AS: Ada Negara Arab yang Tertarik Normalisasi Hubungan dengan Israel

- Suriah dan Lebanon berpotensi normalisasi hubungan dengan Israel
- Trump fokus memperluas Perjanjian Abraham
- Witkoff ungkap kemungkinan putaran baru negosiasi nuklir Iran
Jakarta, IDN Times - Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, mengisyaratkan akan ada negara baru yang bergabung dalam Perjanjian Abraham atau Abraham Accords. Perjanjian yang dimediasi AS ini sebelumnya telah berhasil menormalisasi hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan pada 2020.
Menurut Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi, Suriah dan Lebanon menjadi negara potensial berikutnya yang akan melakukan normalisasi. Israel bahkan dilaporkan sedang dalam dialog langsung dengan pemerintahan baru Suriah, dilansir The New Arab pada Kamis (26/6/2025).
1. Suriah dan Lebanon berpotensi normalisasi hubungan dengan Israel
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah bertemu langsung dengan pemimpin baru Suriah, Ahmad al-Sharaa, dan mendorongnya untuk menandatangani perjanjian. Sebuah papan reklame di Tel Aviv bahkan menampilkan gambar al-Sharaa di samping pemimpin Israel, AS dan Lebanon.
"Kami pikir kami akan mengeluarkan beberapa pengumuman yang cukup besar tentang negara-negara yang masuk ke dalam perjanjian damai Abraham. Kami berharap akan ada normalisasi di berbagai negara yang mungkin tidak pernah diperkirakan orang akan bergabung," tutur Witkoff saat berbicara kepada CNBC.
Di sisi lain, Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, pernah menyatakan bahwa normalisasi hanya mungkin terjadi setelah negara Palestina berdiri. Namun, Duta Besar Israel untuk AS mengklaim bahwa Lebanon berpotensi mencapai kesepakatan lebih dulu dari Arab Saudi.
Arab Saudi yang dipandang sebagai negara paling strategis untuk diajak bergabung, masih mempertahankan sikapnya. Pemerintah Riyadh mensyaratkan terwujudnya solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina sebelum adanya normalisasi.
2. Trump fokus memperluas Perjanjian Abraham
Witkoff menyatakan, perluasan Perjanjian Abraham merupakan salah satu tujuan utama kebijakan luar negeri pemerintahan Trump. Kebijakan ini diyakini dapat menstabilkan Timur Tengah sekaligus mendorong kemajuan ekonomi bersama di kawasan tersebut.
Pengamat menilai, kondisi geopolitik saat ini akan menguntungkan upaya Israel untuk menggaet negara-negara Arab.
"Dengan Iran yang dipermalukan, Lebanon dan Suriah adalah kandidat yang cukup realistis. Tapi saya akan terkejut jika mereka bergabung dalam beberapa bulan mendatang. Saya pikir mereka akan berdamai dengan Israel dan masuk ke dalam Perjanjian Abraham selama masa jabatan Trump," kata pakar Timur Tengah dari Heritage Foundation, Eugene Kontorovich, dikutip dari Fox News.
Menurut Kontorovich, Suriah mungkin tertarik bergabung karena merasa akan memperoleh banyak keuntungan dan legitimasi internasional. Sementara, arsitek Perjanjian Abraham, Robert Greenway, menilai ekspansi Perjanjian Abraham bisa sangat mulus di periode kedua Trump ini.
3. Witkoff ungkap kemungkinan putaran baru negosiasi nuklir Iran

Selain membahas Perjanjian Abraham, Witkoff juga mengungkap adanya kemungkinan putaran negosiasi baru terkait nuklir Iran. Menurut Witkoff, Iran telah siap untuk kembali ke meja perundingan.
Namun, Witkoff menekankan bahwa AS akan tetap menolak untuk mengizinkan Iran memperkaya uranium.
"Pengayaan uranium adalah garis merah, selain itu, pengembangan senjata (nuklir) juga garis merah. Itu bisa mengacaukan seluruh kawasan. Semua orang akan berlomba membuat bom dan kami tidak bisa membiarkan itu terjadi," ujar Witkoff, dilansir dari Ynet.
Witkoff juga menepis laporan yang meragukan efektivitas serangan militer AS dan Israel baru-baru ini ke fasilitas nuklir Iran. Ia mengklaim bahwa badan intelijen AS, Israel, dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) setuju serangan tersebut telah menghancurkan kemampuan Iran untuk memperkaya uranium dan membuat senjata nuklir, dilansir JNS.