2024.
Pemilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar:
- Setuju keputusan KPU: 79,9 persen
- Tidak setuju keputusan KPU: 17,7 persen
- Tidak tahu/tidak jawab: 2,4 persen
Pemilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka:
- Setuju keputusan KPU: 93,8 persen
- Tidak setuju keputusan KPU: 5,8 persen
- Tidak tahu/tidak jawab:0,4 persen
Pemilih Ganjar Pranowo-Mahfud MD:
- Setuju keputusan KPU: 90,5 persen
- Tidak setuju keputusan KPU: 9,0 persen
-Tidak tahu/tidak jawab: 0,5 persen
Responden yang terlibat pada survei tersebut ada 1.200 orang. Metode yang digunakan adalah multistage random sampling, dengan margin of error sekitar 2,9 persen.
3. Paslon kalah seharusnya menerima hasil kekalahan

Ardian mengatakan, seharusnya pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menerima hasil kekalahan. Sebab, para pendukungnya mayoritas setuju dengan hasil yang disampaikan KPU.
“Pemilih masing-masing kandidat yang kalah, mayoritas sudah menerima keputusan KPU, jika terus "ngoyo" bisa dilihat juga sebagai salah satu sikap tidak kesatria menerima kekalahan,” kata dia.
“Tidak berkesesuaian dengan suara mayoritas publik. Jika terus bertindak ngoyo dan keras, bukan simpati yang akan diterima publik, malah bisa menjadi sentimen negatif dari publik,” imbuhnya.