Trump Izinkan Penggunaan Sedotan Plastik: Yang Kertas Bisa Meledak

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif untuk mengembalikan kebijakan penggunaan sedotan minum plastik pada Senin (10/02/2025).
Perintah ini menghapus kebijakan dari mantan Presiden Joe Biden yang mendorong penggunaan sedotan kertas yang ramah lingkungan. Tujuannya adalah menghentikan pembelian plastik sekali pakai, seperti sedotan, peralatan makan dan kemasan, untuk mengurangi pencemaran plastik di lingkungan.
Dengan perintah tersebut, penggunaan sedotan kertas akan mulai dikurangi secara paksa di seluruh wilayah AS dalam waktu 45 hari. Selain itu, AS akan menghentikan pembelian sedotan kertas dan tidak disediakan lagi di seluruh gedung federal.
1. Trump menilai sedotan kertas tidak berfungsi baik dan bukan alternatif
Meski sedotan kertas dianggap lebih baik bagi lingkungan, sedotan jenis ini lebih mudah larut dan banyak tidak disukai oleh konsumen. Hal ini dijadikan oleh Trump dan Partai Republik sebagai kritik terhadap pemerintahan Biden, dengan menjual sedotan plastik bermerek 'Trump' pada kampanye 2020 dan menyebut bahwa 'sedotan kertas liberal' tidak berfungsi dengan baik.
"Benda-benda ini tidak berfungsi, saya sudah mengalaminya berkali-kali, dan kadang-kadang, benda-benda ini pecah, meledak. Jika sesuatu panas, benda-benda ini tidak bertahan lama, seperti beberapa menit, terkadang beberapa detik. Ini situasi yang konyol," kata Trump saat menandatangani perintah eksekutif, dilansir dari BBC.
Pemerintah Trump juga menyoroti adanya kandungan bahan kimia yang berisiko terhadap kesehatan manusia pada sedotan kertas, seperti zat perfluoroalkyl dan polifluoroalkyl (PFAS), yang larut dalam air.
Oleh sebab itu, Trump menilai bahwa sedotan kertas bukan alternatif yang ramah lingkungan dan sering kali sedotan kertas justru terbungkus dalam plastik.
2. Kebijakan Trump disambut baik industri manufaktur plastik
Keputusan Trump kali ini disambut baik oleh presiden dan CEO Plastics, Matt Seaholm, yang menyatakan bahwa plastik adalah bahan terbaik untuk hampir semua benda dan berkelanjutan.
"Sedotan hanyalah permulaan. 'Kembali ke Plastik' adalah gerakan yang harus kami dukung bersama. Kami menghargai kepemimpinan Presiden Trump dalam mengakui nilai plastik dan berharap dapat bekerja sama dengan pemerintahannya untuk memajukan industri kami," tulis Seaholm di akun media sosialnya.
Namun, juru kampanye plastik senior Greenpeace AS, Lisa Ramsden, mengecam kebijakan Trump dengan menyebutnya sedang berpura-pura menjadi seorang populis sembari memihak pada sekutu Big Oil-nya di atas kepentingan publik.
Perintah Trump ini telah menambahkan kebijakan kontroversial yang dianggap melemahkan komitmen AS terhadap lingkungan di masa pemerintahannya, terutama setelah AS keluar dari Perjanjian Iklim Paris dan mengumumkan darurat energi nasional.
Dilansir Recycling Today, pengacara di Pusat Keanekaragaman Hayati, David Derrick, mengaku kecewa atas keputusan Trump karena telah menarik kebijakan lama yang sudah didukung sebagian besar warga AS untuk mengurangi limbah plastik. Menurutnya, langkah Trump hanya akan memperburuk kehidupan semua orang dan diputuskan berdasarkan kebencian.
3. Lebih dari 390 juta sedotan plastik digunakan tiap harinya di AS
Menurut kelompok Straws Turtle Island Restoration Network, lebih dari 390 juta sedotan digunakan setiap hari di AS, namun penggunaannya hanya selama 30 menit. Padahal, sedotan berbahan plastik memerlukan waktu sekitar 200-500 tahun untuk terurai dan telah berdampak luas terhadap lingkungan dan satwa liar.
Sementara itu, produksi plastik tahunan global juga telah meningkat dalam dua dekade menjadi sekitar 460 juta ton dan kemungkinan akan meningkat empat kali lipat pada tahun 2050.
Namun, dari ratusan juta ton limbah plastik, hanya kurang dari 10 persen yang didaur ulang dan sisanya berakhir di lingkungan, terutama di laut dan menjadi mikroplastik di makhluk hidup, terutama manusia.