7 Fakta Pemagaran Laut di Tangerang yang Masih Misterius

Jakarta, IDNTimes - Pemagaran laut di Tangerang, Banten, tengah menjadi sorotan, lantaran belum jelas siapa pelakunya dan diduga menyalahi aturan. Akibat pemagaran wilayah perairan ini, nelayan tidak bisa melaut.
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan langsung agar pagar laut tersebut dibongkar. Prajurit TNI pun dikerahkan untuk membongkar pagar tersebut sejak beberapa hari ini, dan masih berlangsung hingga hari ini.
Beberapa kementerian terkait pun belum memberikan penjelasan mengenai permasalahan ini. Seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BP) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Pemagaran laut ini diduga kuat terkait Proyek Strategis Nasional untuk pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, karena lokasi pagar laut ini yang memang berdekatan dengan PIK 2.
Lantas siapakah pihak yang melakukan pemagaran laut di Tangerang, dan benarkan perairan tersebut masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2? Berikut fakta-faktanya yang dirangkum IDNTimes.
1. Sudah dikaveling dan memiliki Hak Guna Bangunan (HGB)

Direktur dari Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengaku heran adanya lebih dari 200 bidang di wilayah laut di Tangerang yang sudah dikaveling dan memiliki Hak Guna Bangunan (HGB). Kejanggalan ini ditemukan melalui analisis data dari Bhumi, platform visualisasi peta pertanahan milik Kementerian ATR/BPN.
“HGB ini sudah jelas berada di atas laut. Berdasarkan data, ada sekitar 200 bidang yang sudah dikaveling dengan status HGB, padahal posisinya masih di atas air,” ungkap Elisa saat dihubungi IDN Times, Minggu (19/1/2025).
Sementara, berdasarkan data yang diakses website milik ATR/BPN, yakni bhumi.atrbpn.go.id terungkap di sekitar wilayah pagar laut misterius di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, telah disertifikasi dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
Dalan peta tersebut terdapat kaveling-kaveling yang jika dilihat dari peta berada di tengah laut di Tangerang. Dalam aplikasi tersebut dicantumkan juga informasi luas tiap kaveling dengan tipe haknya.
Adapun luas area dengan status HGB tersebut lebih dari 537,5 hektare (ha) atau 5.375.000 meter persegi dengan luas kaveling yang bervariasi mulai 34.600 meter persegi sampai 60.387 meter persegi.
Dalam salah satu contoh kaveling berada di koordinat 5.999935°LS dan 106.636838°BT, menunjukkan bidang tanah tersebut berada jauh dari daratan, tepatnya di wilayah perairan dekat garis pantai atau tengah laut.
2. Presiden Prabowo perintahkan agar pagar laut dibongkar

Pembongkaran pagar laut ini atas instruksi Presiden Prabowo Subianto. Instruksi agar pagar bambu itu dibongkar disampaikan Ketua MPR Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
"Sudah (diperintahkan untuk dibongkar). Beliau sudah setuju pagar laut. Pertama, itu disegel. Kemudian, yang kedua, Beliau perintahkan agar (pagar bambu) dicabut, gitu," ujar Sekjen Partai Gerindra itu, Kamis, 16 Januari 2025.
Sementara, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memastikan pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 km di perairan Tangerang, Banten, tetap akan dilanjutkan.
Adapun, pagar bambu itu sejatinya sudah disegel Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak 9 Januari 2025, namun pagar tersebut belum dicabut. Pencabutan akhirnya dilakukan TNI AL pada Sabtu, 18 Januari 2025. Mereka menurunkan 600 personel dan dibantu nelayan setempat.
"(Pembongkaran pagar laut Tangerang) lanjut," kata Agus Subiyanto dihubungi IDN Times, Minggu (19/1/2025).
3. Nelayan sudah lama terganggu dan ingin pemagaran laut dicabut

Panglima TNI mengatakan, nelayan terdampak pemagaran laut sudah lama mendesak agar pagar bambu itu dibongkar. Pembongkaran, kata dia, dilakukan supaya nelayan bisa kembali mencari ikan.
"Desakan pembongkaran dari nelayan sudah lama. Dibongkar akses keluar masuk nelayan mencari ikan," kata Agus.
Mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) itu memastikan pembongkaran pagar laut itu tetap akan melibatkan stekholder terkait.
"Pembongkaran massal akan dilakukan melibatkan instansi terkait, tidak hanya TNI," ujar dia.
Adapun, terkait permintaan kajian lingkungan dalam proses pembongkaran ini, Agus menjawab, yang harus dikaji adalah keberadaan pagar tersebut. Pemagaran itu sudah mengganggu nelayan mencari nafkah, sehingga berdampak terhadap perekonomian mereka.
"Yang harus dikaji karena dipagar, nelayan tidak bisa cari nafkah," kata Agus.
4. Muhammadiyah laporkan Agung Sedayu Group ke Bareskrim Polri

Di tengah-tengah ketidaktahuan siapa pihak yang melakukan pemagaran laut ini, Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, melaporkan kasus pemagaran laut di perairan Tangerang. Setidaknya ada enam orang dan pihak Agung Sedayu Group turut diadukan ke Bareskrim Polri dalam kasus ini.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni, menduga pemagaran laut di Tangerang ini berhubungan erat dengan proyek Pembangunan Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Hal itu ditengarai, lokasi pemagaran ini juga sangat dekat dengan pembangunan proyek PSN PIK 2.
"Saya kira iya, ya. Saya kira karena pada saat kami meninjau lokasi itu memang sangat dekat dengan pembangunan proyek PSN PIK 2. Maka tentu kami menduga ini ada hubungan erat antara PSN PIK 2," kata dia.
Karena itu, Gufroni berharap, kepolisian segera melakukan investigasi untuk membongkar dalang di balik pemagaran perairan.
"Jika dengan harapan, dengan pengaduan ini, polisi bisa menelusuri lebih jauh, melakukan investigasi untuk mengungkap siapa dalang pemagaran laut yang merugikan banyak orang," kata dia.
5. Pemagaran laut diduga langgar aturan

Aktivis lingkungan Elisa Sutanudjaja menyebutkan, penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) seharusnya melalui proses reklamasi terlebih dahulu. Setelah tanah diuruk, hak pengelolaan diterbitkan pemerintah, baru kemudian diberikan HGB kepada pengembang. Namun, dalam kasus pemagaran laut di Tangerang, tanah di laut belum diuruk tetapi sudah memiliki HGB.
“Ini tidak lazim. HGB adalah Hak Guna Bangunan, yang artinya ada rencana bangunan di atasnya. Bagaimana mungkin bangunan bisa direncanakan di atas laut tanpa pengurukan terlebih dahulu?” ucap Elisa, saat dihubungi IDNTimes, Minggu (19/1/2025).
6. Menteri ATR/BPN dan KKP saling lempar tanggung jawab

Sementara itu, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengklaim wilayah pagar laut bukan ranah yang jadi kewenangan kementeriannya.
"Selama masih di laut, itu adalah rezimnya laut. Kalau di darat, tergantung apakah masuk kawasan hutan atau bukan. Kalau hutan, itu menjadi kewenangan kehutanan, kalau bukan hutan, ya itu menjadi kewenangan kami," ujar Nusron kepada awak media, dikutip Kamis (16/1/2025).
Nusron menjelaskan, sejauh ini belum ada laporan atau informasi resmi terkait masalah tersebut yang diterima oleh Kementerian ATR/BPN. Namun, Nusron memastikan selama area yang dimaksud masih berupa lautan, pihaknya tidak akan melakukan intervensi apa pun.
"Mungkin yang bapak-bapak tanyakan itu masih sebatas dugaan. Namun, hingga saat ini belum ada laporan resmi kepada kami. Pemerintah hanya dapat bertindak atas dasar legal standing. Jadi, selama belum ada dasar hukum yang jelas, kami tidak bisa berbuat apa-apa," tuturnya.
Sementara, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono meminta pagar laut di perairan Tangerang agar tidak dibongkar dulu. Hal itu demi mengungkap siapa pihak yang memerintahkan dipasangnya pagar yang terbuat dari bambu tersebut hingga ke tengah laut.
"Kalau pencabutan kan, tunggu dulu dong! Kalau sudah ketahuan siapa yang nanam (pagar terbuat dari bambu di laut) segala macam, kan lebih mudah (untuk mengungkap). Kalau nyabut (pagar bambu) kan gampang ya," ujar Sakti di Bali, Minggu (19/1/2025).
Ia mengaku mendengar informasi TNI Angkatan Laut (AL) sudah mulai mencabut pagar bambu tersebut. Tetapi, dalam pandangannya, pagar bambu itu bisa dijadikan bukti untuk menjerat hukum pelaku yang memasang pagar tersebut.
"Setelah (proses) hukum sudah terbukti, terdeteksi, baru bisa dilakukan proses hukum," ujar dia.
Ia pun mengakui pencabutan pagar bambu di perairan Tangerang dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak KKP. Menurut Sakti, pihaknya masih menyelidiki pemasangan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer. Mereka memanggil sejumlah nelayan yang diduga terlibat pemasangan pagar bambu.
"Kami mendapat informasi, katanya perkumpulan nelayan (yang memasang pagar bambu). Sudah beberapa kali dipanggil oleh Dirjen PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan), tapi belum datang. Kami juga dibantu oleh polisi (untuk proses ini)," tuturnya.
7. Diduga pemagaran luat terkait PSN PIK 2

Aktivis lingkungan Elisa Sutanudjaja menyebutkan dari hasil analisis, pola bidang tanah yang sudah dikaveling di laut ini menyerupai masterplan salah satu pengembang besar di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang merupakan Proyek Strategis Nasioal (PSN).
“Dari prospektus perusahaan anak PIK 2 yang baru melantai di bursa, terlihat bahwa bentuk bidang tanahnya mirip dengan sisi barat laut dari master plan pengembang tersebut,” jelasnya.
Elisa juga menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN. Ia menilai, dashboard Bhumi yang digunakan oleh kementerian tersebut sudah cukup untuk melacak data lengkap terkait penerbitan HGB, termasuk siapa pengajunya dan kapan diajukan.
“Dashboard Bhumi yang sama digunakan hingga level menteri. Data ini seharusnya transparan dan mudah diakses, tetapi pemerintah justru mengaku tidak tahu, padahal ini jelas kejanggalan besar,” kritik Elisa.