Mahfud Kritik Vonis Harvey Moeis Cuma 6,5 Tahun: Gak Masuk Akal!

- Mahfud MD menilai vonis terdakwa korupsi Harvey Moeis tidak masuk akal
- Vonis bui 6 tahun dan 6 bulan serta denda Rp1 miliar dinilai ringan oleh Mahfud
- Kritik juga ditujukan kepada Kejaksaan Agung yang dinilai tidak konsisten dalam penuntutan kasus korupsi
Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menilai vonis yang dijatuhkan bagi terdakwa dugaan korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, sangat tidak masuk akal. Sebab, meski Harvey dinyatakan bersalah hingga merugikan negara Rp300 triliun, tetapi pria berusia 37 tahun itu hanya divonis bui 6 tahun dan 6 bulan.
Selain itu, hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menjatuhkan pidana denda senilai Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Harvey juga diminta untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp210 miliar.
"Ini gak masuk akal semua. Mari kita bersikap rasional semua kalau ingin (hukum) jadi lebih baik. Kalau gak ya sudah, tetapi saya masih punya asa untuk itu," ujar Mahfud di area Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (26/12/2024).
Alasan yang digunakan oleh Hakim Ketua, Eko Ariyanto untuk menjatuhkan vonis lebih ringan daripada tuntutan jaksa juga dinilai tak masuk akal. Hakim turut mempertimbangkan Harvey masih memiliki tanggungan keluarga yakni dua orang anak. Selain itu, tuntutan pidana penjara yang diajukan oleh jaksa dinilai terlalu berat bila dibandingkan dengan kesalahan Harvey.
"Kan semua orang ketika berada di pengadilan pasti sopan. Kan orang yang berurusan dengan pengadilan tiba-tiba pakai jilbab atau sarung. Apalagi alasannya karena dia (Harvey) punya anak. Kan semua maling juga punya anak," katanya.
1. Vonis ringan Harvey Moeis dinilai lukai keadilan masyarakat

Lebih lanjut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) juga menilai vonis ringan bagi Harvey Moeis menusuk keadilan masyarakat. Harvey didakwa oleh jaksa telah melakukan perbuatan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp300 triliun.
Tuntutan bui yang disampaikan oleh jaksa hanya 12 tahun. Dari kerugian uang negara Rp300 triliun, Harvey hanya diminta oleh pengadilan mengembalikan duit Rp210 miliar dan denda Rp1 miliar.
"Vonis bui 6,5 tahun itu kok kecil sekali bagi orang yang menggarong kekayaan negara. Dari Rp300 triliun, hanya diminta mengembalikan Rp210 miliar. Itu kan berarti hanya 0,007 persen. Ndak sampai setengah persen," katanya.
Ia juga menggaris bawahi angka Rp300 triliun itu adalah kerugian keuangan negara. Lain halnya bila pengadilan menyebut angka tersebut adalah kerugian perekonomian negara.
"Kerugian perekonomian negara baru disebut potensi, termasuk gaji yang diduga merugikan perekonomian negara. Tetapi, menurut Jampidsus Febri Ardiansyah, angka Rp300 triliun itu kerugian keuangan negara. Artinya itu uang kongkret yang dicuri dari negara," tutur dia.
2. Mahfud ingatkan pelaku kasus korupsi tetap harus dijatuhi hukuman setimpal

Mahfud pun turut mengkritisi sikap Kejaksaan Agung yang tidak konsisten. Sebab, sejak awal tuntutan vonis terhadap Harvey sudah tergolong rendah.
Sikap berbeda ditunjukkan ketika menuntut Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokro. Di dalam skandal kasus ASABRI yang telah merugikan negara Rp22 triliun, Benny dituntut pidana mati oleh jaksa.
Hal itu lantaran Benny mengulangi perbuatan korupsinya. Benny sudah divonis bui seumur hidup dalam perkara korupsi kasus PT Jiwasraya.
Selain itu, kata Mahfud, aset-aset milik Benny Tjokro dirampas oleh negara. Bahkan, aset tersebut akan segera dilelang oleh negara.
"Kejaksaan nampaknya di kasus ini kurang konsisten. Mengapa di dakwaan disebut angka Rp300 triliun, sedangkan di tuntutan hanya meminta pengembalian uang Rp210 miliar. Kan sangat jauh. Padahal, kita itu harus mengembalikan aset kepada negara dan memberikan hukuman yang setimpal. Apapun alasannya, tetapi itu hukum yang berlaku," tutur dia.
3. Jaksa masih pikir-pikir apakah akan banding terhadap vonis Harvey Moeis

Sedangkan, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan jaksa penuntut umum (JPU) masih memiliki waktu tujuh hari untuk mengambil sikap, apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan majelis hakim setelah putusan tersebut dibacakan. Diketahui, vonis terhadap Harvey dibacakan pada 23 Desember 2024 lalu.
"(Ini) masih dalam waktu masa pikir-pikir. Menurut hukum acara, JPU memiliki waktu 7 hari setelah putusan pengadilan untuk pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan," ujar Harli lewat keterangan tertulis, Kamis kemarin.
"Jadi, kita tunggu sikap JPU. Kalau sudah ada, sikap JPU, kami update," imbuhnya.